Menuju konten utama
Isu Sampah di Pesisir Semarang

Bahaya Sampah Plastik di Laut dan Imbas Minimnya Hasil Nelayan

Hasil tangkapan nelayan di pesisir Semarang semakin turun, salah satu penyebabnya akibat sampah plastik di laut.

Bahaya Sampah Plastik di Laut dan Imbas Minimnya Hasil Nelayan
Kondisi sampah di Pesisir Tambakrejo, Semarang. Tirto.id/Baihaqi Annizar.

tirto.id - Tidak semua pantai menyuguhkan pemandangan menawan. Kalau jalan-jalan di pesisir pantai utara Semarang seperti di Kampung Bahari Tambaklorok, tidak ada deburan ombak dan hamparan pasir indah. Yang tampak hanya tanggul penahan ombak dan rumah rusak dihantam ombak.

Pemandangan di pesisir dekat Kampung Tambakrejo Semarang lebih miris. Sepanjang mata menatap yang terlihat hanya hamparan sampah. Bahkan sampah meruak hingga dekat kawasan permukiman.

Sampah yang tampak di pesisir Tambakrejo ternyata hanya bagian kecil dari sampah yang bertebaran di laut. Syafi'i (31) warga setempat yang bekerja sebagai nelayan tahu betul kondisinya. Saat menjala ikan, ia selalu dihadapkan pada masalah sampah.

"Nebar jaring di laut, kan, pengennya dapat ikan, tapi seringnya yang kena malah sampah. Itu karena saking banyaknya sampah," cerita Syafi'i saat ditemui kontributor Tirto, Kamis (23/2/2023) siang.

Keluhan serupa juga diungkapkan nelayan bernama Marzuki (34). Sampah dianggap menghambat aktivitas nelayan, tak jarang jaring miliknya rusak terkoyak sampah. "Paling jengkel kalau ada sampah popok nyangkut di baling-baling perahu, bikin macet dan airnya nyiprat ke mana-mana," begitu ia menggerutu.

Menurut Marzuki, sampah di kawasan Tambakrejo merupakan sampah kiriman dari hulu sungai. Tambakrejo sendiri menjadi muara dari aliran sungai Banjir Kanal Timur (BKT). Ketika musim penghujan, volume sampah sungai yang menuju laut semakin banyak.

Di laut, sampah plastik sekali pakai bekas botol minum, sampah plastik bekas makanan ringan terombang-ambing, sebagian mengendap, sebagian lagi terbawa ombak ke bibir pantai. "Yang paling kelihatan memang sampah di pinggir. Padahal, di laut lebih banyak, belum lagi yang mengendap bercampur lumpur," kata Marzuki.

Hasil Tangkapan Nelayan Menurun

Sampah di lautan tidak hanya menghambat aktivitas nelayan saat proses melaut, tetapi juga mempengaruhi hasil tangkapan. Marzuki merasakan penurunan jumlah tangkapan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan masalah ini sudah menjadi perbincangan umum di kalangan nelayan.

Sepuluh tahun lalu, kata Marzuki, sekali melaut bisa mendapat ikan dan kepiting hingga 25 kilogram. "Sekarang dapat lima kilogram saja sudah lumayan. Emang bedanya jauh dibanding dulu saat sampah di laut belum sebanyak ini," paparnya.

Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Semarang Slamet Ari Nugroho mengamini fenomena penurunan hasil tangkapan nelayan. Ia kerap mendengar curhat para nelayan mengenai masalah tersebut, termasuk soal sampah plastik di laut.

Penurunan hasil tangkapan masing-masing nelayan bisa berbeda. Namun, semua nelayan merasakannya. Saat ini nelayan yang terdata KNTI Kota Semarang sebanyak 973 orang. Jumlah nelayan se-Kota Semarang diperkirakan mencapai 1.200-an.

Sampah di Pesisir Tambak Rejo

Kondisi sampah di pesisir tambakrejo semarang tirto.id/Baihaqi Annizar

Di tengah kesibukannya sebagai Ketua KNTI, pria yang akrab disapa Ari itu tetap menyempatkan melaut demi mengetahui masalah riil yang dihadapi nelayan. "Jumlah tangkapan hasil laut memang tidak sebanyak dulu. Saya merasakan sendiri," ujarnya.

Padahal, katanya, perairan Semarang bisa dibilang sebagai "mangkuk" tempat berkumpulnya aneka jenis biota laut. Tak heran, jika banyak nelayan dari luar kota berkumpul di laut Semarang. Namun, kondisi itu perlahan berubah, jumlah ikan terus berkurang.

"Jika dirata-rata, hasil tangkapan nelayan saat ini mengalami penurunan hingga 70 persen dibandingkan dengan hasil tangkapan 15 tahun lalu," ujar Ari.

Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan. Di antaranya, hilangnya hutan mangrove yang menjadi habitat kepiting, ikan, dan udang. Keberadaan kawasan industri juga turut berperan, apalagi jika ada pabrik yang membuang limbah ke laut.

Faktor lain yang menyebabkan ekosistem laut terganggu, menurut Ari, adalah banyaknya sampah di lautan. Sampah plastik tidak bisa benar-benar hilang. Ia akan terurai menjadi mikroplastik, nanoplastik, dan partikel kecil lainnya yang tidak kalah bahaya.

Mikroplastik sumbernya bisa berasal dari pabrikan, contohnya kosmetik atau pasta gigi. Atau, berasal dari plastik yang terkena degradasi alam, paparan cahaya UV, pecah karena gelombang laut, hingga gerakan mekanik.

Sampah di Pesisir Tambak Rejo

Kondisi sampah di pesisir tambakrejo semarang tirto.id/Baihaqi Annizar

Rafika Aprilianti selaku koordinator riset mikroplastik pada Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menjelaskan secara logis mengapa mikroplastik di lautan bisa berdampak pada penurunan hasil tangkapan nelayan.

Berdasarkan penelitiannya, mikroplastik yang masuk di dalam tubuh hewan seperti ikan bisa mengganggu hormon hewan tersebut. "Gangguan hormon menjadikan ikan berkelamin ganda, akhirnya tidak ada perkawinan. Kalau itu terus terjadi, otomatis jumlah ikan semakin sedikit," jelas Rafika.

Mikroplastik Mengancam Kesehatan

Rafika menambahkan, mikroplastik mempunyai ikatan kimia terbuka yang mudah mengikat polutan-polutan berbahaya. Mikroplastik bisa mengontaminasi ekosistem laut yang apabila dikonsumsi manusia dapat berdampak buruk pada kesehatan.

Ecoton pernah mengidentifikasi mikroplastik pada ikan dan kerang yang diambil dari Pantai Surabaya, Jawa Timur. Hasilnya, penelitian itu menyatakan sampel ikan dan kerang yang diteliti ternyata mengandung berbagai jenis mikroplastik.

"Mikroplastik jenis fiber dan filamen paling banyak kami temukan pada saluran pencernaan ikan dan kerang. Ini menunjukkan jenis hewan laut yang biasa kita konsumsi ternyata mengandung mikroplastik," jelasnya.

Mikroplastik yang termakan dan mengontaminasi tubuh manusia tidak bisa dirasakan bahayanya secara langsung. "Itu akan terakumulasi dalam tubuh secara bertahap. Efeknya baru bisa dirasakan setelah 5-10 tahun berikutnya," imbuh Rafika.

Ukuran mikroplastik yang kecil dapat masuk ke dalam tubuh manusia hingga terdistribusi ke organ vital. Mikroplastik yang masuk akan tertumpuk, bahkan bisa menjalar ke dalam peredaran darah. Efek yang ditimbulkan bisa menyebabkan peradangan di dinding jaringan yang dapat memicu tumbuhnya jaringan sel kanker.

Mikroplastik memiliki senyawa berbahaya pengganggu hormon (EDC) seperti BPA, Phthalate, Dioksin yang dapat menyebabkan gangguan hormon pada manusia. Cara kerja senyawa tersebut yakni menghambat hingga merusak kerja hormon di antaranya hormon reproduksi, metabolisme, bahkan sintesa protein.

"Siklus menstruasi lebih cepat yang dirasakan perempuan bisa jadi karena gangguan hormon akibat terkontaminasi mikroplastik," imbuh Rafika.

Produsen Sampah Harus Bertanggung Jawab

Penanganan sampah hingga mikroplastik yang ada di laut bukan perkara mudah. Yang jelas, tidak cukup hanya dengan memungut sampah atau mengajak masyarakat mengurangi penggunaan sampah. Penyelesaian masalah sampah harus menjangkau hingga ke produsen sampah.

Sesuai amanat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, seharusnya produsen bertanggung jawab mengurangi produksi sampah yang tidak bisa dikelola dengan baik dan mencemari lingkungan.

Baru-baru ini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah melakukan brand audit dan clean up terhadap sampah-sampah yang mengotori pesisir Kota Semarang. Aksi itu untuk mengidentifikasi produk-produk sampah yang ada di kawasan Tambakrejo, Semarang.

Walhi Jateng

walhi jateng saat memilah sampah di tambakrejo. tirto.id/Baihaqi Annizar

Koordinator Pelaksana Brand Audit Walhi Jawa Tengah, Nur Colis mengatakan, tim audit menginventarisasi sampah dengan cara dipilah sesuai jenis, berat setiap jenis, produk atau merek dari perusahaan masing-masing sampah.

Tim mengumpulkan sampah sebanyak 97,3 kilogram. Kata Nur Colis, setelah dipilah per kategori ditemukan plastik sekali pakai sejumlah 1.682 pcs, plastik daur ulang 377, karet 109, tekstil 68, kaca 40, B3 22, logam 12, keramik 6. "Paling banyak sampah sekali pakai," ujarnya, Kamis (23/2/2023).

Selanjutnya, hasil audit Walhi Jawa Tengah mengungkap sepuluh perusahaan yang paling banyak mencemari pesisir Tambakrejo. "Sebenarnya kami menemukan banyak merek sampah, tetapi kami hanya ungkap sepuluh perusahaan pencemar sampah tertinggi," ungkapnya.

Sepuluh perusahaan tersebut meliputi Wings Group jumlah 310 buah sampah, PT Santos Jaya Abadi 246 buah, PT Unilever Tbk 208 buah, PT Ajinomoto Indonesia 185 buah, PT Frisian Flag Indonesia 172 buah, Indofood group 153 buah, PT Marimas Putera Kencana 112 buah, PT Karunia Alam Segar 77 buah, PT Java prima Abadi 64 buah, dan PT Forisa Nusa Persada 63 buah.

Di lain pihak, Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Semarang Slamet Ari Nugroho berharap masalah sampah di laut dan pesisir dapat segera teratasi agar tidak semakin merugikan nelayan.

Selama ini, ia sudah mengajak nelayan berperan dengan cara membawa pulang sampah yang ditemukan di laut. KNTI Kota Semarang akan memfasilitasi penukaran sampah dengan barang yang bermanfaat.

Selain itu, Ari bersama pengurusnya sudah beberapa kali menghadap wali kota hingga Ketua DPRD Kota Semarang untuk meminta pengangkutan sampah di pesisir secara rutin. Menurutnya, penanganan masalah ini harus melibatkan semua pihak, termasuk perusahaan-perusahaan yang selama ini menyumbang sampah.

Baca juga artikel terkait SAMPAH PLASTIK atau tulisan lainnya dari Baihaqi Annizar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Baihaqi Annizar
Penulis: Baihaqi Annizar
Editor: Maya Saputri