Menuju konten utama

Bagaimana Maskapai Penerbangan Jorjoran Beriklan di Klub Bola

Keuntungan bisnis maskapai penerbangan terbilang kecil, tapi tak sedikit yang menggelontorkan jutaan dolar untuk memperkuat merek di klub bola.

Bagaimana Maskapai Penerbangan Jorjoran Beriklan di Klub Bola
Pemain Real Madrid merayakan gol. FOTO/REUTERS

tirto.id - Anak laki-laki nampak sumringah menyaksikan pertandingan sepakbola di kabin pesawat udara milik Garuda Indonesia. Tim jagoannya, Liverpool tengah bertanding saat itu. Sesekali, anak laki-laki itu juga melompat-lompat di tempat duduknya.

Saat asyik menonton, ia tiba-tiba menaikkan kedua alisnya. Matanya berbinar-binar. Ia terkejut lantaran melihat mantan kapten Liverpool Stevan Gerrard berada di pesawat yang sama.

Cerita bocah yang bertemu dengan sosok idolanya ini adalah penggalan dari iklan Garuda Indonesia pada 2013. Iklan ini juga menunjukkan Garuda Indonesia resmi menjadi salah satu mitra resmi Liverpool selama dua musim, yakni 2014-2015 dan 2015-2016.

Dalam kerja sama itu, Garuda merogoh kocek sebesar US$9 juta per tahun atau bila memakai kurs saat ini sekitar Rp125 miliar lebih. Hubungan kerja sama antara Garuda dan Liverpool sudah dimulai sejak akhir 2012, ketika kursi direktur utama Garuda dipegang Emirsyah Satar.

Maskapai penerbangan menjadi sponsor dari klub sepakbola memang bukan cerita baru. Sebelum Garuda, sejumlah maskapai penerbangan global sudah lebih dulu menjadi sponsor klub sepakbola, mulai dari Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol dan lainnya.

Dari 10 klub sepakbola terkaya di dunia, sebagian besar klub mendapat sponsor dari maskapai penerbangan. Manchester United (MU) misalnya, dengan nilai kekayaan US$3,69 miliar, sang "Setan Merah" bermitra dengan Aeroflot, maskapai penerbangan berjadwal asal Rusia.

Nama lainnya ada Bayern Munchen dengan nilai kekayaan US$2,71 miliar yang bermitra dengan Lufthansa, maskapai asal Jerman. Liverpool sempat bermitra dengan Malaysia Airlines 2016 lalu, Chelsea dengan Delta Airline, hingga Air Asia yang juga sempat bersama Queens Park Rangers (QPR) dan lainnya.

Emirates—maskapai asal Dubai—mensponsori empat klub dari empat negara berbeda, seperti Real Madrid dari Spanyol, Arsenal dari Inggris, Paris Saint Germain (PSG) dari Perancis, dan AC Milan dari Italia.

Dalam mensponsori klub sepak bola, dana yang digelontorkan maskapai tidak kecil. Emirates dan Arsenal misalnya, menyepakati perpanjangan kerja sama senilai £200 juta atau setara dengan US$280 juta pada Februari 2018.

Dari perjanjian baru tersebut, Emirates akan mensponsori jersey Arsenal hingga lima tahun ke depan atau musim 2023-2024. Kerja sama Emirates dengan Arsenal ini sudah terjalin sejak 2006.

Selain Emirates, maskapai asal Timur Tengah lainnya Qatar Airways juga menandatangani kerja sama sponsorship dengan AS Roma. Dikutip dari Reuters, nilai kerja sama itu mencapai sekitar 40 juta euro.

Nilai kontrak kerja sama itu disebut-sebut paling besar yang pernah ditandatangani AS Roma. Nilai kontrak ini juga paling tinggi yang pernah diterima oleh klub-klub Liga Italia. Rencananya, nilai kontrak kerja sama itu berlaku hingga musim 2020-2021.

Infografik Maskapai Klub Sepakbola

Apa yang menjadi pertimbangan maskapai mensponsori klub sepakbola?

Jawabannya sederhana, maskapai menginginkan pangsa pasar dan pendapatan mereka tetap mendominasi di tengah persaingan industri penerbangan global yang kian ketat. Untuk itu, mau tidak mau brand positioning harus terus ditingkatkan.

Menurut Kevin Lane Keller, profesor pemasaran dari Tuck School of Business at Dartmouth College dikutip dari Strategic Brand Management (2012: 41), brand positioning adalah strategi pemasaran untuk membangun keunggulan dari suatu merek yang kompetitif di benak konsumen.

Namun, agar strategi ini berhasil, mau tidak mau merek maskapai tentunya harus dapat dikenal konsumen. Salah satu cara yang paling mudah dan efektif adalah dengan mensponsori klub sepakbola.

Mengapa klub sepakbola? Tidak bisa dipungkiri, sepakbola merupakan olahraga yang paling populer di dunia saat ini, terutama Liga Premier Inggris. Dari negara maju sampai dengan negara miskin menyukai tontonan mengolah bola bundar ini.

Dikutip dari Biggest Global Sport, sepakbola berada di peringkat pertama sebagai olahraga terpopuler di dunia, terutama di Amerika Selatan, Eropa dan Afrika. Pada final piala dunia 2010, laga antara Spanyol dan Belanda ditaksir ditonton 700 juta orang.

Sehingga tidak salah apabila maskapai jor-joran menggelontorkan uang di klub sepakbola. Apalagi, pangsa pasar yang dibidik maskapai global seperti Emirates, Etihad, Qatar dan lain sebagainya adalah pasar global.

Selain penetrasi pasar yang mengglobal, biaya sponsor maskapai di klub-klub sepakbola juga terbilang murah jika dibandingkan dengan manfaat yang diterima. Hal tersebut juga diakui Emirates.

“Sepak bola masih merupakan iklan termurah apabila Anda menginginkan visibilitas,” kata Boutros Boutros, Divisional Senior Vice-President, Corporate Communications, Marketing and Brand ‎Emirates Group dikutip dari The National.

Namun, menggelontorkan dana jutaan dolar untuk mengibarkan merek di mata para penggila bola dengan terus-terusan, tentu berefek pada keuangan maskapai penerbangan sebagai sponsor. Di sisi lain, margin keuntungan maskapai penerbangan dunia terbilang kecil. Menurut International Air Transport Association (IATA), margin keuntungan maskapai global rata-rata hanya sekitar 4,7 persen dari pendapatan.

Margin yang tipis tidak serta membuat besaran profit dari suatu maskapai tipis. Emirates contohnya, pada 2017-2018, maskapai meraup laba sebesar US$762 juta, naik 124 persen dari tahun sebelumnya.

Sponsorship itu tidak akan menekan keuangan mereka. Nilai profit mereka itu besar sekali. Justru ini positif buat branding mereka,” kata Arista Atmadjati, Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) kepada Tirto.

Menurut Arista, sponsorship di klub sepakbola merupakan langkah yang tepat bagi maskapai global dalam memperkuat merek. Pasalnya, konsumen mereka bukanlah satu atau dua negara, tetapi seluruh negara.

Namun demikian, strategi sponsorship di klub sepakbola juga tidak lantas membuat penjualan maskapai melesat. Garuda misalnya. Sejak menjalin kerja sama dengan Liverpool pada 2012 hingga 2016, tren pendapatannya naik turun.

Pada periode 2012-2016, rata-rata pertumbuhan pendapatan Garuda hanya sekitar 3 persen. Laba bersih perseroan juga dalam tren menurun. Dari sebelumnya untung US$111 juta pada 2012, menjadi hanya untung US$9,36 juta pada 2016. Garuda juga pernah merasakan rugi pada 2015 sebesar US$368 juta.

“Pasar maskapai terbesar kita sebenarnya masih domestik. Nah, kalau Emirates dan kawan-kawan memang pasarnya itu di luar negeri. Jadi memang harus berhati-hati kalau mau iklan, harus lihat dulu sasarannya,” jelas Arista.

Dampak sponsorship di klub sepakbola memang bisa signifikan mengangkat merek maskapai penerbangan. Namun, langkah ini juga harus tetap memperhatikan konsumen yang ingin disasar maskapai. Dalam konteks Garuda pada 2013, tak terlepas dari pencabutan larangan terbang Garuda di udara Eropa beberapa tahun sebelumnya.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Marketing
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra