Menuju konten utama

Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 3,50 Persen

Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen.

Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 3,50 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/2/2020). ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari/ama.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 22 dan 23 Juni 2022 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap sebesar 3,50 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam konferensi Kamis, (24/6/2022).

Selain itu, bank sentral juga menahan suku bunga deposit facility sebesar 2,75 persen dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.

Perry mengatakan, di tengah tekanan eksternal yang meningkat BI terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut. Salah satunya melalui penguatan kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi.

Selain itu, bank sentral juga akan mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah secara bertahap. Kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUK (Bank Umum Konvensional) yang pada saat ini sebesar 5,0 persen naik menjadi 6,0 persen mulai 1 Juni 2022, 7,5 persen mulai 1 Juli 2022 dan 9,0 persen mulai 1 September 2022.

Kemudian kewajiban minimum GWM Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) yang pada saat ini sebesar 4,0 persen, naik menjadi 4,5 persen mulai 1 Juni 2022, 6,0 persen mulai 1 Juli 2022, dan 7,5 persen mulai 1 September 2022.

Kenaikan GWM tersebut diklaimnya tidak akan mempengaruhi kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN.

Sebelumnya, ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, saat ini BI mempertimbangkan inflasi fundamental sebagai indikator utama dalam menentukan arah kebijakan moneternya. Meskipun inflasi umum diperkirakan akan berada di atas level 4 persen hingga akhir tahun ini, bank sentral belum akan menormalisasi suku bunga acuannya pada semester II- 2022 ini.

"Kenaikan inflasi hingga saat ini ini lebih dipengaruhi oleh supply side inflation sehingga inflasi fundamental belum menunjukkan peningkatan yang signifikan," kata Josua kepada reporter Tirto.

Namun, hingga akhir tahun ini BI diperkirakan akan mempertimbangkan untuk menormalisasi suku bunga acuannya sebesar 50-75 basis poin. Penyesuaian ini dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Meskipun BI berpotensi melakukan normalisasi suku bunga acuan BI7RR pada tahun ini, Josusa menilai transmisinya terhadap suku bunga perbankan tidak terlalu signifikan. Terutama suku bunga kredit yang diperkirakan masih akan bervariasi dan terdapat waktu penyesuaian dari industri perbankan.

Selain itu, kondisi likuiditas perbankan yang masih cenderung longgar diperkirakan juga akan tetap membatasi peningkatan suku bunga perbankan yang signifikan. "Oleh sebab itu, dampak dari kenaikan Fed terhadap suku bunga perbankan diperkirakan akan cenderung marginal," jelasnya

Seperti diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,75 persen pada rapat FOMC bulan ini. Kenaikan suku FFR tersebut mempertimbangkan kondisi di pasar tenaga kerja AS yang masih ketat serta inflasi AS yang juga masih cenderung tinggi.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA ACUAN BI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang