Menuju konten utama

Bagaimana Media Sosial Memengaruhi Kesehatan Mental Selama Pandemi?

Apa saja pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental selama pandemi COVID-19.

Bagaimana Media Sosial Memengaruhi Kesehatan Mental Selama Pandemi?
Ilustrasi. Getty Iamges/iStockphoto

tirto.id - Di seluruh dunia, statistik menunjukkan kesehatan mental telah menurun sejak awal pandemi COVID-19. Lalu apakah media sosial harus turut disalahkan?

Dalam skala global, media sosial dapat menjadi cara bagi orang untuk mengumpulkan informasi, berbagi ide, dan menjangkau orang lain yang menghadapi tantangan serupa.

Ini juga dapat menjadi platform yang efektif untuk menyampaikan informasi dengan cepat selama krisis nasional atau dunia.

Jangkauan global inilah yang menjadikan media sosial sebagai platform komunikasi penting selama pandemi COVID-19.

Ketika organisasi kesehatan pemerintah menggunakannya untuk menyampaikan temuan terbaru tentang pencegahan dan pengobatan, media sosial menjadi lebih dari sekadar tempat untuk memposting foto liburan terbaru, media sosial juga menjadi pusat informasi terkait pandemi.

Tetapi apakah penggunaan media sosial selama pandemi berdampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan mental? Atau apakah itu memiliki efek sebaliknya?

Kondisi kesehatan mental saat ini

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kondisi kesehatan mental sedang meningkat. Data menunjukkan bahwa sekitar 20% anak-anak dan remaja di seluruh dunia hidup dengan kondisi kesehatan mental.

Selain itu, bunuh diri adalah penyebab kematian kedua pada usia 15-29 tahun.

Selama pandemi COVID-19, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menemukan bahwa orang dewasa yang disurvei di Amerika Serikat:

  • 31% melaporkan gejala kecemasan atau depresi;
  • 13% melaporkan telah memulai atau meningkatkan penggunaan narkoba;
  • 26% dilaporkan mengalami gejala yang berhubungan dengan stres;
  • 11% melaporkan memiliki pikiran untuk bunuh diri.
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa tantangan kesehatan mental terkait pandemi telah berdampak pada orang secara berbeda, dengan beberapa kelompok ras dan etnis secara tidak proporsional dipengaruhi oleh stres pandemi.

Secara khusus, orang dewasa Hispanik melaporkan mengalami tingkat stres psikososial tertinggi sehubungan dengan kekurangan makanan dan perumahan yang tidak aman pada awal pandemi.

Dampak krisis kesehatan masyarakat terhadap kesehatan mental

Sebuah laporan penelitian yang diterbitkan di Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa ada hubungan antara ancaman pandemi dan kecemasan dan kekhawatiran yang luas di kalangan masyarakat.

Para ilmuwan menjelaskan bahwa beberapa kecemasan tentang keselamatan dan kesehatan pribadi selama wabah penyakit yang meluas dapat membantu mempromosikan perilaku sehat, termasuk mencuci tangan dan menjaga jarak sosial.

Namun, pada beberapa orang, kecemasan bisa menjadi berlebihan dan membahayakan.

Media sosial dan informasi yang salah tentang kesehatan

Dilansir laman Medical News Today, penggunaan media sosial telah meningkat sejak debutnya pada tahun 1995. Seiring pertumbuhannya, semakin banyak orang yang mulai menggunakannya sebagai sumber berita.

Menurut survei Pew Research Center yang dilakukan antara 31 Agustus dan 7 September 2020, sekitar 53% orang dewasa di AS mendapatkan berita mereka dari media sosial.

Penelitian menunjukkan bahwa media sosial dapat membantu mengkomunikasikan informasi kesehatan secara efektif kepada audiens global selama krisis kesehatan masyarakat.

Namun, informasi yang dibagikan di platform ini terkadang tidak akurat atau menyesatkan.

Misalnya, satu ulasan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Medical Internet Research melihat posting media sosial sebelum Maret 2019 dan menemukan bahwa Twitter berisi banyak informasi yang salah tentang kesehatan, kebanyakan tentang produk merokok dan obat-obatan.

Kesalahan informasi kesehatan ini dapat menyebabkan peningkatan ketakutan, kecemasan, dan pilihan kesehatan yang buruk.

Menurut sebuah penelitian, upaya untuk mengurangi penyebaran informasi yang salah dengan memeriksa fakta dan menandai postingan yang tidak akurat dapat membantu mengurangi pengaruh informasi palsu bagi sebagian orang.

Namun, masih ada perdebatan tentang apakah regulasi konten media sosial dapat meningkatkan ketidakpercayaan dan mempromosikan lebih banyak posting media sosial yang mencerminkan informasi yang tidak akurat.

Media sosial, COVID-19, dan kesehatan mental

Karena pandemi COVID-19 muncul baru-baru ini, para ilmuwan baru mulai memahami peran media sosial terhadap kesehatan mental pengguna.

Misalnya, menggunakan kuesioner, para peneliti di Cina mewawancarai 512 mahasiswa dari 24 Maret hingga 1 April 2020, untuk menentukan apakah media sosial membahayakan kesehatan mental selama pandemi COVID-19.

Hasil menunjukkan hubungan antara penggunaan media sosial yang lebih tinggi dan peningkatan risiko depresi.

Selanjutnya, penulis menyarankan bahwa paparan laporan dan posting negatif dapat berkontribusi pada risiko depresi pada beberapa orang.

Selain itu, menurut sebuah penelitian yang muncul di jurnal Globalization and Health, ada semakin banyak bukti bahwa umpan berita tanpa akhir yang melaporkan tingkat infeksi SARS-CoV-2 dan tingkat kematian COVID-19 dapat memengaruhi kesehatan mental beberapa individu.

Pakar kesehatan mental Lee Chambers memberikan penjelasan tentang dampak media sosial terhadap kesehatan mental selama pandemi.

“Meskipun kita semua dipengaruhi dengan cara yang berbeda oleh konsumsi media sosial, aliran negatif dan informasi yang salah selama 18 bulan terakhir telah menyebarkan ketakutan; penonjolan isu-isu sosial dan politik telah mengurangi optimisme; dan foto yang diedit serta konten positif beracun tidak menyisakan ruang untuk merasa aman atau mengekspresikan emosi negatif secara sehat," terang Chambers.

Bersamaan dengan meningkatnya keinginan untuk metrik seperti like dan komentar di masa-masa sulit ini, kemungkinan media sosial telah memperburuk tantangan kesehatan mental.

Dia juga menjelaskan bahwa media sosial membuat orang tetap terhubung dengan teman dan keluarga, terutama selama jarak sosial dengan interaksi fisik yang terbatas.

Namun, peningkatan penggunaan ini mungkin telah memperkuat kecemasan dan tantangan sosial dengan perfeksionisme dan perbandingan bagi sebagian orang.

Baca juga artikel terkait EFEK MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Yantina Debora