Menuju konten utama
2 Oktober 1998

Bank Mandiri Lahir dari Keruwetan Krisis 1998

Diayun zaman
terjepit. Dan, berhimpun
di masa sakit.

Bank Mandiri Lahir dari Keruwetan Krisis 1998
Museum Bank Mandiri di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. tirto.id/Gery

tirto.id - Suatu hari di tahun 1998, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie memanggil Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng untuk datang ke kediamannya di Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan.

Habibie menyampaikan bahwa ia berencana untuk menggabungkan empat bank milik pemerintah menjadi satu bank. Rencana ini juga merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan. Maklum, saat itu perbankan Indonesia tengah limbung.

Presiden lantas meminta masukan dari Tanri. Ia juga meminta usulan nama-nama orang Indonesia yang berpengalaman dalam perbankan. Nantinya, mereka ini yang akan diserahi tugas melaksanakan integrasi empat aset pemerintah menjadi satu BUMN.

Habibie pun menyodorkan sejumlah kriteria. Yang bersangkutan harus berwawasan jauh ke depan, pragmatis, tahan banting, dapat bekerja cepat, dan konsisten dalam mencapai sasaran tugas yang diberikan.

Secara spontan dan tegas, Tanri mengusulkan Robby Djohan, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia.

“Ada orang yang dapat mengganti Robby sebagai direktur utama Garuda?” tanya Habibie, seperti diungkapkannya dalam Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia menuju Demokrasi (2006: 192).

Tanri pun menyorongkan Abdul Gani sebagai kandidat.

Habibie lalu meminta Tanri untuk dalam waktu sesingkat-singkatnya mengajak Robby ke kediamannya. Setelah itu, Tanri pun meninggalkan rumah Habibie.

Setelah mendapatkan masukan dari Tanri, Habibie rupanya masih belum puas dan masih mencari masukan dari pihak lainnya. Presiden RI ke-3 ini lantas mengontak Josef Ackermann, salah satu direktur Deutsche Bank di Frankfurt.

Habibie mengenal Ackermann melalui Cartelieri, salah satu pimpinan Deutsche Bank yang juga kawan lamanya. Di mata Habibie, Ackerman adalah seorang profesional dalam dunia perbankan, memiliki wawasan yang meyakinkan, serta sikap seorang entrepeneur.

“Apakah Anda dapat bertemu dengan saya?" kata Habibie.

“Kapan, Pak?” tanya Ackermann.

“Kalau bisa kemarin,” jawab Habibie sambil bercanda.

“Sekarang sudah jam lima sore hari Jumat di London. Namun saya akan berada di Jakarta, hari Senin jam 10 pagi untuk bertemu dengan bapak,” jelas Ackermann.

Bagi Habibie, nasihat dan bantuan Ackermann diperlukan untuk mempersiapkan rencana menggabungkan empat bank pemerintah. Bank hasil penggabungan ini nantinya diberi nama ‘Bank Mandiri’ oleh Habibie.

Ambruknya Perbankan Nasional

Periode 1997-1998 merupakan tahun-tahun dengan keadaan yang begitu ruwet, kompleks, dan tidak menentu. Perekonomian nasional terpuruk, kondisi perbankan sangat mengkhawatirkan.

Terpuruknya perbankan nasional adalah imbas langsung dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal Juli 1997, kurs rupiah terhadap dolar bergejolak hampir dua kali lipat. Jika rata-rata per dolar hanya sebesar Rp2.450 pada semester I-1997, maka nilainya pada semester II-1997 melonjak jadi Rp4.650.

Pelemahan rupiah kemudian diikuti dengan kebijakan pengetatan likuiditas oleh bank sentral. Sayang, kebijakan itu malah membuat krisis kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, sehingga terjadi penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat.

Krisis kepercayaan terhadap perbankan kian parah ketika pemerintah Indonesia melikuidasi 16 bank pada November 1997, sesuai dengan rekomendasi yang tertuang di dalam Letter of Intent (LoI) antara pemerintah dengan IMF pada Oktober 1997.

Menurut Bank Indonesia (PDF), upaya yang semula dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan kepada perbankan ternyata ditanggapi negatif oleh masyarakat. Penarikan dana secara besar-besaran masih terjadi, sehingga sejumlah bank mengalami saldo negatif pada giro mereka di Bank Indonesia.

Dampak krisis pun semakin meluas, terutama yang menyangkut sektor perbankan. Penarikan dana di bank terus berlanjut. Untuk mencegah kehancuran sistem perbankan, pemerintah menempuh program stabilisasi dan reformasi secara menyeluruh.

Pada 15 Januari 1998, program stabilisasi yang mencakup restrukturisasi sektor keuangan dan sektor riil itu diteken pemerintah bersama IMF dalam bentuk LoI. Diharapkan dari program itu, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan kembali normal.

Kebijakan pemerintah itu di antaranya menjamin pembayaran seluruh kewajiban bank, baik kepada deposan maupun kreditur melalui program penjaminan (blanket guarantee). Adapun keputusan itu diteken pada 26 Januari 1998.

Penjaminan ini juga berlaku bagi nasabah kreditur 16 bank yang dilikuidasi dan bank-bank bermasalah lainnya. Program penjaminan ini nantinya akan dikenal dengan istilah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pemerintah juga membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Tugas utama BPPN adalah melaksanakan program penjaminan pemerintah atas kewajiban bank umum, sekaligus menyehatkan perbankan.

Di tangan BPPN, ada 54 bank masuk ke dalam program penyehatan yang terdiri dari empat bank persero, 37 bank umum swasta nasional, dua bank campuran dan 11 bank pemerintah daerah (BPD).

Infografik mozaik Bank Mandiri

Bank Pemerintah yang Mandiri

Di tengah upaya reformasi dan penyelesaian masalah perbankan, Habibie rupanya memiliki ide untuk membentuk bank komersial milik pemerintah yang dapat berkembang dan bergerak secara mandiri.

Bagi doktor teknik lulusan Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule Aachen, Jerman ini, Bank Indonesia yang sehat dan kuat seharusnya didampingi oleh bank komersial yang sehat dan kuat pula. Atas dasar itu, ide untuk menggabungkan bank-bank BUMN pun muncul.

Kebetulan, dari beberapa bank milik pemerintah, ada empat BUMN yang cocok dan tepat untuk dijadikan satu bank. Keempat bank itu adalah Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia.

Akhirnya, pada 2 Oktober 1998, tepat hari ini 20 tahun lalu, keempat bank tersebut digabung secara resmi dengan nama Bank Mandiri. Pendirian Bank Mandiri diikat dalam Peraturan Pemerintah No.75/1998. Adapun aset empat bank baru secara resmi digabungkan pada Juli 1999.

Harapan Habibie agar Indonesia memiliki bank yang berkembang dan mandiri tampaknya menjadi kenyataan. Saat ini, Bank Mandiri merupakan bank dengan nilai aset terbesar kedua di Indonesia, yakni senilai Rp945,62 triliun per Maret 2018.

Baca juga artikel terkait SEJARAH BANK MANDIRI atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Ivan Aulia Ahsan