Menuju konten utama

Batal Laporkan Ganjar Soal Puisi, FUIB Punya Kepentingan Politik?

Ketua FUIB Rahmat Himran punya alasan soal pembatalan pelaporan ke polisi terhadap Ganjar Pranowo terkait puisi.

Batal Laporkan Ganjar Soal Puisi, FUIB Punya Kepentingan Politik?
Calon Gubernur Jateng nomor urut satu Ganjar Pranowo (tengah) berswafoto dengan tim pemenangan saat menghadiri Deklarasi Pemenangan Ganjar Yasin di Kantor DPC PDIP Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (2/3/18). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/aww/18.

tirto.id - Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) sempat akan melaporkan Calon Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ke Bareskrim Mabes Polri dalam kasus dugaan SARA. Pelaporan itu terkait puisi berjudul Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana yang dibacakan dalam acara Rosi: Kandidat Bicara, di Kompas TV, awal Maret lalu.

Namun, Ketua FUIB Rahmat Himran menunda rencana hingga membatalkan pelaporan Ganjar. Ia baru tahu bahwa puisi yang dipersoalkan bukan karya Ganjar, melainkan karya ulama Mustofa Bisri atau Gus Mus. Sebaliknya, Himran malah dilaporkan oleh Tim Ganjar ke polisi soal serangan berunsur SARA.

Sebelum kasus Ganjar, FUIB juga pernah melaporkan Joshua Suherman atas alasan yang sama dan Sukmawati Soekarnoputri. Dalam kasus Sukmawati, Himran awalnya hendak mengerahkan massa untuk "menggeruduk" Rahmawati ketika ia menggelar konferensi pers di Jakarta, 4 April lalu. Namun, rencana itu akhirnya batal.

Pada kasus FUIB yang membatalkan melaporkan ke Ganjar karena "salah sasaran", justru menimbulkan pertanyaan apakah kasus ini lebih condong ke persoalan politik daripada agama?

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, mengatakan pada dasarnya memang "sulit memisahkan isu agama dari politik." Ia bilang "isu agama sering dieksploitasi untuk kepentingan politik."

Dalam konteks rencana FUIB akan mempersoalkan Ganjar, faktor kepentingan politik lebih menonjol daripada sentimen agama. Menurut Mu'ti hal ini jadi latar kenapa FUIB awalnya berniat melaporkan Ganjar dalam perkara puisi terkait menyinggung SARA.

"Pak Ganjar 'terselamatkan' karena puisi yang dibaca adalah karya Gus Mus. Ceritanya akan berbeda apabila puisi itu karya Pak Ganjar sendiri," kata Mu'ti

"Menyerang Pak Ganjar bisa dimaknai melawan Gus Mus," tambah Mu'ti, menerangkan kenapa akhirnya laporan tak jadi dilakukan.

Apa yang menjadi dugaan Mu'ti dibenarkan langsung oleh Himran, meski tidak secara eksplisit. Kepada Tirto, Himran mengaku pertimbangan menunda hingga tak jadi melaporkan Ganjar memang karena puisi yang dipermasalahkan perlu "dievaluasi dulu."

Pria yang juga terlibat dalam pengepungan LBH Jakarta tahun lalu bilang "kalau saya laporin, nanti Gus Mus akan dilibatkan dalam persoalan ini."

Himran menyanggah kalau dirinya punya kepentingan politik di balik niat melaporkan Ganjar. Ia mengklaim rencana melaporkan Ganjar, tujuannya murni agar pihak yang dianggap menyinggung SARA bahkan "penista agama" bisa diberi hukuman.

"Kami tidak mau ditunggangi dalam hal politik. Satu pertimbangan kami tidak jadi melaporkan karena itu. [Kalau jadi dilaporkan] isu ini akan dijadikan alat bagi lawan-lawan politiknya Ganjar," kata Himran.

Pernyataan Imran seolah ia mengabaikan bahwa saat ini Ganjar sedang maju sebagai calon gubernur di Jawa Tengah.

Ganjar telah ditetapkan sebagai kandidat gubernur jauh-jauh hari. Sehingga, hampir mustahil Himran tidak tahu kalau Ganjar bukan kandidat ketika berniat melaporkannya Ganjar pada 10 April lalu. Artinya Himran sejak awal tahu kalau ada konsekuensi politik ketika akan melaporkan Ganjar.

Himran baru batal melaporkan Ganjar ketika tahu kalau puisinya Ganjar itu buatan Gus Mus. Ia pun meminta maaf kepada keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) dan Gus Mus.

Ketua PBNU Robikin Emhas menerangkan kalau masalah ini sudah selesai ketika Himran meminta maaf kepada Gus Mus dan NU.

"Kabarnya yang bersangkutan kemarin sudah minta maaf karena tidak tahu kalau puisi yang dibaca adalah karya Gus Mus. Masalah selesai dan berakhir," kata Robikin saat dihubungi Tirto, Rabu (11/4/2018).

Robikin menilai ada pelajaran yang bisa diambil dari kasus Himran. Ia bilang, publik tidak boleh asal lapor ketika menganggap ada orang yang menistakan agama. Perlu pikiran yang matang sebelum bertindak lewat jalur hukum.

"Selain isu penodaan agama merupakan persoalan sensitif, publik juga tidak terserat arus kebencian secara tidak berdasar terhadap orang atau kelompok orang," lanjutnya.

Robikin juga mengingatkan agar agama tidak dijadikan alat politik.

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino