Menuju konten utama

Bagaimana Nasib Perusahaan Media Setelah Melantai di Bursa?

Jumlah emiten media yang melantai di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai sembilan perusahaan. Namun, hanya empat emiten yang sahamnya yang likuid.

Bagaimana Nasib Perusahaan Media Setelah Melantai di Bursa?
Ilustrasi Media Berita. ANTARA FOTO

tirto.id - Satu lagi perusahaan media bakal melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Arkadia Digital Media—perusahaan media yang menaungi Suara.com—bakal mencatatkan saham perdana (initial public offering/IPO).

Rencana Arkadia melakukan IPO disampaikan otoritas bursa pada awal Juni 2018. Apabila tidak ada aral melintang, Arkadia bakal melantai di pasar modal pada kuartal III-2018, dan melepas 36 persen saham.

Selain Suara.com, Arkadia memiliki beberapa portal berita lainnya, yakni Bolatimes.com, Matamata.com dan Hitekno.com. Perseroan yang dipimpin William Martaputra ini juga bakal menambah jumlah portal berita.

Keputusan Arkadia untuk melantai di bursa akan menambah pilihan portofolio investor di bursa saham. Apabila IPO Arkadia terealisasi, maka jumlah emiten media yang ada di BEI bertambah menjadi 10 emiten.

Momentum IPO bagi perusahaan media di tahun ini memang sangat tepat, karena berkaitan dengan tahun politik. Menurut Bahana Sekuritas, belanja iklan di Indonesia pada 2018 diperkirakan tumbuh 13-15 persen seiring dengan digelarnya Pilkada dan kegiatan internasional. Tahun lalu, belanja iklan tercatat Rp145 triliun, naik 8 persen dari belanja iklan 2016 sebesar Rp134 triliun.

Persoalan Saham Media

Namun, IPO Arkadia bakal tidak akan terlalu disambut antusias oleh investor. Di mata investor, saham media agak kurang menarik. Hal itu terlihat dari sebagian besar emiten media yang sahamnya tercatat kurang likuid.

“Untuk menghitung valuasi emiten media itu agak susah, apalagi kalau produknya itu tidak terintegrasi hanya media online saja. Jadi susah menghitung asetnya,” kata Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Sekuritas kepada Tirto.

Menurut Edwin, perusahaan media yang hanya fokus di salah satu channel saja agak kurang menarik ketimbang media yang terintegrasi atau memiliki banyak channel, mulai dari koran, televisi, media online dan lainnya.

Apa yang disampaikan Edwin ada benarnya. Dari sembilan emiten media di BEI, hanya empat media yang cukup banyak ditransaksikan pada 2017. Empat media ini juga memiliki berbagai channel berita.

Empat emiten media itu antara lain: PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA) dengan frekuensi transaksi 22.713 kali (PDF) selama 62 hari. Kemudian, PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNCN) yang ditransaksikan 235.060 kali selama 61 hari.

Juga ada PT Surya Citra Media Tbk. (SCMN) dengan frekuensi transaksi sebanyak 137.958 kali selama 62 hari, dan PT Mahaka Radio Integra Tbk. (MARI) dengan frekuensi sebanyak 10.339 kali selama 57 kali.

Sementara emiten lainnya seperti PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK), PT Intermedia Capital Tbk. (MDIA), PT Mahaka Media Tbk. (ABBA), PT Star Pasific Tbk. (LPLI) dan PT Tempo Intimedia Tbk. (TMPO), berada di bawah 700 kali selama 3 bulan.

Namun, definisi saham tidak likuid memang tak punya patokan yang jelas. Ada yang beranggapan saham tidak likuid adalah saham yang harganya tidak bergerak selama periode tertentu. Sebagian lagi melihat karena saham-saham itu memiliki frekuensi transaksi perdagangan yang sangat minim.

Menurut BEI, saham masuk kriteria saham tidak aktif apabila frekuensi perdagangan selama tiga bulan kurang dari 75 kali, lalu menjadi saham tidur dan tidak likuid. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran PT BEJ No. SE-03/BEJII-1/I/1994.

“Banyaknya saham media yang kurang likuid ini juga karena perusahaan itu sendiri jarang diberitakan, dan jarang melakukan aksi korporasi,” tutur Reza Priyambada, Analis Binaartha Sekuritas kepada Tirto.

Aksi korporasi yang dimaksud adalah cara-cara perseroan dalam meningkatkan likuiditas sahamnya. Misalnya, dengan melakukan pemecahan saham (stock split), pembelian kembali saham (buy back) dan lain sebagainya.

Infografik Emiten Media di BEI

Tren Pergerakan Harga Saham Media Turun

Selain kurang likuid, pergerakan saham rata-rata emiten media dalam lima tahun terakhir ini terus menurun. Dari sembilan emiten, hanya tiga emiten yang harga sahamnya menanjak, yakni saham TMPO, MARI dan EMTK.

Harga saham TMPO pada 22 Juni 2018 tercatat Rp258 per saham, naik 67 persen dari harga saham pada 1 juli 2013 sebesar Rp155 saham. Sementara harga saham EMTK naik 49 persen menjadi Rp8.950 per saham.

Saham media yang dinilai lumayan likuid justru malah turun. MNCN misalnya. Pada 22 Juni 2018, harga saham MNCN tercatat Rp975 per saham, anjlok 69 persen dari harga saham pada 1 Juli 2013 sebesar Rp3.100 per saham.

Pada periode yang sama, saham SCMA melorot 22 persen menjadi Rp2.100 per saham dari Rp2.675 per saham. Begitu juga dengan harga saham VIVA yang melorot 34 persen menjadi Rp220 per saham dari Rp335 per saham.

Bagaimana dengan kinerja keuangannya?

Meski pergerakan saham emiten media kurang memesona di mata para investor, kinerja keuangan emiten media masih positif. Pada 2017, sebagian besar emiten masih mencatatkan untung bersih.

Dari sembilan emiten, hanya tiga emiten yang mencatatkan rugi bersih, yakni Tempo Intimedia dengan rugi bersih sebesar Rp14 miliar (2016), Mahaka Media rugi Rp37 miliar dan Star Pasific rugi Rp337 miliar.

Dari enam emiten media yang untung, empat emiten di antaranya mengalami tren kenaikan laba bersih dalam lima tahun terakhir ini. Empat emiten itu adalah Visi Media, Surya Citra, Intermedia Capital, dan Mahaka Radio.

Pada 2017, laba bersih Visi Media tercatat Rp209,67 miliar naik 187 persen dari laba bersih 2013 sebesar Rp72,92 miliar. Surya Citra Media membukukan laba bersih Rp1,51 triliun, naik 18 persen dari Rp1,27 triliun.

Sementara itu, Intermedia Capital meraup laba bersih sebesar Rp553,5 miliar naik 365 persen dari laba bersih 2013 sebesar Rp119 miliar. Mahaka Radio meraup laba bersih Rp32,54 miliar, naik 89 persen dari Rp17,23 miliar.

Melihat tren kinerja emiten media di BEI, tampaknya agak berat bagi Arkadia untuk menarik minat investor. Namun, tidak menutup kemungkinan peluang masih tetap ada.

Baca juga artikel terkait BURSA EFEK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra