Menuju konten utama

Bahlil: Bali Compendium Senjata RI Lawan Gugatan Nikel di WTO

Kesepakatan Bali Compendium diharapkan bisa menjadi senjata Indonesia khususnya terkait gugatan terhadap larangan ekspor nikel di WTO.

Bahlil: Bali Compendium Senjata RI Lawan Gugatan Nikel di WTO
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (31/5/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Kesepakatan Bali Compendium diharapkan bisa menjadi senjata Indonesia khususnya terkait gugatan terhadap larangan ekspor nikel di World Trade Organization (WTO). Bali Compendium lahir dari pertemuan Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, Bali Compendium jadi secercah harapan agar negara lain tidak mengintervensi dan menghargai kebijakan masing-masing-masing, khususnya terkait hilirisasi.

"Kaitannya dengan WTO karena mereka kan sudah terikat dengan kesepakatan ini. Kenapa lagi mereka harus mempersoalkan itu di WTO? Dan Indonesia saya sudah sampaikan di beberapa forum bahwa kita tidak akan mundur sedikit pun. Sekalipun kalian bawa ke pengadilan lebih tinggi daripada WTO. Kalau ada pengadilan lain-lain silakan saja," katanya dikutip Antara, Jakarta, Senin (26/9/2022).

Bahlil menjelaskan, Bali Compendium akan menjadi acuan kebijakan masing-masing negara dalam merancang dan melaksanakan strategi untuk menarik investasi berkelanjutan. Dalam hal ini, setiap negara diberi kekuasaan dalam menyusun strateginya sesuai dengan keunggulan komparatifnya.

Oleh karena itu, Bahlil menilai tidak seharusnya ada negara atau pihak yang menghalangi kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi yang dilakukan Indonesia.

Hilirisasi jadi salah satu jalan yang dilakukan sejumlah negara maju di masa lalu. Maka, menurutnya, tidak adil jika negara maju yang mengintervensi kebijakan hilirisasi tidak mendukung upaya Indonesia untuk maju dan berkembang.

"Karena Indonesia ini sudah merdeka, tidak boleh kita diintervensi oleh negara manapun. Yang salah itu adalah ketika kita tidak menerima investasi hilirisasi dari mereka. Tapi ketika kita hanya membangun hilirisasinya di negara kita supaya nilai tambahnya ke kita, silakan investornya datang ke kita. Toh negara mereka juga seperti itu dulu kok di tahun 60an-70an. Masa ketika mereka berkembang dari negara berkembang ke maju boleh, tapi jalan kita dipotong," katanya.

Saat ini, Indonesia sedang menunggu hasil akhir dari proses penyelesaian sengketa dagang yang dilayangkan oleh Uni Eropa dalam sidang WTO terkait larangan ekspor bijih nikel. Gugatan tersebut sedang dalam proses panel sengketa awal dan masih menunggu keputusan final dari WTO.

Pelarangan ekspor bijih nikel ini telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak 1 Januari 2020 lalu, dan diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Pelarangan ekspor bijih nikel dilakukan dalam rangka mendorong hilirisasi nikel agar nilai tambah komoditas tersebut bisa dirasakan sepenuhnya untuk kepentingan dalam negeri.

Baca juga artikel terkait LARANGAN EKSPOR NIKEL

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Editor: Anggun P Situmorang