Menuju konten utama

Bagaimana Osa Maliki "Menyelamatkan" PNI sampai Pemilu 1971?

Duet Osa-Usep berhasil membawa PNI sampai Pemilu 1971. Namun setelahnya partai itu karam. 

Bagaimana Osa Maliki
Header Osa Maliki 1907-1971. tirto.id/Fuad

tirto.id - Bagi Partai Nasional Indonesia (PNI), tak ada yang lebih sulit selain tahun-tahun setelah G30S. Zaman kolonial, saat PNI dibubarkan dan para pemimpinnya ditahan, mereka diproses secara hukum dan bergerak lagi dengan nama yang lain. Namun, setelah gempa politik 1965, mereka benar-benar tak berkutik.

Sebelumnya, seperti ditulis Nugroho Notosusanto, dalam Sejarah Nasional Indonesia 6 (1984:369), sebagian kalangan PNI mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam menjalankan aksi-aksi sepihak. Sementara sebagian lain menentangnya.

Seiring berubahnya angin politik di Indonesia setelah 1 Oktober 1965, partai ini pun kian terpojok, sama seperti Sukarno yang kekuasaannya dipreteli dan akhirnya tumbang. Kepemimpinan PNI kemudian berganti. Osa Maliki dan Usep Ranawidjaja tampil ke muka. Mereka memilih dekat dengan Angkatan Darat (AD) yang merupakan tulang punggung Orde Baru.

Dalam Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965-27 Maret 1968 (2003:51) disebutkan, pada 8 Maret 1966, orang-orang PNI di bawah kepemimpinan Osa-Usep menegaskan bahwa PNI mendukung sepenuhnya tiga tuntutan rakyat (Tritura)—yang isinya pembubaran PKI, pembersihan Kabinet Dwikora dari PKI, dan perbaikan ekonomi. Kemudian, seperti disebut Solichin Salam dalam Hidup adalah Pengabdian (1992:66), berkat bantuan Jenderal Soeharto, Kongres PNI diadakan pada bulan April dan Osa Maliki serta Usep Ranawidjaja terpilih sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal.

"Kepemimpinan Osa dan Usep kemudian melakukan apa yang merugikan lawan-lawan dari pendiri Orde Baru. Sebagai tokoh religius dan anti komunis, dia membawa partainya ke barisan Orde Baru,” tulis Paulus Widyanto dalam artikel berjudul "Osa Maliki dan Tragedi PNI: Konflik Intern Pra dan Pasca 1965" yang dimuat di Jurnal Prisma (1991:9).

Osa Maliki yang juga memimpin organisasi Jamiatul Muslimin adalah pemikir di balik buku Dengan Marhaenisme Menudju Masjarakat Sosialis Pantja Sila (1967) dan Marhaenisme Bertentangan dengan Marxisme (1968). Tahun 1965, ia juga termasuk salah satu yang menyusun buku Siapakah jang Sebenarnja Marhaenis Gadungan? Saat itu sedang terjadi perpecahan di tubuh PNI. masing-masing kubu merasa dirinya paling Marhaen.

“Tragedi PNI tidak bisa dihindari,” tulis Paulus Widyanto. Dua kubu yang berseteru itu adalah PNI Osa-Usep yang didukung Orde Baru dan PNI Ali Sastroamijojo-Surachman, yang kemudian oleh lawan politiknya disebut PNI A-Su atau Asu yang dalam bahasa Jawa artinya anjing.

Kelompok Ali-Surachman dituding telah mengultuskan Sukarno di atas segala-galanya. Selain itu, mereka juga dianggap banyak disusupi orang-orang komunis. Maka kesudahan kelompok ini mudah ditebak. Di kursi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Ali Sastroamidjojo yang dekat dengan Sukarno, diganti oleh Osa Maliki. MPRS kemudian menolak pidato Nawaksara Sukarno. Dan setelahnya, Sukarno perlahan menuju kejatuhan.

Sementara PNI Osa-Usep, meski dianggap kawan Orde Baru, namun partai ini tak pernah gemilang lagi seperti masa lampau. Segala yang berbau Sukarno dihapus oleh rezim Orde Baru. Meski Osa-Usep berhasil membawa PNI sampai ke Pemilu 1971, tetapi setelah itu PNI karam. Pemerintah menyederhanakan peserta pemilu hanya menjadi tiga: PPP, Golkar, dan PDI. Dan PNI pun usai.

Infografik Osa Maliki
Infografik Osa Maliki 1907-1971. tirto.id/Fuad

Digoelis Penjaga Keamanan Kampung

Osa Maliki Wangsadinata lahir di Padalarang--sekarang masuk wilayah Kab. Bandung Barat--pada 30 Desember 1907. Dia pernah menjadi anggota Sarekat Islam Merah dan terlibat dalam Pemberontakan PKI 1926 sehingga dibuang ke Tanahmerah, Boven Digoel, di pedalaman Papua.

Menurut Molly Bondan dalam Spanning A Revolution (2008:209), Osa Maliki mengisi waktu luangnya di Digoel dengan menjadi anggota penjaga keamanan—yang dinamai otoritas Belanda sebagai Rust en Orde Bewaarder (ROB)—yang tugasnya menjaga keamanan jalanan dan kampung siang dan malam.

Mereka biasanya melakukan ronda dan melaporkan aktivitas orang buangan lainnya. Selain itu, mereka juga punya wewenang menindak kawan yang dianggap bersalah. Sebagai anggota ROB, Osa Maliki menerima gaji 17,5 Gulden. Dia pernah mengatasi keributan antar tahanan politik Digoel yang di antaranya memakai pisau lipat.

Sepulang dari Digoel, dia menjadi guru di Taman Siswa Bandung dari 1938 hingga 1942. Pada zaman pendudukan Jepang, seperti dicatat Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda (2018:500), Osa Maliki pernah bekerja di seksi propaganda Hokokai di Jakarta, tetapi pernah pula ditahan oleh polisi militer Jepang (Kempeitai) selama enam bulan. Sekitar 1945, dia menjadi anggota Barisan Pelopor Istimewa.

Pada November 1945, seperti dicatat dalam Kepartaian dan Parlementaria Indonesia (1954:21), Osa Maliki adalah sekretaris dari Serikat Rakjat Indonesia (Serindo) yang diketuai Sarmidi Mangunsarkoro. Dia juga pernah menjadi Kepala Jawatan Penerangan di Cirebon sekitar tahun 1946-1948. Lalu menjadi komisaris Kementerian Penerangan pada pemerintahan gerilya di Jawa Barat. Osa Maliki wafat di Salatiga pada 15 September 1971.

Baca juga artikel terkait PARTAI NASIONAL INDONESIA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh