Menuju konten utama

Bareskrim Catat Ada 27 Eks Napi Program Asimilasi Kembali Berulah

Dari 38.822 orang napi yang dibebaskan, polisi mencatat ada 27 eks napi yang kembali melakukan kejahatan.

Bareskrim Catat Ada 27 Eks Napi Program Asimilasi Kembali Berulah
Sejumlah narapidana menunggu antrean untuk menandatangani surat kelengkapan pembebasan dari masa pidana dalam rangka pencegahan penyebaran wabah COVID-19 di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Dumai di Dumai, Riau, Rabu (1/4/2020). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/hp.

tirto.id - Bareskrim Polri mencatat ada 27 eks narapidana yang kembali melakukan kejahatan usai dibebaskan dalam program asimilasi dan integrasi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Program ini dilakukan pemerintah sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona COVID-19 di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan).

"Jumlah narapidana yang dibebaskan ada 38.822 orang, 27 narapidana kembali melakukan kejahatan," ujar Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo saat dihubungi, Selasa (21/4/2020).

Jenis tindak pidana yang dilakukan mulai dari pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan kekerasan hingga pelecehan seksual.

Listyo mengatakan jajarannya akan berkoordinasi dengan kejaksaan dan pengadilan untuk menindak narapidana yang kembali berulah.

"Saya tekankan terhadap narapidana yang kembali lakukan kejahatan, mereka akan mendapatkan sanksi dan hukuman lebih berat," kata Listyo.

Selain itu, Listyo juga telah memerintahkan jajarannya untuk turut berkoordinasi dengan pihak lembaga pemasyarakatan serta rumah tahanan, dan meminta data diri narapidana yang dibebaskan, agar polisi bisa memantau para narapidana.

Polri menerbitkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1238/IV/OPS.2/2020 ihwal antisipasi tindak kriminal usai pembebasan narapidana program asimilasi dan integrasi.

Tujuannya untuk mencegah peningkatan angka kriminalitas. Dokumen ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri Komjen Pol Agus Andrianto. Surat Telegram ini mengarahkan para Kasatgaspus, Kasubsatgaspus, Kaopsda, Kasatgasda, Kaopsres, dan Kasatgasres mengedepankan preemtif dan preventif dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Polri juga bekerja sama dengan pemerintah daerah hingga RT dan RW untuk pengawasan dan pembinaan terhadap para narapidana tersebut.

Kemenkumham membebaskan napi dengan kebijakan asimilasi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan aturan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Tak ayal kebijakan yang diteken Menkumham Yasonna H Laoy ini justru membuat masyarakat resah di tengah pandemi COVID-19 ini.

Peneliti Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) Genoveva Alicia menilai keresahan publik muncul karena Kemenkumham yang tidak transparan menyajikan data dan informasi. Hal itu menimbulkan berbagai asumsi di tengah masyarakat.

"Ketakutan harus stop disebarkan. Kemenkumham harus transparan, evaluasi dengan ketat setiap syaratnya yang termasuk di dalamnya assessment risiko keamanan dan kesehatan," ujar Geno kepada reporter Tirto, Sabtu (18/4/2020).

Menurut Geno, hal itu penting agar masyarakat tidak memukul rata bahwa narapidana yang menjalani program asimilasi dan integrasi semuanya residivis. Geno menilai program asimilasi dan integrasi Kemenkumham sudah tepat, hanya saja kurang disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.

Selain itu, ia mendesak Kemenkumham agar memperketat pengawasan terhadap para narapidana.

"Enggak cukup itu, pembimbing kemasyarakatan juga harus bisa membantu untuk penempatan kembali. Harus dipastikan gimana mereka [narapidana] bisa kembali fungsi di masyarakat," ujarnya.

Baca juga artikel terkait ASIMILASI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto