Menuju konten utama

BAZNAS: Jika Kumpulkan Zakat, BAZIS DKI Terancam Sanksi Hukum

Pimpinan BAZNAS menyatakan pengurus BAZIS DKI Jakarta bisa terkena sanksi pidana jika terus melakukan aktivitas pengumpulan zakat.

BAZNAS: Jika Kumpulkan Zakat, BAZIS DKI Terancam Sanksi Hukum
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Bambang Sudibyo menyerahkan penghargaan kepada Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi dalam Baznas Award 2017 di Jakarta, Jumat (25/8/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Bambang Sudibyo menyoroti persoalan legalitas Badan Amil Zakat Infaq Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta. Bambang menegaskan BAZIS DKI tidak memiliki legalitas hukum untuk mengumpulkan dan mengelola zakat.

Dia menjelaskan, berdasar UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional adalah BAZNAS. Ketentuan itu diberlakukan agar pengelolaan zakat secara nasional terintegrasi, profesional dan akuntabel.

Sementara BAZIS DKI belum berada di bawah koordinasi BAZNAS. Karena itu, menurut Bambang, pengurus BAZIS DKI bisa menerima sanksi pidana jika terus melakukan pengumpulan zakat.

"Ada sanksi untuk BAZIS DKI Jakarta kalau tetap mengumpulkan zakat. Itu di Pasal 41 [ UU Nomor 23 Tahun 2011], yaitu 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta," kata Bambang di kantor BAZNAS, Jakarta, pada Senin (4/6/2018).

Pasal 38 UU itu memang menyatakan, “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.”

"Pidana bisa dilakukan kalau kami melaporkan ke polisi, bisa itu. Tapi, kan sampai sekarang kami masih sabar, untuk persuasif. Jangan sampai ada teman yang masuk penjara gara-gara tidak mematuhi UU," kata Bambang.

Soal realisasi pelaporan ke polisi tersebut, Bambang hanya menyatakan, “Nanti kami pikirkan dan mungkin cari momentum bagus.”

Selama ini, untuk pengumpulan zakat di daerah, BAZNAS membentuk perwakilan di level provinsi hingga kabupaten/kota. Sampai sekarang, hanya DKI Jakarta yang belum memiliki BAZNAS tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.

Bambang menerangkan BAZIS DKI yang berdiri pada 5 Desember 1968 telah diberi waktu masa transisi untuk melebur dengan BAZNAS. Namun, hingga tenggat masa transisi itu habis, BAZIS DKI tidak kunjung melebur ke BAZNAS.

"Hanya tinggal DKI yang belum melakukan penyesuaian. Deadline masa transisinya habis pada 25 November tahun 2016, jadi sudah satu setengah tahun lewat," ujar Bambang.

Dia menambahkan, untuk urusan pengelolaan zakat di ibu kota, BAZNAS memilih berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta. Bambang beralasan BAZIS DKI bukan lembaga resmi.

"Itu di luar sistem. Koordinasi kami dengan Pemprov DKI. Kalau kami menyurati BAZIS DKI saja berarti kami mengakui secara de facto eksistensi BAZIS DKI," ujar dia.

BAZNAS juga telah beberapa kali berkirim surat kepada Pemprov DKI Jakarta mengenai penyimpangan operasional BAZIS. Akan tetapi, belum ada tanggapan.

"Kami sudah memberitahukan melalui Gubernur DKI, tapi sampai sekarang tidak pernah ditanggapi. Surat saya tidak pernah ditanggapi oleh Gubernur DKI. Apakah memang dibiarkan saja atau surat tersebut tidak sampai, saya enggak pernah tahu," ujar Bambang.

Baca juga artikel terkait PENGELOLAAN ZAKAT atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom