Menuju konten utama

Bawaslu Dianggap Keliru Putuskan Eks Napi Korupsi Lolos Jadi Caleg

Bawaslu daerah telah mengabulkan gugatan beberapa eks napi kasus korupsi agar bisa menjadi caleg.

Bawaslu Dianggap Keliru Putuskan Eks Napi Korupsi Lolos Jadi Caleg
Ilustrasi pemilihan umum. ANTARA FOTO/Novrian Arbi

tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI diminta segera mengoreksi sejumlah putusan pengawas di daerah yang mengabulkan gugatan eks terpidana kasus korupsi.

Pengamat politik dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadanil berkata, wewenang mengoreksi putusan dimiliki Bawaslu RI. Hak itu dianggapnya harus digunakan karena sejumlah bawaslu daerah telah mengabulkan gugatan beberapa eks napi kasus korupsi agar bisa menjadi caleg.

"Kami sempat tanyakan, apakah putusan Bawaslu daerah itu arahan dari Bawaslu RI? Jawaban Bawaslu RI tidak. Karena tidak, harusnya ini segera dikoreksi karena ada kekeliruan mendasar dalam memutus sengketa-sengketa pencalonan di beberapa daerah," ujar Fadli di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Jumat (31/8/2018).

Bawaslu di daerah telah mengabulkan gugatan 6 bakal caleg eks napi korupsi agar bisa lolos menjadi calon kandidat di pemilu 2019. Keenam orang yang gugatannya diterima Bawaslu adalah caleg DPD dari Sulawesi Utara Syahrial Damapolii, bakal caleg DPD dari Aceh Abdullah Puteh, bakal caleg DPRD Toraja Utara Joni Kornelius Tondok, Ketua DPC Partai Hanura Rembang M Nur Hasan, kader DPC Perindo Parepare serta Bacukiki.

Karena gugatannya dikabulkan, keenam orang itu terbuka peluangnya menjadi bakal caleg dan masuk Daftar Caleg Sementara (DCS). Padahal, KPU telah menyatakan mereka tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai bakal caleg sesuai Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.

"Bawaslu dalam putusan-putusannya sudah melakukan penilaian terhadap PKPU 20/2018, bahwa aturan itu berpotensi bertentangan dengan UU Pemilu, UUD, dan sebagainya [...] Bawaslu sudah lampaui kewenangannya, ini adalah kekacauan hukum yang luar biasa," ujar Fadli.

Menurut Fadli, putusan Bawaslu di daerah keliru. Sebab, menurutnya Bawaslu tak berhak menilai apakah PKPU bertentangan dengan sebuah UU atau tidak.

Menurut Fadli, Bawaslu harusnya hanya mengawasi implementasi aturan-aturan pemilu oleh KPU selaku penyelenggara pemilu.

"Kalau ada yang keberatan [terhadap PKPU] prosesnya di MA. Itu juga kan sedang berjalan sekarang [...] Bawaslu itu kerjanya menilai peraturan dilaksanakan konsisten atau tidak, bukan menilai aturan bertentangan dengan UU atau tidak. Jadi ini ada lompatan kewenangan," kata Fadli.

Bawaslu di daerah mengklaim keputusan yang sudah diambil berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Mereka tidak menganggap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur larangan eks napi kasus korupsi menjadi caleg.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora