Menuju konten utama

Bahaya Mengancam Sekolah yang Menerapkan Belajar Tatap Muka

Tahun ajaran baru akan digelar tatap muka di sebagian tempat. Keputusan ini dianggap blunder.

Bahaya Mengancam Sekolah yang Menerapkan Belajar Tatap Muka
Siswa SMP Negeri 13 Solo mengembalikan buku paket pelajaran di sekolahnya di Solo, Jawa Tengah, Senin (8/6/2020). ANTARA FOTO/Maulana Surya/wsj.

tirto.id - Tahun ajaran 2020/2021 pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah akan dimulai pada Juli 2020. Ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri (PDF) yang ditetapkan 15 Juni lalu.

Karena COVID-19 belum mereda, tidak semua sekolah dapat melakukan pembelajaran tatap muka. Sekolah-sekolah yang diizinkan hanya yang berada di zona hijau. Itu pun harus dilakukan dengan protokol kesehatan berlapis nan ketat.

Ada empat kategori zona COVID-19: hijau atau tanpa Corona; kuning atau penyebaran Corona rendah; oranye yaitu daerah dengan risiko Corona sedang; dan terakhir merah atau risiko penyebaran virus tinggi.

Menurut laman covid19.go.id, per 25 Juni lalu ada 112 kabupaten/kota yang terdaftar dalam zona hijau. Dari jumlah tersebut, hanya tiga yang berada di Pulau Jawa: Kepulauan Seribu, Wonogiri, dan Pekalongan.

“Keberadaan satuan pendidikan di zona hijau menjadi syarat pertama dan utama yang wajib dipenuhi bagi satuan pendidikan yang melakukan pembelajaran tatap muka,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Sebelum melaksanakan KBM tatap muka, sekolah di zona hijau harus mengantongi izin dari kantor pemerintah setempat. Kemudian, mereka juga harus mendapatkan izin dari para orang tua murid, serta harus siap dengan segala infrastruktur. Apabila itu tidak terpenuhi atau misalnya terjadi penambahan kasus COVID-19 dan menyebabkan level risiko naik, KBM dialihkan kembali ke rumah.

Penerapan KBM tatap muka juga akan dimulai bertahap. Tahap awal akan dibuka untuk sekolah tingkat atas dan sederajat, lalu sekolah tingkat menengah dan sederajat, dan terakhir sekolah tingkat dasar dan sederajat.

Nadiem berharap masing-masing kepala sekolah di zona hijau mampu mempersiapkan protokol kesehatan sesuai arahan Kemkes. Sementara Kemdikbud, kata pendiri perusahaan Gojek ini, "akan menerbitkan materi panduan di TVRI, infografik, poster, buku saku, dan materi lain mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan pada fase pembelajaran tatap muka di zona hijau."

Di Jakarta, meski zona hijau hanya ada di Kepulauan Seribu sementara zona merah terpantau di 27 RW, surat keputusan ini tetap dibahas. “Belum diketahui berapa sekolah yang siap,” ujar Kepala Bidang SD dan PKLK Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Momon Sulaeman kepada reporter Tirto, Jumat (26/6/2020).

Dianggap Tidak Siap

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai pelaksanaan KBM tatap muka terlalu dipaksakan. “Di lapangan, sekolah dan guru belum siap baik secara infrastruktur penunjang maupun kompetensi,” ujarnya kepada reporter Tirto.

Ubaid merujuk pada pelaksanaan UAS dan PPDB. Saat itu menurutnya sekolah tidak mampu menerapkan protokol kesehatan dengan benar. Para tenaga pengajar belum mampu mendisiplinkan para peserta didik karena tidak didukung oleh infrastruktur memadai dan bahkan ketidaktahuan terhadap protokol kesehatan itu sendiri.

Hal tersebut terjadi baik di sekolah negeri dan swasta. “Apalagi sekolah swasta. Bagaimana akan menerapkan protokol kesehatan, untuk biaya operasional dan gaji guru saja mereka tak sanggup,” katanya.

Contoh protokol kesehatan yang longgar saat masa pendaftaran siswa terjadi di Padang Sidempuan, kata Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim berpendapat serupa. Ia mengatakan para guru saat ini masih berkutat dengan masalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). “Energi sekolah ke sana, bukan untuk penyiapan the new normal,” kata Satriwan kepada reporter Tirto. “Saya enggak yakin karena sekolah-sekolah sekarang sibuk zonasi PPDB sampai Juli besok, 3 Juli-lah,” tambah Satriwan.

Ia juga mempersoalkan dasar zona sebagai penentuan apakah sekolah dapat melakukan pembelajaran tatap muka atau tidak. Ia bilang itu tak menjamin sekolah bebas dari Corona. Contoh: sekolah siswa A berada di daerah hijau, sementara dia sendiri berasal dari zona selain hijau atau bahkan merah. Situasi ini potensial membuat siswa A membawa virus ke sekolah.

Atas semua alasan tersebut, FSGI masih merekomendasikan metode pembelajaran jarak jauh bagi seluruh sekolah di semua zona.

Ini berdasarkan hasil survei mereka yang menyimpulkan sebagian besar responden menilai sekolah belum siap melaksanakan the new normal--yang salah satu bentuknya adalah belajar tatap muka. 55 Persen responden bilang banyak komponen yang semestinya ada belum terpenuhi. Pengumpulan datanya diselenggarakan pada 6-8 Juni 2020, melibatkan 1.656 responden, termasuk guru dan kepala sekolah dari berbagai jenjang pendidikan di seluruh provinsi.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Andrian Pratama Taher & Alfian Putra Abdi
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino