Menuju konten utama

Bagaimana Ribut-Ribut Soal Sampah Jakarta dan Bekasi Bisa Terjadi?

Uang hibah jadi akar masalah ribut-ribut pemerintah Bekasi dan Jakarta soal sampah.

Bagaimana Ribut-Ribut Soal Sampah Jakarta dan Bekasi Bisa Terjadi?
Sejumlah alat berat beroperasi di lokasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (17/1/2018). ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - Hubungan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat memanas. Pada 17 Oktober lalu Dinas Perhubungan Kota Bekasi menghentikan 16 truk sampah milik Pemprov DKI yang harusnya menuju Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Bekasi.

Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhiyanto, dikutip dari Antara, mengatakan pemberhentian tersebut adalah bentuk protes karena DKI melanggar kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor 71 Tahun 2016 tentang Kerja Sama Pemanfaatan TPST Bantargebang.

Pada perjanjian dijelaskan bahwa ada 41 pekerjaan yang sumber dananya berasal dari dana hibah Pemprov DKI, termasuk pembuatan sumur, perbaikan saluran air, hingga penyediaan obat-obatan bagi warga sekitar TPST. Namun, uang yang harus digelontorkan Pemprov DKI ke Kota Bekasi sebagai dana hibah belum cair.

Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Dinas Kebersihan DKI Jakarta Asep Kuswanto membenarkan pernyataan itu. "Pemkot Bekasi juga menyatakan adanya pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI terhadap jam dan lintasan truk sampah, truk juga tidak dilengkapi STNK dan KIR asli," ujar Asep kepada Tirto, Minggu (21/10/2018).

Namun, bukan tanpa alasan Pemprov DKI belum mencairkan dana hibah kepada Pemkot Bekasi. Asep berkilah dana tersebut hukumnya memang tidak wajib. Oleh karena itu uang dipakai untuk pos lain yang dianggap lebih prioritas.

"Pemkot Bekasi telah mengajukan permohonan bantuan dana hibah di 2017 sebesar Rp1,2 triliun, tetapi memang belum dapat kami realisasikan karena saat itu anggaran DKI difokuskan untuk penyelesaian pembangunan yang sudah direncanakan di era kepemimpinan Pak Anies dan Sandi," ujar Asep.

Menurut Asep, pada tahun ini Pemkot Bekasi baru mengajukan proposal pada pertengahan Oktober 2018 yang jumlahnya Rp2 triliun lebih. Dana hibah tidak bisa dicairkan karena APBD-Perubahan 2018 DKI Jakarta sudah selesai disusun.

"Pemkot Bekasi mengajukan permohonan bantuan keuangan sebesar Rp2,09 triliun," ujar Asep.

Dalam Perjanjian Kerja Sama, ada dua jenis bantuan keuangan yang diberikan Pemprov DKI untuk Pemkot Bekasi. Namanya dana kompensasi dan dana hibah. Sementara dana hibah tak wajib, dana kompensasi harus dialokasikan pada APBD.

Menurut Asep, beda dengan dana hibah, dana kompensasi sudah disalurkan sejak Mei 2018 dengan jumlah mencapai Rp194 miliar. Dana ini di antaranya dipakai untuk pembangunan turap Kali Asem (Rp4,3 miliar), pembangunan saluran air dan pedestrian Kecamatan Bantargebang (Rp50 miliar), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp70 miliar.

Sadar bahwa sampah yang bersumber dari DKI Jakarta adalah masalah besar dan harus diselesaikan baik-baik, Asep mengklaim Pemprov DKI berencana membahasnya lebih jauh pekan depan. Ada atau tidaknya dana hibah untuk Bekasi dibahas dalam rapat Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2019.

"Info dari Biro Tata Pemerintahan DKI, InsyaAllah pekan depan akan ada rapat kerja kembali bersama dengan SKPD Kota Bekasi," ujar Asep.

"Jangan Galak-Galak"

Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menyebut meski memang tak wajib, namun dana hibah selayaknya tetap diberikan mengingat kedua pemerintah daerah ini saling membutuhkan. Pemprov DKI perlu tempat untuk menampung sampah yang menurut data terakhir mencapai 7.000 ton per hari, Pemkot Bekasi perlu dana tambahan untuk melancarkan program pembangunan.

Namun, Bestari meminta Pemkot Bekasi tidak galak dan semena-mena meminta anggaran yang terlalu besar.

"Bilang pada Wali Kota Bekasi, enggak usah galak-galak lah. Masalah sampah ini kan bukan cuma DKI yang berkontribusi. Lebih dari sejuta orang dari Bekasi Kota itu masuk ke Jakarta dan produksi sampah juga. Jadi tak perlu pakai gertak dan sebagainya," katanya kepada Tirto.

Ia mendorong agar Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi rutin berkomunikasi agar masalah tak terulang.

Soal komunikasi juga disorot Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Gembong Warsono. Menurutnya tak perlu ada ribut-ribut jika komunikasi antar kepala daerah dan pemerintah kedua wilayah itu terjalin baik.

"Ini kuncinya soal komunikasi dan koordinasi. Ketika komunikasinya baik maka masalah ini bisa dibicarakan dari awal," kata Gembong kepada Tirto. "Kalau sejak awal [komunikasi] dibangun maka kasus seperti itu [pengadangan truk sampah] tak akan terjadi," tambahnya.

Tirto sudah puluhan kali menghubungi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bekas Rahmat Effendi dan Tri Ardhianto untuk mengkonfirmasi persoalan seputar dana hibah dan dana kompensasi. Namun telepon dan pesan singkat tak mendapatkan respons dari keduanya.

Baca juga artikel terkait SAMPAH JAKARTA atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino