Menuju konten utama
Advertorial

Bangun Sesuai Rencana Tata Ruang, Hindari Bencana Mendatang

Selain sistem peringatan—yang menyeluruh, akurat, dan tepat waktu—dan keterlatihan masyarakat menghadapi bencana, diperlukan pula penataan ruang berbasis mitigasi bencana.

Bangun Sesuai Rencana Tata Ruang, Hindari Bencana Mendatang
Ilustrasi Tata Ruang. FOTO/iStockphoto

tirto.id - “Kami tidak tahu apa yang terjadi. Tiba-tiba panggung terbalik. Masuk ke air laut, digulung lumpur, minum banyak air, kaki di atas dan kepala di bawah,” demikian kesaksian Riefian Fajarsyah atau Ifan, vokalis band Seventeen, yang menjadi korban tsunami pada Sabtu (22/12/2018) malam. Saat itu, Seventeen tampil di acara piknik keluarga karyawan PLN, di Tanjung Lesung Beach Resort, Pandeglang, Banten. Bencana tersebut membuat Ifan kehilangan istri dan rekan-rekannya.

Korban lainnya, Sofiah, masih menantikan kabar suaminya ketika ditemui wartawan Tirto. Pasangan asal Bekasi itu sedang berwisata saat tsunami menghantam Pantai Karang Bolong, Cinangka, Serang, Banten. Menurut Lukman, putra mereka, sang ayah terakhir kali diketahui sedang memancing di dermaga.

Menurut data yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Selasa (25/12/2018) pukul 13.00 WIB, bencana itu telah membuat 429 orang meninggal dunia, 154 orang hilang, 1.485 korban menderita luka-luka, serta 16.082 orang mengungsi.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan pada 2007 terdapat 887 bencana alam di Indonesia. Jumlah ini meningkat menjadi 2.004 kejadian pada 2010 dan 2.313 pada 2016. Sedangkan pada 2017, hingga 25 Desember 2017, terdapat 2.156 kasus. Tahun ini adalah yang terburuk dengan 2.426 bencana, 4.231 korban jiwa, 6.948 korban luka, dan 9.956.395 pengungsi.

Infografik Advertorial Bangun Sesuai Rencana

Infografik Advertorial Bangun Sesuai Rencana, Hindari Bencana

Indonesia memang rentan bencana. Gempa berkekuatan 7 Skala Richter (SR) pada Minggu (5/8/2018) malam yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, misalnya, disebabkan oleh pergeseran dan tubrukan tiga lempeng besar yang berada di wilayah negeri ini: Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat dan barat laut dengan kecepatan 10 cm/tahun, Lempeng Samudra India-Benua Australia (Indo-Australia) yang bergerak ke arah utara dan timur laut dengan kecepatan 7 cm/tahun, dan Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 13 cm/tahun.

Indonesia juga rawan diguncang gempa sebab berada di area Cincin Api Pasifik (Ring of Fire). Cincin Api Pasifik adalah serangkaian gunung berapi berbentuk tapal kuda sepanjang 40.000 kilometer. 90% gempa yang terjadi (dan 81% gempa terbesar) di dunia terjadi di sepanjang “sabuk gempa Pasifik” ini.

Fakta tersebut mengharuskan Indonesia memiliki kewaspadaan tinggi terhadap bencana. Selain sistem peringatan—yang menyeluruh, akurat, dan tepat waktu—dan keterlatihan masyarakat menghadapi bencana, diperlukan pula penataan ruang berbasis mitigasi melalui Rencana Tata Ruang (RTR) sebagaimana diatur UU Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, sebagai upaya peningkatan keselamatan dan kenyamanan kehidupan masyarakat Indonesia.

“Aturan sudah tertera dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dan untuk aturan lebih rincinya sedang didorong agar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) segera diselesaikan pemerintah-pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Rincian perihal mitigasi bencana juga akan dimuat dalam RDTR tersebut seperti aturan pembangunan tanggul, jarak aman dari pinggir pantai, hingga jalur evakuasi pada wilayah-wilayah tertentu,” ujar Abdul Kamarzuki, Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Rencana Tata Ruang terbagi atas struktur dan pola ruang. Terkait pengurangan risiko bencana, struktur ruang mengatur jalur evakuasi, tempat evakuasi sementara (TES), dan tempat evakuasi akhir (TEA). Pola ruang mengatur daerah mana yang boleh dibangun dan mana yang harus dilindungi.

Secara administratif, RTR terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. RTRW Kabupaten/Kota diperinci menjadi RDTR yang mencakup kecamatan-kecamatan dengan peta berskala 1:5.000. RDTR memiliki informasi detail tentang pemanfaatan ruang apa saja yang dibolehkan beserta ketentuannya.

Untuk mempermudah masyarakat mendapatkan informasi penataan ruang, Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN telah menyediakan pelantar (platform) yang memungkinkan masyarakat memeriksa fungsi lahan secara mandiri dan mudah. Namanya GIS Taru, singkatan dari Geographic Information System Tata Ruang. Pelantar yang diluncurkan pada Selasa (07/08/2018) ini dapat diakses pada gistaru.atrbpn.go.id

Pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang perlu dijalankan bersama oleh pemerintah dan masyarakat sebagai upaya meminimalkan risiko bencana dan menyelamatkan masa depan Indonesia.

Baca juga artikel terkait TATA RUANG atau tulisan lainnya dari Advertorial

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial