Menuju konten utama

Bea Cukai Luncurkan Aplikasi Online E-KITE untuk Eksportir

Bea Cukai meresmikan skema online e-KITE untuk mempermudah ijin impor para eksportir. Aplikasi e-KITE diresmikan berdasarkan survei hasil ekonomi antara Bea Cukai dengan LPEI dan UNIED tentang sebesar apa permudahan izin impor buat eksportir RI.

Bea Cukai Luncurkan Aplikasi Online E-KITE untuk Eksportir
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menunjukkan buku hasil pengukuran dampak ekonomi fasilitas Kawasan Berserikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (18/2/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

tirto.id - Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan meresmikan skema aplikasi online fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), alias e-KITE.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjelaskan, fasilitas tersebut telah membawa dampak yang positif dalam mendorong perekonomian di berbagai sektor Industri di seluruh wilayah di Indonesia. Sehingga perlu penyederhanaan sistem untuk terus menggenjot dampak positif yang beberapa tahun ini sudah menghasilkan nilai pajak ke negara.

Aplikasi skema online tersebut diresmikan berdasarkan survei hasil ekonomi antara Bea Cukai dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan University Network for Indonesia Export Development (UNIED) tentang sebesar apa permudahan izin impor buat eksportir RI.

"Bea Cukai juga mengeluarkan aturan baru sistem aplikasi KITE berbasis online yang merupakan penyederhanaan aturan dan ditujukan untuk memperluas rantai pasok bahan sebagai substitusi barang impor, memperluas saluran ekspor hasil produksi, dan mengakomodasi perkembangan proses bisnis," jelas dia di Ruang Mezzanine, Kementerian Keuangan, Kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin, (18/2/2019),

Ia menyatakan, berdasarkan hasil pengukuran dampak ekonomi KB dan KITE secara nasional untuk tahun 2017, rasio ekspor terhadap impor yang menggunakan fasilitas KB dan KITE sebesar 2,40 artinya setiap nilai 1 dolar bahan baku yang diimpor dengan kedua fasilitas tersebut telah menghasilkan nilai 2,40 dolar Amerika Serikat (AS) untuk produk yang telah diekspor.

"Kontribusi nilai ekspor KB dan KITE mencapai Rp780,83 triliun atau setara dengan 34,37 persen nilai ekspor nasional. Nilai tambah KB dan KITE terhadap perekonomian Rp402,5 triliun. Jumlah tenaga kerja yang diserap dari pemanfaatan fasilitas ini mencapai 1,95 juta orang di mana 97 persen dari total tersebut diisi oleh tenaga kerja lokal," jelasnya.

Menurut dia, nilai penerimaan dari pajak pusat pun mencapai Rp85,49 triliun dan pajak daerah mencapai Rp5,11 triliun. Nilai investasi yang dihasilkan dari kedua fasilitas ini mencapai Rp178,17 triliun.

"Langkah ini menciptakan indirect economy activities, di antaranya tumbuhnya jumlah 95.251 jaringan usaha langsung dan 268.509 usaha tidak langsung yang meliputi usaha akomodasi, perdagangan, makanan, dan transportasi," papar dia.

Survei kali ini, kata Heru, merupakan survei kedua yang dilakukan oleh Bea Cukai dan hasilnya tidak jauh berbeda dari survei pertama Bea Cukai dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Survei kedua dilakukan untuk memastikan dampak ekonomi fasilitas KB dan KITE tetap positif, serta untuk merumuskan penajaman formulasi kebijakan selanjutnya.

Mengingat berbagai dampak positif yang timbul dari pemanfaatan kedua fasilitas tersebut, lanjutnya, Bea Cukai terus menciptakan berbagai inovasi untuk meningkatkan ekspor.

“Peraturan baru ini merupakan deregulasi dan penyederhanaan peraturan sebelumnya. Kami telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 160/PMK.04/2018 dan nomor 161/PMK.04/2018 yang mulai berlaku pada 18 Februari 2019,” jelasnya.

Beberapa inovasi yang telah dilakukan dengan diberlakukannya aturan baru ini antara lain menciptakan perizinan operasional dan transaksional KITE secara online, dan mempercepat janji layanan pengembalian Bea masuk.

Selain itu, juga membuka peluang pemasukan dan pengeluaran melalui Pusat Logistik Berikat, memberikan kemudahan bagi perusahaan dengan menghapuskan LPE dan menyiapkan LHPRE yang tersedia otomatis secara sistem sebagai pengganti LPE, melakukan relaksasi atas ketentuan pengenaan sanksi bagi perusahaan KITE

Kemudian memberikan fasilitas pembebasan atas impor barang contoh, reekspor bahan baku sisa serta tidak sesuai spesifikasi dan membuka kesempatan perusahaan mengajukan penyelesaian dan pelunasan tagihan lebih awal tanpa menunggu jatuh tempo.

Menurut Heru, aplikasi KITE berbasis online (e-KITE) yang dirilis Bea Cukai tersebut untuk semakin menciptakan kemudahan dalam pemanfaatan fasilitas KITE.

“Aplikasi ini dapat memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk menyampaikan pertanggungjawaban dan pengajuan pengembalian Bea Masuk secara online, melakukan pengajuan konversi maupun perbaikan konversi secara online, dan melakukan monitoring terkait PIB dan PEB perusahaan,” ujar Heru.

Hasil pengukuran dampak ekonomi juga menjadi dasar penentuan kebijakan KB dan KITE ke depan, misalnya hasil survei menunjukkan bahwa industri padat karya berorientasi pada fasilitas KB sedangkan industri padat modal berorientasi pada fasilitas KITE, juga sebaran fasilitas KB dan KITE menunjukkan adanya pilihan wilayah industri di Pulau Jawa.

Pilihan orientasi-orientasi tersebut akan kembali kepada efisiensi dan produktivitas dari masing-masing industri, misalnya untuk mengoptimalkan ekspor dari sektor perkebunan dan peternakan melalui KB Hortikultura dan KB sapi.

Mengoptimalkan ekspor industri pangan dari olahan CPO melalui KB hilirisasi CPO mengoptimalkan serapan tenaga kerja pada industri TPT dan alas kaki melalui KB dan KITE TPT dan alas kaki, serta mengembangkan industri kreatif dan industri tematik melalui KB fashion muslim.

Baca juga artikel terkait BEA CUKAI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno