Menuju konten utama

Bagaimana Starbucks Menyulap Mug dan Tumbler Jadi Uang

Starbucks menjual mug dan tumbler selain bisnis kedai kopi. Kedua barang itu jadi pundi-pundi uang ratusan juta dolar.

Bagaimana Starbucks Menyulap Mug dan Tumbler Jadi Uang
Ilustrasi Starbucks Coffee. REUTERS/Brendan McDermid

tirto.id - Satu siang di sudut wilayah Jakarta Pusat, tepatnya di kedai kopi Starbucks, dua anak muda tengah melihat-lihat rak yang memajang barang-barang suvenir. Satu dari mereka berucap; “bagus-bagus ya gelas dan botol minumnya.”

Starbucks memang tidak hanya menawarkan minuman dan makanan. Mereka juga menjual kopi dan teh kemasan bagi para pelanggannya, termasuk barang-barang suvenir seperti mug, termos, dan tumbler.

Pada awalnya, Starbucks menggunakan barang-barang suvenir hanya sekadar sebagai media promosi bagi perusahaan. Pada 2014, manajemen Starbucks mengaku tidak ada strategi khusus untuk meningkatkan penjualan produk mug dan tumbler.

Starbucks membuat mug dan tumbler yang desain disesuaikan dengan kota di mana kedai mereka berada. Contohnya, mug bergambar monas dengan tulisan Jakarta akan ditemukan di gerai-gerai Starbucks Jakarta. Mug bergambar buaya dan hiu dengan tulisan Surabaya di gerai Starbucks Surabaya. Model mug atau tumblers akan tergantung masing-masing kota di seluruh dunia yang ada gerai Starbucks.

“Kami hanya menjaga persediaan [mug dan tumblers] cukup untuk tetap relevan. Marginnya pun lebih rendah dari [penjualan] kopi kami,” kata JoAnn DeGrande, Vice President Investor Relation Starbucks dikutip dari Thestreet pada 2014.

Namun tidak bisa dipungkiri, desain unik dan menarik ditambah adanya logo Starbucks yang memberikan prestise. Mug dan tumbler dari Starbucks kerap dicari sebagai suvenir untuk hadiah maupun koleksi pribadi. Seringkali, para penggemar suvenir ini harus menitip sejawat yang ke luar negeri.

Pada 2013, kontribusi penjualan barang-barang suvenir, seperti mug dan tumblers mencapai $353,79 juta, atau sekitar 3 persen dari total penjualan gerai yang dioperasikan Starbucks (company-operated stores).

Selain branding, penjualan mug dan tumbler ini juga merupakan bagian dari upaya Starbucks untuk mengurangi penggunaan gelas kertas. Saat ini, Starbucks diperkirakan menghabiskan 6 miliar gelas kertas setiap tahun.

Starbucks pernah menargetkan 25 persen dari total penjualan minuman akan dilayani dengan menggunakan cangkir yang bisa digunakan kembali (reusable cups). Sayangnya, target itu gagal tercapai karena baru mencapai 5 persen.

Dongkrak Penjualan Starbucks

Sumbangan penjualan dari barang-barang suvenir Starbucks kian membesar, sekaligus menambah nilai laba Starbucks. Namun, penjualan barang-barang suvenir itu juga sempat mengalami naik turun.

Sepanjang 2014, penjualan mug dan tumblers Starbucks naik 83 persen menjadi $648,89 juta dari $353,79 juta. Capaian positif tersebut kemudian dilanjutkan pada tahun berikutnya. Pada 2015, penjualan naik 17 persen menjadi $759,86 juta.

Namun pada 2016, penjualan barang-barang suvenir mengalami penurunan, yakni 11 persen menjadi $673,74 juta. Pada 2017, penjualan kembali membaik dengan kenaikan sebesar 5 persen menjadi $706,02 juta.

Meski tren penjualan barang-barang suvenir tumbuh signifikan dalam lima tahun terakhir ini, kontribusi barang-barang suvenir terhadap total pendapatan Starbucks agak stagnan di kisaran 4-5 persen dari total penjualan Starbucks yang per tahun bisa menembus $20 miliar.

Kendati penjualan mug dan tumblers hanya menyumbang sekitar 4 persen, Starbucks tetap serius menangani penjualan suvenir. Mug dan tumblers yang ditawarkan Starbucks adalah produk-produk yang premium.

Dikutip dari Inc., Starbucks saat ini menjual mug YANG mampu menjaga panas kopi secara konstan seharga $150. Mug yang dibeli Starbuck ini berasal dari Ember Technologies—perusahaan teknologi asal AS.

Penemu Ember Mug, Clay Alexander mengatakan standar mug yang ditetapkan Starbucks sangatlah ketat. Mug tersebut harus melalui rangkaian pemeriksaan hingga beberapa bulan untuk memastikan rasa kopi tidak berubah.

Membuat mug yang bisa mengontrol suhu juga tidaklah mudah. Alexander telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan desain dan teknologinya. Alexander baru mengajukan paten untuk mug tersebut pada 2010.

Dengan mug tersebut, pelanggan dapat mengatur suhu antara 120-150 derajat. Di dalam mug, terdapat cincin pemanas untuk menghangatkan cairan. Di dinding mug dilapisi zat penyerap panas yang berfungsi untuk mendinginkan cairan.

Infografik Pendapatan Starbucks

Desain mug Ember juga turut dibantu oleh Ammunition Group—perancang headphone Beat by Dre. Mereka membantu mug untuk tetap terlihat minimalis, di mana tidak ada tombol dan layar LED tidak terlihat, ketika suhu tidak sedang disesuaikan.

Selain itu, Ember Technologies juga menyewa insinyur dari Amazon dan Nokia untuk membangun perangkat keras di dalamnya, sehingga ukuran mug tidak lebih besar ketimbang mug-mug standar biasanya.

Apakah jurus menjual suvenir dilakukan oleh kedai kopi di luar Starbucks ?

Fakultas Kopi—kedai kopi yang berlokasi di Jalan Taman Setiabudi, Jakarta Selatan—juga tidak ketinggalan menjual mug atau tumbler. Namun, tidak seperti Starbucks, mug atau tumbler dari Fakultas Kopi ini tidak langsung tersedia.

“Kami hanya menyediakan ketika ada pesanan dari pelanggan. Cukup banyak yang meminta tumbler dengan logo Fakultas Kopi selama ini. Kami sendiri memang tidak keberatan,” kata Al Junishar pemilik Fakultas Kopi kepada Tirto.

Pria yang biasa disapa Bang Agam ini mengaku penjualan mug dan tumbler hanya sekadar strategi untuk meningkatkan merek Fakultas Kopi saja. Dengan kata lain, mug dan tumblers belum menjadi fokus penjualan Fakultas Kopi.

Hal yang sama juga diutarakan Irvan Helmi, selaku pendiri Anomali Coffee. Menurutnya, barang-barang suvenir seperti mug dan tumbler memang menjadi senjata yang cukup baik dalam meningkatkan merek Anomali.

Barang-barang suvenir yang dijual pun tidak hanya seputar mug dan tumbler saja, Anomali juga menjual barang-barang lainnya seperti gantungan kunci, pakaian, jaket hoodie dan lain sebagainya.

“Mungkin untuk angkanya kita enggak bahas dulu, tapi yang pasti tren permintaannya ini terus meningkat. Tentunya, kami juga ingin mengarah kes ana [tambahan profit dari suvenir],” ujar Irvan kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait STARBUCKS atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Marketing
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra