Menuju konten utama

Banjir dan Tanah Longsor: Bagaimana Bisa Terjadi?

Banjir disertai tanah longsor kerap melanda sejumlah daerah di Indonesia ketika memasuki musim hujan.

Banjir dan Tanah Longsor: Bagaimana Bisa Terjadi?
Warga bergotong-royong membersihkan jalan yang amblas, di Nagari Kumanis, Kab.Sijunjung, Sumatera Barat, Senin (5/11/18). ANTARA FOTO/Tri Maiko Wahyu/aww.

tirto.id - Musim hujan telah tiba. Sungai yang debit airnya mulai menyusut bahkan kering kerontang mulai terendam air kembali. Kejadian banjir dan longsor di sejumlah daerah terus menjadi berulang tiap memasuki musim hujan.

Jumat (2/11), banjir bandang melanda sejumlah daerah di Kota Padang, Sumatera Barat. Tingginya curah hujan yang turun sejak Jumat siang mengakibatkan air menggenangi sekitar 600 rumah warga.

Beberapa kawasan yang digenangi air ketinggian 70 hingga 100 cm adalah Batuang Taba, Gurun Laweh, dan Seberang Padang. Dilaporkan bahwa dua anak meninggal dunia karena terjangan banjir. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat langsung menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari.

Di RW 011 Kelurahan Alai Parak Kopi, luapan air banjir kanal mengakibatkan kerusakan rumah warga, delapan unit di antaranya rusak parah. Jalan yang menghubungkan Kecamatan IV Koto Aur Malintang Kabupaten Padang Pariaman dengan Kabupaten Agam, Sumatra Barat terputus karena tertimbun material tanah longsor.

Meningkatnya volume air turut memutus jembatan di Beringin, Kecamatan Lubuk Kilangan dan di Bungus Timur Lubuk Hitam, Kecamatan Bungus Teluk Kabung putus. Pada Senin (5/11) malam, hujan lebat kembali mengguyur Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang. Akibatnya, dua unit rumah di Korong Guguak, Padang Pauah, Nagari Lurah Ampalu, Kecamatan VII Koto tertimbun tanah longsor.

ergeser ke Jawa Barat, pada Selasa (6/11) dini hari pukul 01.00 WIB, banjir dan tanah longsor melanda Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat. Akibatnya, sejumlah desa seperti Cikuya, Ciawi. Cikupa, Ciandum, dan Ciheras dihantam banjir. Ruas jalan Cipatujah menuju, Ciheras, Pameungpeuk atau Garut Selatan lumpuh. Banjir dan longsor juga merenggut dua nyawa.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan kejadian tersebut berawal dari hujan dengan intensitas tinggi sehingga membuat air di aliran sungai Cipatujah meluap.

Di Trenggalek, Jawa Timur, hujan lebat pada Senin (5/11) malam mengakibatkan banjir setinggi lebih dari 30 cm di perkampungan warga di empat RT Desa Masaran, Kecamatan Munjungan. Salah satu dapur rumah warga di Desa Masaran, Kecamatan Munjungan tertimbun longsoran tanah dari tebing di belakang rumah. Di Dusun Suwaru, ruas jalan kampung tertimbun longsor dari tebing di sisi jalan, mengakibatkan sebagian badan jalan amblas.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat selama kurun waktu Januari sampai Februari 2018, dari 513 bencana alam, 157 dan 137 di antaranya adalah bencana banjir dan longsor. Sepuluh kasus adalah kombinasi banjir dan tanah longsor. Selama awal 2018, tercatat 45 korban jiwa meninggal dunia dan hilang akibat longsor.

Menurut Sutopo, sejak 2014 longsor menjadi bencana paling mematikan di Indonesia. BNPB memperkirakan sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia bermukim di daerah rawan longsor pada level sedang hingga tinggi.

Mengurai Pemicu Banjir dan Tanah Longsor

Musim hujan mengakhiri kekeringan dan hawa panas, namun juga mendatangkan momok bagi warga yang daerahnya berpotensi diterjang banjir dan tanah longsor. Awal September 2018, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa awal musim hujan 2018/2018 akan terjadi pada Oktober-November-Desember 2018. Setiap wilayah memasuki musim hujan di waktu yang tak bersamaan. Musim hujan 2018/2019 diprediksi akan mencapai puncaknya pada Januari-Februari.

Terkait curah hujan tinggi yang terasa di awal November ini, BMKG pada Senin (5/11) mengingatkan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia mengalami peningkatan hujan dan meminta masyarakat untuk waspada.

"Dengan melemahnya aktivitas aliran massa udara kering dari Australia, serta terbentuknya area pertemuan angin di wilayah Jawa dan masih adanya pola sirkulasi siklonik di sekitar wilayah Perairan Barat Sumatera, Kalimantan dan Perairan Kep. Natuna membuat curah hujan di wilayah Sumatera dan Kalimantan hingga saat ini masih tinggi intensitasnya, sebagai catatan hujan yang memiliki kisaran lebih dari 20 mm/hari masih berada di wilayah Sumatera, Kalimantan serta Papua," tutur Deputi Bidang Meteorologi Mulyono R. Prabowo dalam siaran pers BMKG.

Konsentrasi curah hujan meluas ke wilayah Jawa dalam tiga hari ke depan disebabkan oleh perlambatan dan area pertemuan angin yang memanjang dari Jawa bagian Timur hingga Barat sehingga meningkatkan kelembapan udara di wilayah Jawa. Kondisi tersebut diperkirakan memicu potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang selama beberapa hari ke depan di hampir seluruh wilayah Indonesia, dari Aceh hingga Papua.

National Geographic menyebutkan, tingginya curah hujan adalah salah satu pemicu banjir, selain jebolnya bendungan air, pencairan es dari pegunungan, dan lain sebagainya.

Infografik Penyebab Banjir dan Tanah Longsor

Ketika sungai meluap, air yang bergerak memiliki daya hancur yang luar biasa. Struktur bangunan yang tak cukup kuat bisa tumpas disapu air. Tak cuma melumat area permukaan yang biasanya kering, air yang deras dapat menyeret struktur tanah penyangga fondasi bangunan. Dampaknya pada bangunan mudah ditebak, mulai dari sekadar retak, bergeser, hingga runtuh dan terseret arus air.

Erosi ketika intensitas curah hujan tinggi membuka celah bagi bencana tambahan selain banjir, yaitu tanah longsor.

Penyebab tanah longsor memang beragam, mulai dari hujan, gempa bumi, pencairan salju, aktivitas gunung berapi, erosi sungai, gangguan aktivitas manusia atau kombinasi dari beberapa faktor yang membuat sebuah lereng tidak stabil. Tanah longsor adalah kondisi di mana ada pergerakan batuan, tanah, atau puing-puing di bagian tanah yang miring.

Tanah longsor bisa bermula dari lereng yang sudah rentan bergerak karena curah hujan, pencairan salju, perubahan tingkat air, erosi sungai, perubahan air tanah, gempa bumi, aktivitas gunung berapi, gangguan oleh aktivitas manusia, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Guncangan gempa bumi juga dapat menyebabkan tanah longsor di bawah air. Tanah longsor ini disebut tanah longsor bawah laut, yang terkadang menyebabkan tsunami yang merusak wilayah pesisir.

Namun, yang paling sering memicu longsor adalah hujan lebat. United States Geological Survey (USGS) menjelaskan, penjenuhan tanah di lereng, curah hujan dengan intensitas tinggi dan berkepanjangan adalah pemicu longsor yang paling sering terjadi.

Dalam konteks bencana banjir dan tanah longsor, keadaan hutan di hulu sungai atau sekitar lereng permukiman warga bisa menjadi jalan masuk untuk memahami penyebab bencana air dan pergerakan tanah. Pasalnya, hutan adalah ekosistem kompleks yang mempengaruhi hampir setiap spesies di bumi. Hutan yang gundul dapat mengundang bencana alam baik secara lokal maupun global, sebagaimana dijelaskan oleh Live Science.

Pepohonan di hutan, misalnya, mampu menyerap hujan dan menghasilkan uap air yang dilepaskan ke atmosfer melalui proses fotosintesis. Akar-akar pohon mampu menghentikan limpasan air agar tak terjun bebas ke bawah. Selain menahan air dan menyimpannya, akar pohon bisa berperan sebagai kawat alami yang memagari tanah agar tidak mudah kehilangan kekuatan sehingga menyebabkan erosi. Akhirnya, perubahan iklim dan alih fungsi lahan hutan yang tidak mengindahkan tata ruang lingkungan turut berkontribusi pada terjadinya banjir bandang dan tanah longsor di berbagai daerah di Indonesia maupun dunia.

Baca juga artikel terkait BANJIR atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Humaniora
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf