Menuju konten utama

Bagaimana Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran HAM di Indonesia

Peradilan HAM menjadi jalan untuk menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia

Bagaimana Peradilan dan Sanksi Atas Pelanggaran HAM di Indonesia
Pegiat HAM yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (2/8/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) adalah kesewenang-wenangan terhadap hak-hak individu atau kelompok. Padahal, sebagaimana diketahui, HAM menjamin setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak atau pun martabat yang sama.

Maka daripada itu, pelanggaran HAM menjadi masalah yang sensitif di negara mana pun dan cukup menjadi perhatian dunia internasional. Jika suatu negara dinilai tidak mau menangani kasus pelanggaran HAM, maka negara tersebut akan mendapat julukan unwillingness state (negara yang tidak mau/tidak peduli dalam penanganan kasus pelanggaran HAM). Jika sudah demikian, maka kasus pelanggaran HAM diserahkan pada Mahkamah Internasional.

Apabila sudah begitu, maka wibawa negara yang tidak peduli HAM akan jatuh. Kedaulatan hukum di negara tersebut cukup lemah dan cenderung kurang memiliki tempat dalam pergaulan bangsa-bangsa beradab.

Dalam modul PPKn Kelas XI (Dikdasmen 2020) disebutkan, untuk mengatasi persoalan HAM di Indonesia, pemerintah membentuk Komnas HAM, melakukan pembentukan instrumen HAM, dan pembentukan pengadilan HAM. Di samping itu, pada UUD 1945 bab X A juga ditambahkan mengenai HAM yang melengkapi pasal-pasal terdahulu mengenai masalah HAM.

Sementara menurut buku PPKn Kelas XII (Kemdikbud 2015), selama ini Indonesia seringkali menangani kasus pelanggaran HAM tanpa bantuan Mahkamah Internasional. Beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia adalah:

  • Kerusuhan Tanjung Priok 12 September 1984. Kasus ini menelan korban meninggal 24 jiwa, 36 orang luka berat dan 19 orang luka ringan.
  • Peristiwa Talangsari 7 Februari 1989. Kasus ini menewaskan 27 orang, sekitar 173 orang ditangkap. Hanya saja yang kasusnya sampai ke pengadilan hanya 23 orang.
  • Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti 12 Mei 1998. Sejumlah 5 mahasiswa tewas.
  • Dan masih banyak lagi.

Terkait pelanggaran HAM, Indonesia telah memiliki payung hukum berupa UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kasus-kasus yang memiliki kaitan dengan pelanggaran HAM akan diperiksa dan diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.

Pada Pasal 10 UU Nomor 26 Tahun 2000, dijelaskan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan menurut ketentuan Hukum Acara Pidana. Jaksa Agung dengan surat perintah dan alasan penangkapan memiliki wewenang untuk melakukan proses penyidikan dan penangkapan, kecuali tersangka tertangkap tangan.

Tersangka dapat ditahan paling lama 90 hari untuk pemeriksaan dalam sidang di Pengadilan HAM. Kendati begitu, penahanan bisa diperpanjang maksimal 30 hari oleh pengadilan negeri sesuai daerah hukumnya. Lamanya penahanan jika sudah di tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maksimal 60 hari dan bisa diperpanjang sampai 30 hari.

Komnas HAM akan bertindak sebagai penyelidik dalam pelanggaran HAM berat. Komnas HAM juga bisa membentuk tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM bersama unsur masyarakat. Hasil penyelidikan lalu diserahkan pada Jaksa Agung berupa laporan pelanggaran HAM. Jaksa Agung akan menindaklanjuti dalam proses penyidikan dan dapat pula membentuk penyidik ad hoc.

Setelah melalui penyidikan, Jaksa Agung akan melakukan penuntutan perkara pelanggaran HAM dan dapat mengangkat jaksa penuntut umum ad hoc. Perkara ini lalu diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM melalui Majelis Hakim Pengadilan HAM, paling lama 180 hari usai berkas perkara dilimpahkan penyidik ke Pengadilan HAM.

Jika dimohonkan banding, maka perkara akan dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi yakni Pengadilan Tinggi dan sudah harus memperoleh putusan maksimal 90 hari sejak perkara dilimpahkan. Apabila terjadi kasasi, maka diselesaikan di Mahkamah Agung dan perkara harus sudah mendapat putusan paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan.

Baca juga artikel terkait KASUS PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Alexander Haryanto