Menuju konten utama

Bagaimana SKTM Diterbitkan Hingga Orang Mampu Bisa Punya?

Banyaknya kasus penyalahgunaan SKTM saat pendaftaran PPDB 2018 memunculkan pertanyaan penting: bagaimana kelurahan menerbitkan SKTM ini?

Bagaimana SKTM Diterbitkan Hingga Orang Mampu Bisa Punya?
Ilustrasi. Calon siswa mengikuti pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) daring (online) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Solo, Senin (2/7/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya.

tirto.id - Penerbitan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) menjadi sorotan seiring dengan temuan sejumlah kasus penyalahgunaan SKTM saat pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018. Hal ini menjadi polemik karena warga yang tergolong mampu pun bisa dengan mudah membuat SKTM di kelurahan sebagai syarat untuk mendaftar PPDB.

Pada PPDB tahun ini, misalnya, Pemprov Jawa Tengah sempat menemukan 78.065 SKTM palsu yang digunakan untuk mendaftar sekolah. Terungkapnya puluhan ribu SKTM tersebut erat kaitannya dengan ketentuan bagi sekolah untuk menerima peserta didik baru yang tergolong tidak mampu.

Sebagaimana mengacu pada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, satu wilayah daerah atau provinsi memang diperintahkan agar paling sedikitnya menerima 20 persen peserta didik yang tidak mampu. Untuk membuktikannya, pemerintah pun meminta disertakannya SKTM sebagai bukti administratif.

Banyaknya kasus penyalahgunaan SKTM ini memunculkan pertanyaan penting: bagaimana kelurahan menerbitkan SKTM ini?

Hal tersebut menarik ditelusuri mengingat SKTM tidak hanya digunakan sebagai syarat untuk mendaftar PPDB, melainkan juga dipakai untuk mengurus keperluan lain, seperti beasiswa Bidikmisi, hingga untuk meringankan beban Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan cara mencicil bila yang bersangkutan tidak mampu membayar UKT yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.

Dalam konteks ini, Tirto mewawancara dua warga yang pernah mengurus SKTM di salah satu kelurahan di Kota Depok dan Kabupaten Bogor untuk keperluan beasiswa Bidikmisi dan UKT tersebut. Keduanya mengaku bahwa membuat SKTM sangat mudah asalkan persyaratannya sudah lengkap.

Brian Hikari Janna (21 tahun), warga Duren Mekar, Bojongsari, Kota Depok berkata, dirinya pernah mengurus SKTM di kelurahan saat mau masuk kuliah, pertengahan 2014. Saat itu, Brian baru lulus dari SMK Grafika Desa Putra, Jakarta Selatan. Namun, keinginan melanjutkan ke perguruan tinggi terkendala ekonomi karena harus menanggung biaya perawatan ayahnya yang mengidap kanker stadium 4.

Brian akhirnya memutuskan mengajukan beasiswa Bidikmisi, sebuah beasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bagi calon mahasiswa yang kurang mampu, tapi punya potensi akademik. Salah satu syaratnya, Brian harus melampirkan SKTM.

“Sebenarnya gampang kok urusnya [membuat SKTM]” kata Brian kepada Tirto saat ditanya bagaimana pengalamannya membuat SKTM di kelurahan.

Untuk memperoleh SKTM itu, kata Brian, pertama kali ia harus mengurus surat pengantar yang menyatakan kalau dirinya memang berasal dari keluarga tidak mampu ke Ketua RT dan Ketua RW tempatnya tinggal di Kelurahan Duren Mekar, Kecamatan Bojongsari, Depok, Jawa Barat.

Tak ada permintaan slip gaji atau verifikasi faktual dari Ketua RT. Menurut dia, Ketua RT hanya menanyai alasan Brian mengurus SKTM. Begitu Brian selesai menjelaskan maksud dan tujuannya, tanda tangan yang diminta lantas mendarat di surat pengantar. Demikian juga saat Brian meminta tanda tangan Ketua RW.

“Sama Pak RW, gue juga cuma sebentar. Enggak ada lima menit kali. Basa-basi, ngobrol-ngobrol, langsung tanda tangan,” kata Brian mengisahkan.

Bagi Brian, tak ada kendala yang berarti untuk mengurus SKTM. Satu-satunya kendala adalah Ketua RW dan petugas yang mengurusi SKTM di tingkat kelurahan sedang tidak ada di tempat. Akibatnya, ia butuh waktu 3 hari untuk urus SKTM tersebut. Kalau semua pihak ada di tempat, kata dia, prosesnya hanya makan waktu sehari.

Sekali Brian bertemu dengan petugas pembuat SKTM di Kelurahan Duren Mekar, kata Brian, lagi-lagi prosesnya tak butuh waktu lama. Petugas hanya bertanya basa-basi soal alasan Brian mengurus SKTM. Kemudian petugas membawa surat pengantar ke dalam ruangan, dan kembali dengan membawa SKTM.

Selama berkuliah di Politeknik Negeri Jakarta, Brian mengaku kenal sejumlah mahasiswa yang menurutnya mampu, tapi mengurus SKTM untuk mengurus beasiswa. “Ada yang duit Bidikmisi dipakai beli HP, malah pernah dengar ada yang dipakai nonton DWP [Djakarta Warehouse Project]" kata Brian.

Cerita yang sama juga dituturkan Regi Meliala (21 tahun), warga Kelurahan Ragajaya, Bojonggede, Kabupaten Bogor. Pada awal 2017 lalu, kata Regi, dirinya terpaksa membuat SKTM di kelurahan untuk keperluan kuliahnya.

Alasannya, kata Regi, waktu itu pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) sudah jatuh tempo, akan tapi sang ayah yang bekerja sebagai dosen jatuh sakit sehingga tak bisa bekerja selama dua bulan. “Jadi gue minta dicicil gitu UKT-nya. Bayar pertama Rp1,7 juta, bayar di bulan depannya lagi Rp1,8 juta. Tapi kampus minta SKTM,” kata Regi.

Sama seperti yang dialami Brian, Regi mengaku tidak menemukan kesulitan saat mengajukan pembuatan SKTM. Ketua RT tempatnya tinggal sudah tahu kondisi ayahnya sehingga tanpa ragu ia membubuhkan tanda tangan di surat pengantar. Karena sudah dapat tanda tangan ketua RT, ketua RW juga langsung memberi ACC. Terakhir Regi hanya perlu ke Kantor Kepala Desa Ragajaya, Bojong Gede, Kabupaten Bogor.

“Di lurah sempat ditanya buat keperluan apa? Dan gue jawab buat minta perpanjangan pembayaran UKT,” kata Regi.

Penjelasan Pihak Kelurahan

Sekretaris Kelurahan Duren Mekar, Teguh Budiarto mengakui alur pengurusan SKTM untuk keperluan pendidikan di Kota Depok hampir sama seperti yang dikisahkan Brian. Namun demikian, kata Teguh, saat ini sistem pengajuannya lebih ketat. Untuk mengajukan SKTM, warga harus melampirkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) atau Kartu Indonesia Pintar (KIP).

“Kalau itu, kan, ada verifikasinya langsung dari dinas,” kata Teguh saat dikonfirmasi Tirto.

Akan tetapi, bagi warga yang tidak memiliki KIS atau KIP, rupanya mereka masih bisa mengajukan SKTM. Hal itu didasari dengan Surat Edaran Nomor 421/225 - Disdik tentang Penerbitan Surat Keterangan Tidak Mampu dari Walikota Depok Mohammad Idris. Syaratnya antara lain surat pengantar dari RT/RW, surat keterangan siswa tidak mampu dari sekolah asal, fotokopi kartu keluarga, dan surat tanggung jawab mutlak dengan materai 6.000.

Sayangnya, saat ditanya soal verifikasi faktual terhadap warga yang mengajukan SKTM, Teguh mengatakan, pihaknya tidak melakukan itu. Pihak kelurahan sepenuhnya mendasari keputusan menerbitkan SKTM dari kelengkapan persyaratan dari warga.

“Itu, kan, dari pemerintah Depok-nya yang ngaturnya gitu. Bukan kelurahan. Kami sebagai pelayanan ya, asalkan syaratnya ada, ya kami buatkan,” kata Teguh.

Berdasarkan data kelurahan Duren Mekar, sepanjang tahun 2018, total ada 124 warga yang mengajukan SKTM. Angka pengajuan SKTM melejit di sekitaran masa penerimaan murid baru tahun ajaran 2018/2019.

Per bulan Maret saja, terdapat 20 orang mengajukan SKTM. Pada April, ada sekitar 24 orang yang mengajukan, 14 orang mengajukan di bulan Mei, dan 28 orang mengajukan pada Juni. Bandingkan dengan Februari yang hanya terdapat 6 pengajuan SKTM.

Teguh menerangkan, dari seluruh pengajuan yang masuk semuanya dengan tujuan untuk mendaftar ke sekolah jenjang selanjutnya. Akan tetapi, Teguh menampik kalau orang yang mengajukan adalah orang yang mampu.

“Tidak pernah, kalau SKTM itu memang untuk yang tidak mampu semua sih ya,” kata dia.

Sementara pihak Kantor Kepala Desa Ragajaya menolak memberikan pernyataan saat Tirto hendak mengonfirmasi cerita Regi. Saat berkunjung ke kantor desa itu, saya ditemui seorang staf bagian pemerintahan bernama Ismail. Ia mengatakan, sebelum wawancara harus mengurus surat izin ke kecamatan dan melampirkan surat permohonan wawancara.

Baca juga artikel terkait PPDB 2018 atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz