Menuju konten utama

Bappenas: Perlu Ada Perbaikan Layanan Dasar di Provinsi Termiskin

Bappenas menilai, ntuk meningkatkan indeks peembangunan manusia (IPM) di provinsi termiskin perlu adanya perbaikan dari pelayanan dasar.

Bappenas: Perlu Ada Perbaikan Layanan Dasar di Provinsi Termiskin
Seorang nelayan beraktivitas di tepi Sungai Batanghari yang dijadikan tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK) warga di Jambi, Selasa (31/10/2017). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

tirto.id - Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebutkan ada tiga faktor yang memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Ketiga faktor itu adalah pendidikan, kesehatan, dan daya beli.

Mengacu pada data yang dihimpun Bappenas, setidaknya masih ada sejumlah provinsi termiskin di Indonesia yang masih memiliki IPM rendah pada 2017. Bappenas mencatat bahwa IPM di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Barat berada di bawah rata-rata IPM nasional yang sebesar 70,81.

“Misal suatu daerah itu memiliki resources [sumber daya] yang besar, biasanya soal daya beli tidak menjadi isu. Akan tetapi yang kadang-kadang tertinggal itu adalah pelayanan dasarnya,” kata Bambang saat jumpa pers di Hotel Ritz Carlton, Jakarta pada Selasa (10/7/2018).

Oleh karena itu, Bambang menilai untuk meningkatkan IPM di beberapa daerah yang masih di bawah rata-rata itu perlu adanya perbaikan dari pelayanan dasar. Bambang secara spesifik menyebutkan bahwa sektor yang menjadi sorotan khusus ialah pendidikan dan kesehatan.

Kendati demikian, Bambang mengatakan bahwa perbaikan itu juga harus didukung oleh ketersediaan infrastruktur dasar. “Misalnya masalah kesehatan itu tidak bisa jauh-jauh dari ketersediaan air bersih. Hal semacam itulah yang menjadi kunci bagi daerah untuk memperbaiki IPM,” ungkap Bambang.

Ia lantas mengungkapkan rencana pemerintah untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa. Ada pun Pulau Jawa saat ini memegang peranan penting dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya sendiri mencapai hampir 60 persen.

Lebih lanjut, Bambang berkeinginan untuk menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi yang berbasis pengolahan. Menurutnya, industri yang berbasis pengolahan seperti manufaktur maupun turunan dari sumber daya alam lebih bisa berkelanjutan ketimbang yang berbasis tambang. Ia mengklaim industri tambang cenderung bersifat temporer.

“Inilah yang akan jadi sumber-sumber pertumbuhan di luar Jawa. Itu akan menaikkan peran-peran daerah di luar Jawa, meskipun kita belum bisa pada kondisi ideal,” ungkap Bambang.

Ada pun Bambang menilai kontribusi Pulau Jawa masih sulit tergantikan. Ia menyebutkan bahwa Bappenas telah memperkirakan apabila peran Jawa dalam pertumbuhan ekonomi tidak akan bisa berada di bawah 50 persen.

“Sekarang kan [kontribusinya] sekitar 58 persen, paling jauh mungkin sampai 53 persen dalam waktu 27 tahun, pada 2045. Tidak ada jaminan itu bisa dilakukan, namun karena ini tidak mudah maka harus kita lakukan dari sekarang,” jelas Bambang.

Masih dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak menampik bahwa ketimpangan sosial masih terus menjadi tantangan bagi Indonesia. Tjahjo lantas menilai salah satu upaya yang bisa dilakukan guna meminimalisir ketimpangan itu adalah dengan mempercepat program infrastruktur, ekonomi, dan sosial.

“Seperti masalah gizi anak, angka kematian ibu hamil, dan bahkan soal air bersih saja belum semua daerah mampu mewujudkannya. Belum lagi terkait energi, seperti listrik,” kata Tjahjo.

Baca juga artikel terkait INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari