Menuju konten utama

Banjir Bidara Cina: Warga Keluhkan Kali Ciliwung Tak Dikeruk

Dinas SDA DKI Jakarta dan BBWS Ciliwung-Cisadane saling tuding terkait belum dilaksanakannya normalisasi sungai yang juga mencakup proses pengerukan.

Banjir Bidara Cina: Warga Keluhkan Kali Ciliwung Tak Dikeruk
Warga di RT 10 RW 11 Kelurahan Bidara Cina, Jakarta Timur pada Sabtu (27/4) siang mulai membersihkan rumah dan jalanan dari lumpur dan sampah akibat banjir sungai Ciliwung. tirto.id/Tony Firman

tirto.id - Misbach (64), Ketua RW 11 Kelurahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, tak bisa tidur setelah mendengar kabar Bendungan Katulampa di Bogor siaga satu akibat hujan deras pada Kamis (25/4/2019) lalu. Ia langsung mengemasi barang-barang yang dianggap berharga.

Misbach tentu tak sendiri, warga Bidara Cina lainnya yang rumahnya di sekitaran kali Ciliwung pun ikut siaga. Benar saja, pada Jumat (26/4/2019) pukul 5 pagi air mulai meluap ke permukiman warga. Makin siang, luapan air makin meninggi.

Puncak banjir terjadi saat warga RW 11 bersiap menunaikan ibadah salat Jumat. Saat itu, ketinggian banjir mencapai tiga meter.

Rumah milik Misbach hanya digenangi air setinggi mata kaki orang dewasa. Pasalnya, permukaan rumah dia agak tinggi dan berjarak 30 meter dari bibir sungai. Sementara rumah-rumah warga yang berada di dekat sungai dan tanah landai tergenang cukup tinggi.

Banyak warga yang kemudian menitipkan barang-barangnya di rumah Misbach. Ia secara sukarela begadang untuk menjaga barang-barang tersebut. Ia mengaku sudah dua malam hanya tidur selama dua jam.

“Di punggung saya sudah tempel-tempelan koyo. Enggak tidur karena yang lainnya banyak yang lelah [berkemas dan mengungsi]. Tenaga hansip berkurang. Di sisi lain warga lebih aman menaruh barang di rumah saya,” kata Misbach kepada reporter Tirto, Sabtu (28/4/2019).

Kakek kelahiran Bidara Cina pada 1955 ini mengatakan banjir sekarang memang bukan yang terbesar jika dibanding sebelumnya. Misalnya pada 2007, rumah miliknya sampai terendam air setinggi tiga meter. Meski begitu, menurut dia tetap saja banjir kali ini membikin warga RW 11 kelimpungan dan mengungsi.

Warga RW 11 yang terdampak banjir terpaksa mengungsi di beberapa lokasi seperti Masjid, Mushola, Sasana Krida Karang Taruna dan RPTA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) Permata Intan. Suku Dinas Sosial, Palang Merah Indonesia (PMI) dan LSM Aksi Cepat Tanggap (ACT) pun urun bantuan berupa makanan dan bahan pokok lainnya.

Permukiman yang terdampak banjir paling parah berada di RT 6, RT 10, RT 12, dan RT 13 lantaran posisinya paling dekat dengan sungai. Sedangkan RT 1 sampai RT 3 hanya beberapa rumah saja yang terdampak banjir.

Meski banjir di Bidara Cina mulai surut pada Sabtu (27/4/2019) siang, tapi menyisakan lumpur yang cukup tebal dan sampah yang berserakan.

Pengerukan Sungai Ciliwung

Reporter Tirto kemudian bertemu Sujan (63), warga yang rumahnya tepat di belakang sungai Ciliwung. Jika menengok ke belakang rumah dia, tampak pemandangan kali Ciliwiung yang airnya keruh.

“Dari Jumat subuh, nambah terus [ketinggian air banjir]. Tingginya kurang tahu dah, menutup rumah pokoknya,” ujar Sujan sambil menunjuk bekas garis muka air yang menempel di dekat jendela rumah.

Sekeliling rumah Sujan nampak genangan lumpur yang cukup tebal. Sujan bahkan memperingatkan reporter Tirto untuk tidak mendekati kali karena lumpurnya masih tebal.

Menurut Sujan banjir kali ini cukup besar jika dibanding beberapa tahun ke belakang. Ia mengenang saat kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, meski terjadi banjir tapi tak setinggi saat ini.

Sujan menuturkan kebijakan Ahok memasang turap dan mengeruk sungai Ciliwung membuat debit air lebih terkontrol. Namun, semenjak Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia tak pernah melihat lumpur sungai dikeruk. Hal itu mengakibatkan pendangkalan di sungai Ciliwung.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, Bambang Hidayah membenarkan sejak 2017 belum ada kegiatan normalisasi kali Ciliwung yang juga mencakup proses pengerukan. Ia berdalih masih menunggu pembebasan lahan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

"Terakhir kami melakukan normalisasi adalah di tahun 2017," ujar Bambang kepada reporter Tirto, Minggu (28/4/2019).

Namun Sekertaris Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Rodia Renaningrum mengklaim sudah melaporkan pengadaan tanah untuk normalisasi sungai kepada BBWS Ciliwung-Cisadane sejak 2018.

"Kelihatannya sih tahun ini mereka [BBWS] akan mulai," kata Rodia kepada reporter Tirto.

Sembari menunggu pelaksanaan normalisasi oleh BBWS, Rodia mengklaim Pemprov DKI sudah beberapa kali melakukan pengerukan di sungai Ciliwung. Namun ia belum bisa menunjukkan data kapan dan di titik mana saja pengerukan itu dilakukan.

"Karena pengadaanya lama, kami biasa keruk dulu beberapa kali-nya," ujarnya.

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Gilang Ramadhan