Menuju konten utama

Bandara 'Gudang Garam' di Kediri Dianggap Boros & Tak Tepat Sasaran

Pembangunan bandara baru di Kediri, Jawa Timur, yang diproyeksikan rampung pada akhir 2021, dianggap pemborosan salah satunya karena konektivitas di wilayah tersebut sudah bagus.

Bandara 'Gudang Garam' di Kediri Dianggap Boros & Tak Tepat Sasaran
Dari kiri ke kanan Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Desa Pembangunan Tertinggal dan transmigrasi Eko Putro Sandjojo melakukan kunjungan kerja di kawasan terdampak pembangunan bandara di Grogol, Kediri, Jawa Timur, Sabtu (31/8/2019). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/hp.

tirto.id - Pembangunan 'Bandara Gudang Garam' di Kediri, Jawa Timur, dianggap pemborosan dan tidak tepat sasaran. Bandara tersebut akan dibangun tahun depan dengan biaya investasi Rp6 triliun.

Disebut 'Bandara Gudang Garam' karena pembangunan ini menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yakni PT Gudang Garam Tbk., melalui anak usahanya PT Surya Dhoho Investama, dengan PT Angkasa Pura I.

Konsultan penerbangan dari Arista Indonesian Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menilai bandara itu tidak begitu dibutuhkan lantaran transportasi umum dan konektivitas dari dan ke Kediri sudah cukup baik.

“Toh sudah ada jalan tol ke sana. Lalu, transportasi umum seperti bus dan kereta api juga ada, dan nyaman. Jadi buat apalagi ada bandara?” katanya kepada reporter Tirto, Senin (02/09/2019).

Belum lagi, minat masyarakat menggunakan jasa angkutan udara dari Kediri juga tampaknya tidak begitu tinggi. Arista khawatir jika bandara hanya digunakan para pelaku usaha atau segelintir orang saja.

“Paling yang pakai cuma dari perusahaan-perusahaan saja, seperti Gudang Garam. Maskapai tentu pikir-pikir juga kalau mau masuk ke sana. Kalau sepi, ya, pasti tidak akan mau terbang,” jelas Arista.

Penulis buku berjudul Manajemen Operasional Bandar Udara (2014) ini berpendapat, alih-alih membikin di Kediri, seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan bandara baru di luar Jawa, seperti Papua, Maluku, dan daerah sekitarnya.

Kepala Bagian Kerja Sama Internasional Humas dan Umum Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengatakan dana bandara baru di Kediri sama sekali tidak berasal dari anggaran negara.

“Tidak ada pembiayaan dari APBN untuk bandara di Kediri. Pemerintah hanya melakukan pengawasan atas standarnya saja. Pembiayaan bandara itu memakai skema KPBU,” katanya kepada Tirto.

Tidak Masuk Rencana Induk

Bandara di Kediri ternyata tidak masuk dalam Rencana Induk Nasional Bandar Udara sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 69/2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional (PDF).

Rencana Induk Nasional Bandar Udara adalah blueprint atau cetak biru dalam pembangunan bandara di Indonesia sampai 2030. Dalam menyusun cetak biru itu, terdapat sejumlah aspek yang diukur.

Beberapa di antaranya rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, hingga keterpaduan intra dan antarmoda transportasi.

Dalam Rencana Induk Nasional Bandar Udara tersebut, Provinsi Jawa Timur diproyeksikan hanya memiliki enam bandara, terletak di Surabaya, Malang, Banyuwangi, Sumenep, Jember dan Gresik.

“Pemerintah sekarang memang kerap kali tidak sejalan dengan Tatanan Kebandarudaraan Nasional saat membangun bandara. Padahal, sudah melalui studi kelaikan. Seharusnya fokus saja di sana,” tutur Arista.

Namun bagi Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA), pembangunan bandara baru di Kediri justru prospektif untuk maskapai penerbangan.

“Saya pikir bagus karena bandara di Jatim memang, setahu saya, baru ada di Banyuwangi dan Surabaya. Sementara penduduknya banyak. Ekonomi [di Kediri dan sekitarnya] juga okelah,” kata Bayu Sutanto, Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA kepada reporter Tirto.

Sejumlah menteri berkunjung ke Kediri membahas rencana pembangunan bandara ini Sabtu (31/08/2019) lalu. Menteri yang hadir antara lain Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi serta Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan A. Djalil.

Hadir pula Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. Hadir juga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Budi Karya Sumadi mengatakan bandara di Kediri akan dibangun pada awal 2020. Rencananya, bandara yang dibangun ini akan selesai dalam kurun waktu 2 tahun atau akhir 2021.

“Saya memastikan bandara ini jadi dibangun, apalagi ini telah melalui proses panjang dan sudah dijadikan proyek strategis nasional,” kata Budi, dikutip dari Antara.

Budi optimistis kehadiran bandara baru akan memberikan dampak positif bagi perkembangan Kediri dan sekitarnya. Tak hanya itu, kehadiran bandara ini juga bakal membuka kesempatan kerja baru bagi warga sekitar.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta agar masyarakat Kediri yang lahannya terdampak pembangunan bandara untuk tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin menghambat pembangunan bandara.

“Tidak ada yang bermaksud merugikan masyarakat, pasti akan memberi nilai tambah karena itu perintah dari Presiden untuk memberikan yang terbaik terhadap rakyat,” tutur Luhut.

Luhut juga menambahkan bahwa proyek pembangunan bandara di Kediri bukan milik atau untuk PT Gudang Garam, tetapi untuk kepentingan rakyat.

Baca juga artikel terkait BANDAR UDARA atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Rio Apinino