Menuju konten utama

Beban Menyusun Kabinet Baru Jokowi

Seorang menteri Jokowi sudah divonis korupsi, tiga menteri lagi masih dalam proses saksi KPK.

Beban Menyusun Kabinet Baru Jokowi
Joko Widodo dan Ma'ruf Amin saat mendeklarasikan kemenangan pemilihan presiden periode 2019-2024 di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johor Baru, Jakarta Pusat, Selasa, (21/5/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Bulan-bulan menjelang pelantikan sebagai presiden periode 2014-2019, Joko Widodo menyusun daftar kandidat menteri dalam kabinet yang dia namakan "Indonesia Kerja." Nama-nama itu diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dicek rekam jejaknya.

Johan Budi, saat itu juru bicara KPK, mengatakan memeriksa latar belakang mereka sebagai acuan bagi presiden untuk mempertimbangkan calon-calon menteri.

“Ini tradisi baru yang perlu diapresiasi,” kata Johan pada 21 Oktober 2014. “Memang ada dari nama-nama itu yang diberi catatan khusus oleh KPK."

Namun, mekanisme ada penilaian dari lembaga antirasuah itu tidak dipakai dalam perombakan kabinet alias reshuffle. Jumlah koalisi Jokowi tambah gemuk setelah Golkar merapat ke Istana, yang ditandai perpecahan dan tersingkirnya gerbong Aburizal Bakrie. Tepat saat Setya Novanto menjadi Ketua Umum Golkar pada Mei 2016, partai lama penopang rezim Soeharto ini mendapatkan jatah menteri.

Pada 17 Januari 2018, Jokowi melakukan pergantian menteri sosial. Kofifah Indar Parawansa digantikan oleh Sekjen Partai Golkar Idrus Marham. Belum genap setahun menjabat, Idrus terjerat kasus Korupsi. Pada 24 Agustus 2018, Idrus mengundurkan diri setelah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus suap PLTU Riau 1. Idrus diduga menerima suap dari pengusaha Johannes Kotjo demi memuluskan mendapatkan tender proyek PLTU Riau 1.

Setelah Idrus, ada tiga menteri kabinet Jokowi yang dipanggil dan digeledah KPK: Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (PKB) terkait dugaan suap dana hibah KONI; Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (PPP) terkait dugaan suap seleksi jabatan di Kemenag; dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (NasDem) yang kantornya digeledah KPK terkait dugaan gratifikasi. Namun, karena belum ditetapkan sebagai tersangka, tiga menteri ini belum diganti.

Johan Budi, kini menjadi juru bicara presiden, mengatakan tiga menteri itu baru diperiksa sebagai saksi.

"Tapi, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tentu akan diganti oleh Pak Presiden," katanya.

Perbandingan dengan Kabinet SBY

Penetapan tersangka dan vonis korupsi terhadap Idrus Marham menjadi sejarah tersendiri bagi kabinet Jokowi. Pada periode pertamanya, sudah ada menteri dia yang ciduk korupsi.

Itu berbeda dengan kabinet perdana Susilo Bambang Yudhoyono. Meski demikian, tak berarti kabinet SBY bersih. Sebab, pada pemerintahan kedua SBY, lima menteri periode pertamanya ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Bachtiar Chamsyah, menteri sosial dari PPP, terlibat kasus korupsi proyek mesin jahit, sarung, dan daging sapi, ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2010.

Disusul Siti Fadilah Supari, yang terjerat korupsi alat kesehatan tahun 2005, dijadikan tersangka oleh KPK pada April 2012.

Lalu ada Andi Malaranggeng yang terjerat korupsi proyek Hambalang saat menjabat menteri olahraga, ditetapkan sebagai tersangka pada 6 Desember 2012.

Setelah itu ada Menteri Agama Suryadharma Ali yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Mei 2014 dalam kasus korupsi dana haji. Masih pada tahun yang sama, KPK menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka korupsi saat mengisi pos menteri ESDM.

Perebutan Kursi Menteri Jokowi

Pos menteri Jokowi yang saat ini berurusan dengan KPK sama dengan tiga posisi menteri era SBY. Menteri sosial sama-sama terjerat korupsi. Menteri olahraga dan menteri agama pun demikian; bedanya, mereka masih sebagai saksi.

Jika pada kabinet periode kedua Jokowi akan menggandeng KPK lagi, tiga nama itu—Enggartiasto Lukita (NasDem), Imam Nahrawi (PKB), dan Lukman Hakim Saifuddin (PPP)—mungkin sekali mendapatkan "catatan khusus" dari KPK. Ini membuka peluang lebih besar bagi Jokowi membuang mereka dari kabinet mendatang.

Selain itu, partai pengusung menteri bisa kehilangan posisi tawar yang besar lantaran menterinya bermasalah. Kondisi terburuk mungkin terjadi pada PPP.

Selain figur menterinya tersandung KPK, ketua umumnya, Romahurmuziy, sudah ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan. Romy, yang berusia masih muda, kehilangan kesempatan menjadi menteri.

Infografik digedor KPK

Infografik digedor KPK. tirto.id/Lugas

Perebutan kursi menteri makin sulit bukan hanya untuk tiga partai itu, melainkan untuk semua partai. Sebab, jumlah partai dalam koalisi Jokowi kali ini sudah berbeda dari sebelumnya.

Kini Jokowi didukung oleh sembilan partai: PDIP, PPP, PKB, NasDem, Hanura, Golkar, Perindo, PKPI, dan PSI. Sementara jumlah pos kementerian saat ini ada 34 dan ada 8 pejabat setingkat menteri. Dan tak semua kursi diberikan kepada partai.

Pada kabinet sekarang, PDIP mendapatkan 5 menteri; PKB 4 menteri; Golkar 3 menteri; NasDem 3 menteri; Hanura 2 menteri; PPP 1 menteri; dan 27 kursi menteri lain diberikan ke kalangan pengusaha dan teknokrat.

Setelah KPU mengumumkan hasil Pilpres dimenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin, sempat beredar ke grup-grup wartawan mengenai sejumlah nama yang diusulkan menjadi menteri pada kabinet mendatang. Jokowi sendiri sempat mengatakan pemerintahannya membutuhkan seorang eksekutor buat mengisi pos menteri.

“Jadi setiap periode itu butuh karakter menteri yang berbeda sesuai tantangan yang ada," ujarnya dalam wawancara khusus dengan Kumparan. "Menurut saya, yang kita butuhkan sekarang ini adalah karakter menteri yang eksekutor. Eksekutor kuat, kuat di eksekusi."

Perebutan kursi menteri ini bakal makin ketat bila Jokowi akan mengakomodasi PAN dan Demokrat bergabung dalam koalisi. Dua partai ini sudah melakukan komunikasi Jokowi. Khusus Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung SBY, sudah melakukan komunikasi secara intens dengan Jokowi. AHY disebut-sebut bakal mendapatkan jatah menteri jika Demokrat akhirnya bergabung dengan kubu pemerintah.

Pada periode pertama, Jokowi sempat menerima PAN dalam pemerintahan. PAN pun mendapatkan jatah satu kursi, yakni menteri aparatur negara yang diduduki oleh Asman Abnur. Jatah minimal 1 kursi kemungkinan akan kembali diperoleh PAN jika kembali bergabung dengan Jokowi.

Pemilihan menteri untuk mendampingi Jokowi pada periode 2019-2024, bagaimanapun, bakal menjadi pertaruhan sekaligus beban moral. Bila salah memilih, Jokowi bakal meninggalkan jejak kotor dalam kabinetnya.

Baca juga artikel terkait KOALISI JOKOWI atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Politik
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam