Menuju konten utama

Jangan Cuma Sorot Tambang Ilegal di Longsor Lebak, Pak Jokowi

Jokowi bilang banjir dan longsor di Lebak karena tambang ilegal, padahal menurut aktivis tambang legal pun bermasalah.

Jangan Cuma Sorot Tambang Ilegal di Longsor Lebak, Pak Jokowi
Presiden Joko Widodo (kanan) berdialog korban bencana di Desa Banjar Irigasi, Lebak, Banten, Rabu (7/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/af/foc.

tirto.id - Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terdampak banjir bandang dan longsor pada awal tahun. Bencana ini menyebabkan sejumlah kerusakan, termasuk yang sifatnya permanen.

Salah satu yang terdampak adalah 245 hektare sawah yang ada di delapan desa. Padi yang baru ditanami rata-rata tujuh hari di lokasi tersebut tertutup lumpur dan bebatuan.

Nanang, petugas UPT Pertanian Kecamatan Cipanas, mengatakan sawah-sawah itu "berubah fungsi menjadi aliran sungai". Air berasal dari luapan Sungai Ciberang.

Kerusakan masuk kategori permanen, jelas Nanang, atau dengan kata lain tak bisa lagi difungsikan sebagai tempat budi daya tanaman pangan. Padahal, "Cipanas merupakan daerah sentra pangan di Banten."

Sekolah-sekolah juga rusak. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lebak, Kaprawi, mengatakan ada 19 sekolah rusak berat. Beberapa gedung sekolah di Kecamatan Lebak Gedong bahkan hanyut.

Menurut data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, kerusakan ini mengakibatkan 1.253 siswa tidak bisa mengikuti kegiatan belajar.

Kapusdatinkom Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan di daerah ini banjir dan longsor menyebabkan enam orang meninggal dunia, satu orang orang hilang, 3.277 keluarga mengungsi, dan sejumlah orang luka-luka--angka pastinya belum diketahui--per Ahad, 5 Januari 2020, pukul 23.59.

Kepada reporter Tirto, Rabu (8/1/2020), Agus mengatakan kawasan Lebak pada dasarnya "rawan bencana."

Jangan Hanya Usut yang Ilegal

Presiden Joko Widodo mengunjungi salah satu kawasan terdampak pada Selasa (7/1/2019) lalu, tepatnya di Kampung Parakan Santri, Desa Banjar Irigasi, Kecamatan Lebak Gedong. Ia datang bersama para pembantunya, termasuk Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

Di lokasi ini jalanan masih dilapisi lumpur, tapi sudah ada beberapa alat berat yang membersihkannya.

Di sana Jokowi menyimpulkan kalau bencana terjadi "karena perambahan hutan." dan "penambangan emas secara ilegal." Mereka beroperasi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Ia lantas meminta kepala daerah untuk menghentikannya, sebab "enggak bisa lagi karena keuntungan satu, dua, tiga orang, [masyarakat] dirugikan."

Pernyataan Jokowi ini dikritik Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi. Baginya tidak cukup menyasar tambang-tambang ilegal, dan sama sekali keliru hanya menyalahkan mereka dalam bencana banjir dan longsor.

"Faktanya di Lebak juga terdapat izin usaha pertambangan yang izinnya diberikan pemerintah," kata Tubagus kepada reporter Tirto, Rabu (8/1/2020).

Tubagus mengatakan pemerintah harus berani mengevaluasi perizinan tambang tersebut, tak peduli apa statusnya. "Izin yang ada harus dievaluasi dan dicabut karena Lebak merupakan wilayah rawan longsor yang disebabkan oleh berbagai aktivitas eksploitatif," tegasnya.

Pernyataan Tubagus sebelumnya dikonfirmasi temuan BNPB. Dalam rilis pada 4 Januari, mereka menyebut banjir bandang dan longsor yang tepatnya melanda Kampung Cigobang, Kecamatan Lebak Gedong, selain disebabkan "hujan [dengan] intensitasi tinggi," juga karena "adanya galian tambang milik Aneka Tambang (Antam, BUMN) yang tidak dikembalikan fungsinya."

Kamis 9 Januari 2020 malam, Antam memberikan klarifikasi kepada Tirto. Mereka mengatakan "eks wilayah operasi Antam di Kabupaten Lebak tidak sebabkan banjir bandang."

Antam mengelola tambang emas di Cikotok, Kecamatan Cibeber, hingga 2008. Tahun 2015, Bupati Lebak mengeluarkan surat yang memutuskan Antam "telah berhasil melaksanakan reklamasi di wilayah pascatambang Cikotok."

Wilayah eks tambang ini bukan hulu Sungai Ciberang, tulis mereka. "Wilayah eks tambang Cikotok dengan wilayah terdekat bencana merupakan lokasi yang berbeda... berada pada 'punggungan' gunung yang berbeda... sehingga bukan menjadi penyebab banjir bandang."

Rilis BNPB yang dikutip di atas direvisi pada Jumat, 10 Februari 2019, setelah Antam memberi klarifikasi pula ke BNPB. Mereka tak lagi menyebut Antam, hanya mengatakan banjir dan longsor karena "adanya galian tambang yang tidak dikembalikan fungsinya."

Menurut Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar, pemerintah memang perlu lebih jeli melihat keberadaan tambang ilegal, sebelum menyalahkan mereka sepenuhnya. Menurutnya belum pernah ada penelitian yang menyimpulkan demikian. Maka aneh jika bencana muncul, ujug-ujug tambang ilegal yang dijadikan 'kambing hitam'.

Keberadaan para penambang ilegal ini juga tak bisa dilepaskan dari keberadaan tambang-tambang legal yang mulai menambang pada 1970an. "Dengan kata lain, para penambang ilegal itu tak serta merta ada jika tanpa 'peran' dari masa kolonial dan korporasi," katanya kepada reporter Tirto.

BANJIR BANDANG DI LEBAK

Sejumlah warga melihat kondisi jembatan yang rusak diterjang banjir bandang di Desa Sajira, Lebak, Banten, Rabu (1/1/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/af/aww.

Melky lantas mendesak pemerintah "mengevaluasi kebijakan dengan mencabut seluruh izin tambang & WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi), lakukan penegakan hukum, dan pulihkan kondisi sosial-ekologis yang telah rusak." Menurutnya itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan masyarakat.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan ingin memeriksa keberadaan tambang di pegunungan yang masuk ke dalam wilayah Jawa Barat dan Banten tersebut, termasuk Antam.

"Nanti kami panggil, kami cek semuanya," kata Siti, dikutip dari CNN Indonesia.

==========

Revisi: Naskah ini telah mengalami perubahan dua kali. Pada Kamis 9 Januari malam kami memuat klarifikasi Antam bahwa "eks wilayah operasi Antam di Kabupaten Lebak tidak sebabkan banjir bandang."

Pada Kamis 10 Januari siang, naskah mengalami perubahan judul dan isi karena situs BNPB yang kami kutip, yang menyebut kata Antam, direvisi. Kata Antam tak lagi muncul dalam rilis.

Baca juga artikel terkait BANJIR LEBAK atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino