Menuju konten utama
Ramadhan 2021

Bagaimana Hukum Puasa Beduk saat Ramadhan, Apakah Boleh Dilakukan?

Puasa beduk, hukum puasa beduk, siapa saja yang boleh melaksanakan puasa beduk.

Bagaimana Hukum Puasa Beduk saat Ramadhan, Apakah Boleh Dilakukan?
Ilustrasi hidangan puasa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Puasa adalah proses menahan lapar dan dahaga dari fajar (subuh) hingga terbenamnya matahari (maghrib).

Ibadah puasa bersifat mengikat bagi mukallaf (orang Islam yang sudah dikenai hukum).

Rasullah SAW bersabda terkait orang-orang yang bukan mukallaf dalam hadis berikut:

“Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum) atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh.” (HR Abu Dawud).

Dalam hadis dikatakan anak-anak yang sudah menginjak balig adalah mukallaf. Ini berarti bahwa anak-anak yang sudah balig akan dikenakan hukum untuk menunaikan ibadah wajib seperti salat dan puasa Ramadan seperti waktu-waktu ini.

Membahas tentang puasa anak-anak, makan berkaitan pula dengan yang namanya fenomena “puasa beduk”.

Apa itu puasa beduk dan bagaimana hukum yang mengikatnya?

Puasa beduk merupakan puasa yang dimulai dari waktu subuh hingga dikumandangkannya azan Zuhur.

Di dalam Islam tidak ada dasarnya dan haram bila dijalankan oleh orang dewasa. Namun, puasa ini diperbolehkan apabila terdapat uzur syar’i yang memperbolehkanya berbuka.

Hal ini sesuai dengan potongan Surah Al Baqarah ayat 187 sebagai berikut:

... وَكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الۡخَـيۡطُ الۡاَبۡيَضُ مِنَ الۡخَـيۡطِ الۡاَسۡوَدِ مِنَ الۡفَجۡرِ‌ؕ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيۡلِ‌ۚ..

Artinya:

“Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang waktu malam.”

Lalu bagaimana apabila dijalankan oleh anak-anak yang belum balig sebagai pembelajaran?

Dikutip dari laman NU Online, di dalam kitab "Al-Muhadzzab" karya Al Imam As-Syairazi dijelaskan sebagai berikut:

وَأَمَّا الصَّبِيُّ فَلَا تَجِبُ عَلَيْهِ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يُفِيْقَ). وَيُؤْمَرُ بِفِعْلِهِ لِسَبْعِ سِنِيْنَ إِذَا أَطَاقَ الصَّوْمَ وَيُضْرَبُ عَلَى تَرْكِهِ لِعَشْرٍ قِيَاساً عَنِ الصَّلاَة

Artinya:

“Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadis Nabi SAW, ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,” (Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i jus I hal 325).

Al Imam Asy-Syairazi menjelaskan bahwa para orang tua harus memerintahkan anak-anaknya yang menginjak umur 7 tahun untuk berpuasa dan memukulnya apabila berumur 10 tahun tidak berpuasa.

Tentunya akan banyak anak-anak yang tidak kuasa berpuasa sehari penuh. Sehingga, perlunya tahapan dari puasa setengah hari menuju sehari penuh.

Maka dari itu Al Imam Asy-Syairazi dalam dalil mengatakan “apabila ia kuat”.

Pendidikan puasa pada anak sudah dipraktekkan sejak zaman Rasullah SAW:

عَنْ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذٍ قَالَتْ أَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمْ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ

Artinya:

“Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata bahwa suatu pagi di hari Asyura’, Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Ansor untuk menyampaikan pesan, ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Magrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’ Rubayyi’ berkata, kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain. Jika mereka menangis, maka kami beri mainan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,” (Lihat Ibnu Hajar Al-‘Asqallani Asy-Syafî’i, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhâri, [Darul Ma’rifah, Beirut], juz IV, halaman 201).

Dari beberapa pernyataan di atas dapat diambil keterangan bahwa puasa beduk (puasa setengah hari) diharamkan untuk orang dewasa apabila tidak beruzur.

Puasa beduk dianjurkan untuk anak-anak sebagai tahap pembelajaran supaya nantinya kuat menjalani puasa sehari penuh.

Baca juga artikel terkait PUASA BEDUK atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno