Menuju konten utama

Bahaya di Balik Sunyinya Mobil Listrik

Kementerian Perhubungan mewajibkan mobil listrik mengeluarkan suara yang mudah didengar pejalan kaki.

Bahaya di Balik Sunyinya Mobil Listrik
Mobil listrik Nissan Leaf di stasiun isi ulang di Yokohama, Jepang. iStock Editorial/Getty Images

tirto.id - Saat mesin kendaraan konvensional identik dengan kebisingan suara, kendaraan berbasis tenaga listrik justru sebaliknya. Kendaraan listrik dikenal rendah "polusi suara". Satu sisi memberi dampak positif, tapi di sisi lain ternyata menyimpan potensi bahaya. "Sunyinya" suara dari kendaraan listrik ternyata menyimpan potensi masalah kecelakaan lalu lintas, khususnya bagi para pejalan kaki.

Untuk mencegah terjadinya masalah karena senyapnya kendaraan listrik, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan regulasi soal tingkat kebisingan kendaraan bertenaga listrik. Aturan tersebut dimuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor.

Pada pasal 23 ayat 3 ditegaskan, kendaraan bermotor listrik harus memenuhi aspek keselamatan sehingga wajib dilengkapi suara dengan tingkat kebisingan tertentu. Ketentuan lebih rinci dicantumkan di ayat 5. Pada poin pertama, ditetapkan tingkat kebisingan minimum adalah 50 desibel dalam kecepatan 10 km/jam. Poin selanjutnya menyebutkan tingkat kebisingan serendahnya 60 desibel dalam kecepatan 20 km/jam. Poin terakhir mengatur tingkat kebisingan minimum 47 desibel saat berjalan mundur.

Secara spesifik, ayat 6 peraturan tersebut melarang kendaraan listrik diberikan suara menyerupai hewan, sirine, klakson, dan musik. Bunyi yang diperbolehkan kurang lebih menyerupai deru mesin bakar.

"Jadi itu saking senyapnya jadi tidak aman, apalagi untuk pejalan kaki ya enggak terdengar. Makanya dibuat aturan itu sesuai dengan regulasi yang ada suara minimalnya," ujar Kepala Subdit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Kemenhub, Dewanto dilansir Antara.

The Guardian menulis, suara mobil listrik saat tengah melaju dengan kecepatan 20 km/jam sulit untuk didengar orang di sekitar, baik pejalan kaki, pengguna sepeda, atau pengendara kendaraan bermotor lain. “Risiko terbesar yang berhubungan dengan kendaraan listrik adalah ketika melaju dengan kecepatan rendah. Seperti di kawasan urban dengan batas kecepatan rendah, suara dari gesekan ban dengan permukaan jalan, suara dari aerodinamika, menjadi sangat minim,” ujar anggota The Royal Society for the Prevention of Accidents—organisasi pemerhati keselamatan di Inggris, Kevin Clinton.

Problem suara mobil listrik bukan persoalan yang main-main. Studi yang dilakukan Guide Dog—organisasi peduli masyarakat tuna netra di Inggris pada 2015, seperti dilansir laman Royal National Institute of Blind People menyatakan kemungkinan mobil listrik menabrak pejalan kaki lebih besar 40 persen dibandingkan mobil konvensional seperti bensin atau diesel. Penyebabnya tidak lain adalah keheningan mobil membuat pejalan kaki tidak menyadari keberadaan kendaraan.

Laporan University of California berjudul “Hybrid Cars are Harder to Hear” (2008) menyebut, keberadaan kendaraan listrik baru bisa teridentifikasi oleh telinga manusia dalam jarak 7 kaki atau sekitar 2 meter. Berbeda halnya dengan kendaraan bermesin bakar yang sudah bisa diketahui kedatangannya dari jarak 28 kaki atau sekitar 8,5 meter. Sehingga, kemungkinan besar terjadi insiden akibat pejalan kaki tak menyadari adanya kendaraan.

Masalah kesenyapan suara lazimnya terjadi saat mobil listrik melaju dengan kecepatan rendah, di rentang 10 km/jam sampai 30 km/jam. Penelitian Rasmus Stahlfest Holck Skov dan Lykke Moler Iversen dari Direktorat Jalan Raya Denmark, bertajuk “Noise From Electric Vehicle” (2015) membuktikan masalah tersebut.

Dari hasil pengujian mereka dengan menggunakan mobil Citroen Berlingo tipe mesin bakar dan elektrik, Nissan Leaf, dan VW Golf, yang mengeluarkan suara senyap dalam keadaan idle sampai kecepatan 30 km/jam. Namun, ketika kecepatan mobil listrik melebihi 30 km/jam, tingkat kebisingannya relatif setara dengan mobil bermesin bakar.

Riset tersebut juga memaparkan fakta ihwal jenis ban memengaruhi tingkat kebisingan mobil saat melaju. Ban kompon lunak menghasilkan suara lebih senyap ketika berputar di atas permukaan jalan. Jenis ban seperti ini banyak digunakan pada mobil listrik karena cengkeramannya lebih baik, sehingga kerja motor listrik lebih ringan dan menghemat energi baterai. Konsekuensinya suara mobil menjadi sangat pelan. Sebaliknya, ban kompon kasar menimbulkan suara lebih keras sekitar nol sampai enam desibel saat bergulir di permukaan jalan.

Infografik Mobil Listrik Wajib Berisik

Berkaca dari Negara Lain

Laporan The Guardian, mengungkap petaka akibat mobil listrik yang nyaris tidak bersuara sudah memakan korban di Jepang. Seorang pejalan kaki bersama anjing peliharaannya tewas setelah ditubruk mobil listrik yang sedang berjalan mundur. Saat kejadian, pengemudi mematikan sistem sound emitter di mobilnya.

Sebelum mobil-mobil listrik menelan banyak korban, Uni Eropa mewajibkan produk mobil listrik yang dipasarkan di Benua Biru memiliki suara yang mudah terdengar manusia saat melaju di bawah kecepatan 30 km/jam. Tidak ada ketentuan spesifik mengenai jenis suara default yang harus dipunya mobil listrik. Yang jelas, suara tersebut harus otomatis aktif begitu mobil menyala dan tidak bisa dinonaktifkan.

“Tujuan (suara default) adalah untuk menjadi peringatan yang bisa didengar tapi tidak mengganggu lingkungan,” Kata Penasihat kelompok kerja bidang kendaraan ramah lingkungan PBB, Chris Hanson-Abott.

Sementara itu, National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) Amerika Serikat pada 2013 merumuskan rekomendasi batas minimum kebisingan kendaraan listrik. Ukuran suara minimal mobil listrik menurut anjuran NHTSA adalah 49 dB pada kondisi kendaraan idle, 55 dB di kecepatan 10 km/jam, 62 dB di kecepatan 20 km/jam, 66 dB di kecepatan 30 km/jam, dan 50 dB saat mundur.

Menanggapi masalah kesenyapan suara, Segenap produsen mobil listrik sudah mencari jalan keluar dengan membuat bunyi artifisial. Di Tokyo Motor Show 2017, Nissan memperkenalkan teknologi “canto” pada mobil kosep Nissan IMx. Canto yang berarti “nyanyian” dalam Bahasa Italia merupakan teknologi suara artifisial yang mengalun dengan irama. Nada yang dikeluarkan semakin tinggi seiring dengan peningkatan kecepatan mobil. Meskipun berirama, suara canto bisa dengan mudah dikenali sebagai suara mobil oleh telinga manusia.

Audi R8 e-Tron sudah lebih dulu dibekali suara artifisial sejak 2012. Bunyi yang diberikan berbeda-beda untuk setiap unit mobil Audi R8 e-Tron. Suara dibuat di studio rekaman, kemudian disimpan dalam perangkat digital di mobil. Suara tersebut dialirkan menuju loudspeaker yang tersembunyi di bagian bawah mobil. Sama seperti canto, nada suara artifisial Audi juga menyesuaikan kecepatan mobil.

Pabrikan mobil mewah Jaguar juga sudah memberikan suara buatan pada mobil listriknya Jaguar I-Pace. Berbeda dengan Nissan dan Audi yang membuat suara unik, Jaguar melimpahkan suara khas mesin konvensional. Selain agar bisa didengar pengguna jalan lain, suara buatan di mobil Jaguar dirancang buat memberikan sensasi berkendara yang mengasyikkan.

Dalam konteks Indonesia, upaya pemerintah mulai membuat payung hukum tingkat suara mobil listrik patut diapresiasi. Namun, keseriusan pemerintah untuk menjadikan kendaraan listrik bisa berkembang masih butuh pembuktian.

Baca juga artikel terkait MOBIL LISTRIK atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra