Menuju konten utama

Banjir Luwu Utara, Pemerintah Akui Dipicu Pembukaan Lahan Sawit

Alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit jadi salah satu faktor yang memperparah banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Banjir Luwu Utara, Pemerintah Akui Dipicu Pembukaan Lahan Sawit
Foto udara proses pencarian korban banjir bandang di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/7/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/wsj.

tirto.id - Kepala Pusat data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan bencana banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada Senin (13/7). Salah satu dari tiga alasannya yaitu, ada alih fungsi lahan di kawasan Luwu Utara.

"Ada tiga hal yang cukup penting mengapa kejadian ini banjir bandang ini bisa terjadi pertama adalah curah hujan yang tinggi. Kedua adalah peralihan fungsi lahan. Ketiga memang ada sejarah dalam patahan yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu lemah, sehingga memudahkan dalam longsor," ujar dia dalam konferensi pers virtual yang digelar BNPB, Minggu (19/7/2020).

Bentuk alih fungsi lahan di antaranya untuk perkebunan kelapa sawit. Yuli Utami, kasubdit Kelembagaan DAS Direktorat Perencanaan dan Evaluasi pengendalian DAS KLHK, menyebut ada hutan lindung dan produksi di hulu daerah banjir. KLHK akan menyelidiki ada atau tidaknya pembalakan liar yang ikut memperparah banjir Luwu Utara.

"Kami masih koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan dan Kesatuan Pemangku Hutan Rongkong, apakah ada ilegal logging," katanya.

Tidak hanya faktor alam, menurutnya, ada faktor manusia memperparah banjir Luwu Utara yakni adanya pembukaan lahan di hulu DAS Balease dan penggunaan lahan berupa perkebunan kelapa sawit.

"Adanya pembukaan lahan di daerah hulu DAS Balease dan penggunaan lahan massif berupa perkebunan kepala sawit," kata Yuli dalam konferensi pers yang sama.

BNPB mencatat, korban jiwa hilang ada 40 orang dan 36 jiwa meninggal. Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Wisnu Widjaja menjelaskan, selain korban hilang dan meninggal ada pula 14. 483 jiwa yang menjadi korban terdampak bencana banjir bandang.

"Sampai dengan 18 Juli 2020, korban jiwa yang meninggal dunia berjumlah 36 orang, 40 orang hilang. Luka-luka 58 orang, dan total korban terdampak ada 14.483 jiwa," kata dia.

Ia menjelaskan, bencana tersebut membuat kerusakan di berbagai fasilitas yang meliputi sembilan jembatan, 100 meter pipa air bersih, dua bendungan irigasi, satu pasar tradisional, sembilan unit sekolah, 13 unit rumah ibadah, tiga unit fasilitas kesehatan, dan delapan unit kantor pemerintahan. Banjir pun menyebabkan jalan sepanjang 12,8 kilometer rusak.

Wisnu menuturkan, terdapat tiga kecamatan terdampak banjir bandang, yakni Masamba, Sabbang, Baebuntah, Baebuntah Selatan, Malangke, dan Malangke Barat.

"Di mana 76 titik pengungsi tersebar di tiga kecamatan, yaitu di kecamatan Sabbang, Baibuntah, dan Masamba," jelas dia.

Untuk percepatan penanganan banjir, Bupati Luwu Utara telah menetapkan masa tanggap darurat mulai 14 Juli hingga 12 Agustus 2020.

Baca juga artikel terkait BENCANA BANJIR atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali