Menuju konten utama

Bareskrim Tangkap Pemodal Pabrik Obat Ilegal di Yogyakarta

Polisi juga juga meringkus seorang berinisial EY yang menjadi perantara antara pemodal dan pemilik pabrik obat ilegal tersebut.

Bareskrim Tangkap Pemodal Pabrik Obat Ilegal di Yogyakarta
Ilustrasi Obat. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menangkap pemilik modal dua pabrik obat ilegal di Yogyakarta. Penyidik juga meringkus seorang berinisial EY yang menjadi perantara antara pemodal dan pemilik pabrik obat ilegal tersebut.

“Menangkap pemodal berinisial S alias C,” ujar Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno Halomoan Siregar, Selasa (5/10/2021).

Dengan begitu, total terduga pelaku yang ditangkap terkait perkara ini sebanyak 17 orang.

Krisno menugaskan satu tim penyidik untuk menuntaskan perkara pokok dan tim lainnya bakal membuktikan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Jadi arahnya memang ke TPPU dan masih dalam proses pendalaman,” sambung dia.

Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menemukan dua pabrik pembuatan obat keras tanpa izin di Daerah Istimewa Yogyakarta. Obat yang diproduksi seperti Hexymer, Trihexyphenidyl, Dextromethorphan, Double L, dan Irgapan.

Kasus ini berawal ketika polisi menyelidiki dugaan jual-beli obat keras di kawasan Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jakarta Timur.

Dari hasil penyelidikan itu, petugas menangkap sembilan terduga pelaku. Maskuri, salah satu terduga pelaku, menyatakan dia dan kawan-kawannya memproduksi obat keras di wilayah Yogyakarta.

Lantas pada 21 September 2021, polisi menemukan gudang tempat pembuatan obat terlarang itu di Jalan PGRI I Sonosewu Nomor 158, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul. Di sana, polisi meringkus terduga pelaku lainnya yakni Wisnu Zulan dan meminta keterangan Ardi selaku saksi perkara.

Polisi menemukan obat-obat terlarang yang siap edar. “Juga menemukan mesin serta bahan baku untuk memproduksi obat, dan juga kardus kemasan siap pakai,” kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, Senin (27/9/2021).

Berdasarkan hasil interogasi, pabrik itu dipimpin oleh Leonardus Susanto Kuncoro alias Daud. Polisi pun langsung mengembangkan perkara, kemudian membekuk Daud di Perumahan Griya Taman Mas, Dusun Jetis, Bantul.

Polisi lalu menyambangi satu pabrik lainnya yang berada di Jalan Siliwangi, Banyuraden, Kec. Gamping, Sleman.

“Daud menyebut pemilik semua pabrik itu adalah Joko Slamet Riyadi Widodo, abang kandungnya. Kemudian, Joko kami tangkap,” jelas Agus.

Pabrik obat keras ilegal itu beroperasi selama dua tahun. Dalam sehari, mereka memproduksi dua juta butir obat.

Beberapa hari kemudian, penyidik menangkap Sri Astuti, pemasok bahan baku pembuatan obat.

Dalam perkara ini polisi menyita barang bukti berupa satu unit mobil kol, 30.345.000 butir obat yang dikemas menjadi 1.200 paket dus, 9 mesin cetak pil, 5 oven, 2 mesin pewarna obat, 1 mesin cetak, 300 sak laktosa dengan berat total 800 kilogram, 100 kilogram adonan bahan obat, 500 kardus, dan 500 botol kosong.

Para tersangka dijerat Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan subsider Pasal 196 dan/atau Pasal 198 Undang-Undang Kesehatan Juncto Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 10 tahun penjara.

Serta Pasal 60 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Baca juga artikel terkait OBAT ILEGAL atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan