Menuju konten utama

Bawahan Napoleon Dijanjikan Imbalan saat Urus Surat Djoko Tjandra

Brigadir Fortes mengaku diminta untuk membuat konsep surat terkait dengan Djoko Tjandra pada 9 April 2020 dan dijanjikan imbalan oleh Prasetijo Utomo.

Bawahan Napoleon Dijanjikan Imbalan saat Urus Surat Djoko Tjandra
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo (kanan) dan mantan Kadiv Humas Mabes Polri Komjen (Purn) Pol Setyo Wasisto (kiri) bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/11/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Kasubag Kejahatan Umum Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri Brigadir Junjungan Fortes mengaku dijanjikan oleh mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo akan mendapat imbalan karena telah mengurus surat terkait Djoko Soegiarto Tjandra.

"Brigjen Prasetijo mengatakan 'Nanti kamu dapatlah kadivmu itu terima banyak'," kata Fortes saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/11/2020) dilansir dari Antara.

Fortes menjadi saksi untuk terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra yang didakwa melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum dan permufakatan jahat.

Kadiv yang dimaksud oleh Prasetijo adalah Kepala Divisi (Kadiv) Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte.

Fortes mengaku diminta untuk membuat konsep surat terkait dengan Djoko Tjandra pada 9 April 2020.

"Brigjen Prasetijo memerintahkan untuk membuat surat dari sipil ke Kadiv Hubinter Polri menyatakan Djoko Tjandra adalah orang yang tidak bersalah berdasarkan putusan PK, saat itu perintahnya melalui 'whatsapp'," ucap Fortes menambahkan.

Dalam dakwaan Djoko Tjandra disebutkan pada 9 April 2020, Tommy Sumardi mengirimkan pesan melalui Whatsapp berisi dokumen surat dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran.

Brigjen Prasetijo Utomo lalu meneruskan dokumen tersebut kepada Brigadir Fortes dan memerintahkan Brigadir Fortes untuk mengeditnya sesuai format permohonan penghapusan Red Notice yang ada di Divhubinter.

Setelah selesai diedit, Brigadir Fortes mengirimkan kembali dokumen tersebut untuk dikoreksi Prasetijo Utomo dan selanjutnya konsep surat tersebut dikirimkan Prasetijo Utomo kepada Tommy Sumardi.

Setelah mendapat perintah itu, Fortes lalu kembali ke ruangannya dan melapor ke Kabag Kejahatan Umum Divhubinter Polri Tommy Dwi Hariyanto.

"Setelah itu saya tidak tanya lagi, saya kembali ke ruang kerja karena disampaikan Pak Tommy 'Laksanakan saja perintah jenderal'," ujar Fortes.

Fortes lalu mulai membuat konsep surat yang terdiri atas 2 lembar dengan 3 paragraf.

Paragraf pertama berisi ucapan terima kasih Anna Boentaran kepada Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, selanjutnya di paragraf kedua ada amar putusan Peninjauan Kembali (PK) lalu di paragraf ketiga disampaikan Djoko Tjandra adalah orang bebas dan mohon bantuan status hukum.

"Yang saya pikir maksud suratnya adalah agar melakukan pengecekan 'red notice' Djoko Tjandra," ungkap Fortes.

Fortes lalu kembali dipanggil lagi oleh Prasetijo Utomo pada 4 Mei 2020 untuk mengedit surat Anna Boentara tersebut.

Saat pertemuan itulah Prasetijo menyampaikan "Nanti kamu dapatlah, kadivmu itu terima banyak".

"Pemahaman saya akan memperoleh uang, tapi saya tidak tanya lagi, saya katakan siap," tambah Fortes.

Pertemuan ketiga adalah pada 6 Mei 2020, kali ini Fortes menghadap ke ruang Prasetijo.

"Dan diberikan bingkisan untuk orang yang terdampak COVID, bingkisan lebaran," ungkap Fortes.

Tapi menurut Fortes, bingkisan itu berbeda dengan apa yang dimaksud Prasetijo sebelumnya.

"Saya tidak dapat, saya juga tidak menunggu karena tidak berharap. Saya tidak tahu apakah Irjen Napoleon dapat," tutur Fortes.

Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra didawa melakukan permufakatan jahat dengan Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung.

Baca juga artikel terkait KASUS DJOKO TJANDRA

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto