Menuju konten utama

Bagaimana Toko Kelontong jadi Dekat dan Berdampak

Tahun lalu, jumlah toko kelontong di Indonesia mencapai 3,6 juta unit.

Bagaimana Toko Kelontong jadi Dekat dan Berdampak
Toko SRC Ibu Devy. (FOTO/SRC)

tirto.id - Ibu Marida, perempuan asal Lampung, tak pernah membayangkan bahwa toko kelontong yang ia rintis sejak 15 tahun lalu bakal berkembang seperti sekarang. Jika dulu usaha itu terbilang sampingan—sebab sang suami harus bekerja—kini boleh dibilang usaha utama.

“Setelah suami pensiun, kami jaga toko ini bergantian,” kata Marida, yang sejak 1989 merantau ke ibukota.

Berlokasi di Jalan K.H. Ramli No.1, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, toko kelontong yang diberi nama Waroenk Devy ini tak hanya memenuhi kebutuhan warga, namun juga kebutuhan para pekerja kantoran. Adapun perkara yang membuat para karyawan tersebut rutin belanja di Waroenk Devy, di samping barangnya terbilang komplet, adalah adanya bukti pembayaran yang dicetak mesin—memberi kesan formil.

“Sejak dulu orang kantoran mah emang suka ada yang minta kuitansi, kan. Cuma, dulu saya bikinnya manual, ditulis tangan di kuitansi pasaran gitu. Kalau sekarang ada printer khusus, kayak di ritel-ritel modern. Jadi kalau orang butuh bukti transaksi, lebih gampang. Makanya mereka tambah senang beli ke sini,” beber Marida, pemilik sekaligus pengelola Waroenk Devy.

Meski sekilas tampak sepele, keberadaan mesin kasir pada toko kelontong sekelas Waroenk Devy justru tak boleh dipandang sebelah mata. Mesin ini, selain membuat pembeli punya bukti transaksi yang lebih praktis, juga membuat pemilik warung lebih mudah melakukan pembukuan.

Dulu, sambung Marida, hanya belanja besar saja yang rutin ia catat. Sekarang, bahkan uang seratus rupiah pun tak luput dari catatannya. “Semuanya tercatat baik di aplikasi AyoKasir,” terang Marida.

“Dalam situasi pandemi seperti sekarang, ketika pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak berkerumun, layanan SRC Order pada aplikasi Ayo SRC Toko sangat membantu,” ungkap Marida.

Mengapa Toko Kelontong jadi Penting?

Keberadaan Waroenk Devy adalah cermin sekaligus bukti atas eksistensi toko kelontong dalam menghiasi linimasa bangsa Indonesia.

Ya, di Indonesia, pedagang kelontong diperkirakan bermunculan sejak abad 19. Biasanya mereka berjualan keliling dengan kelontong, alat tambur kecil yang dibunyikan guna menarik pembeli. Sejak awal kemunculannya, para pedagang kelontong memang menjual kebutuhan rumah tangga, mulai dari perkakas seperti panci maupun penggorengan, hingga sabun, beras, dan bumbu dapur. Namun lambat laun, pedagang keliling ini memilih berdagang di tempat permanen.

Header SRC

Waroeng Ibu Devy. (FOTO/SRC)

Meski terkesan hanya memenuhi kebutuhan warga sekitar, keberadaan toko kelontong amatlah vital. Bersama banyak jenis UMKM lainnya, toko kelontong adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Laporan Kementerian Koperasi dan UKM (2018) menyebut jumlah UMKM di indonesia mencapai 64,2 juta unit, atau 99,99 persen dari total keseluruhan pelaku di Indonesia. Sedangkan toko kelontong di Indonesia mencapai 3,6 juta unit (2020).

UMKM amat jelas berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Gabungan UMKM di Indonesia menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja nasional. Sedangkan toko kelontong menjadi sandaran bagi lebih dari 6 juta keluarga. Tak hanya itu, UMKM, termasuk toko kelontong, juga terbukti tahan banting. Laporan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Bank Indonesia menyebutkan bahwa ketika krisis moneter menghantam Indonesia, 96 persen UMKM selamat.

Hanya, seperti banyak usaha kecil, toko kelontong juga mengalami sejumlah hambatan. Mulai dari segi pembiayaan, manajemen yang kebanyakan masih tradisional, hingga persaingan dengan minimarket dan toko online. Pada satu masa, toko-toko kecil ini pernah ditinggalkan karena kalah saing. Namun, itu adalah masa lalu. Kini, seperti halnya tampak pada Waroenk Devy, toko kelontong kembali menemukan taji.

“Sejak bergabung dengan SRC, omset saya meningkat. Tampilan toko juga lebih rapi dan modern,” aku Marida.

Infografik Advertorial SRC

Infografik Advertorial SRC Meneguhkan Eksistensi Toko Kelontong. tirto.id/Mojo

SRC yang dimaksud Marida adalah komunitas toko kelontong yang berdiri sejak 2008. Mula-mula muncul di Medan, komunitas toko dengan logo anyaman bambu ini berkembang pesat dan cepat. Para anggotanya punya komitmen untuk silih bantu dan tak saling meninggalkan. Per November 2020, tercatat lebih dari 120.000 toko kelontong di 34 Provinsi telah tergabung dalam komunitas ini.

“Sebelum pandemi, kami rutin menyelenggarakan kopdar. Gathering. Selain menambah teman dan jaringan, di acara itu kami juga sharing tentang cara-cara meningkatkan usaha,” sambung Marida.

Dengan mengusung semangat kebersamaan, SRC menjadi Toko Kelontong Masa Kini yang memungkinkan para anggotanya dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman demi meningkatkan daya saing sekaligus berkontribusi memajukan UMKM Indonesia. Sebagai gambaran, saat butuh suatu barang, Marida tinggal menghubungi rekannya sesama anggota SRC untuk mendapatkan barang tersebut. Seluruh transaksi berlangsung via aplikasi semata.

SRC memang berkomitmen membantu toko kelontong masa kini untuk bergerak maju dengan banyak cara, antara lain dengan memberikan pendidikan dan pembinaan yang berkelanjutan kepada para pemilik toko kelontong. Sebagai gerakan sosial, yang fokus pada upaya-upaya menumbuhkan toko kelontong alias ritel lokal di Indonesia, SRC juga meluncurkan AYO SRC Apps. Aplikasi ini memungkinkan para pemilik toko kelontong untuk dapat mengadopsi manajemen toko modern dan sistem digital demi memudahkan perniagaan, sekaligus memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan. Info lebih lanjut mengenai AYO SRC Apps sila klik tautan ini.

Kinerja nyata gerakan sosial ini tampak pada survei yang dilakukan Kompas.com dan SRC pada 2019 lalu. Temuannya, omzet toko kelontong SRC di seluruh Indonesia mencapai Rp69,3 triliun, setara 4,1 persen PDB Ritel Nasional. Program-program SRC juga terbukti mampu meningkatkan omzet hingga 54 persen.

“Memang situasi pandemi ini bikin kami terjung payung. Penghasilan menurun, tapi kami masih bisa bertahan,” papar Marida.

Di masa berat ini, toko kelontong memang masih menjadi jaring pengaman bagi perekonomian Indonesia. Dengan gerakan #DekatBerdampak, SRC mendorong berbagai program agar pelaku UMKM tetap bisa berdaya secara ekonomi. Cara paling mudah mewujudkan itu adalah belanja ke toko kelontong terdekat. Dengan belanja di toko kelontong sekitar rumah, disadari atau tidak, kamu telah ikut memberi dampak berharga bagi jutaan UMKM dan keluarga di Indonesia.

Sekadar belanja ke toko kelontong terdekat, kedengarannya tak sulit-sulit amat, kan?

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis