Menuju konten utama
Periksa Data

Bagaimana COVID-19 Mengubah Ekonomi Indonesia & ASEAN?

Pada kuartal II/2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia -5,32 persen. Seberapa besar dampak COVID-19 terhadap perubahan perekonomian dibanding saat "normal"?

Bagaimana COVID-19 Mengubah Ekonomi Indonesia & ASEAN?
Periksa Data Seberapa Terganggu Perekonomian Indonesia Akibat COVID-19. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada Rabu (5/8/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2020. Seperti yang sudah diperkirakan banyak pihak, perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar -5,32 persen (year on year).

Kontraksi tersebut lebih dalam jika dibandingkan prediksi Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebelumnya. Menkeu memprediksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal II akan mengalami kontraksi dengan kisaran minus 3,5-5,1 persen.

"Kami ekspektasikan kuartal II itu kontraksinya saya sampaikan di sini. Minus 3,5-5,1 persen. Titik poin 4,3 persen. Sudah lebih dalam kami sampaikan di minus 3,8 persen," ucap Sri Mulyani kepada wartawan di DPR RI, Rabu (15/7/2020).

Angka negatif pada kuartal ini menambah catatan buruk pertumbuhan ekonomi pada 2020. Pada kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 2,97 persen. Pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan prediksi sebelumnya sebesar 5 persen.

Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama dan kedua yang cenderung menurun memang tak lepas dari pengaruh pandemi virus corona (COVID-19) yang berlangsung lebih dari empat bulan terakhir. Catatan singkat, sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020 hingga 6 Agustus 2020, jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia mencapai 118.753 orang. Bagaimana detail pengaruh COVID-19 terhadap pergerakan ekonomi Indonesia?

Pertumbuhan ekonomi kuartal I dan II pada 2018-2019 berkisar pada angka 5 persen. Penurunan mulai terjadi pada tahun ini saat pandemi mulai terjadi. Pertumbuhan pada kuartal I/2020 tercatat sebesar 2,97 persen. Jika dihitung terhadap kuartal yang sama pada 2019 sebesar 5,07 persen, artinya terdapat selisih sebesar minus 2,1 persen.

Selisih pada kuartal II, sementara itu, lebih besar. Jika dihitung antara kuartal I/2020 sebesar -5,32 persen terhadap kuartal-II 2019 sebesar 5,05, maka terdapat selisih sebesar -10,37 persen. Catatan angka tersebut berbeda jika dibandingkan dengan kondisi "normal" atau pra COVID-19. Jika membandingkan kuartal I dan II pada 2019 terhadap 2018, angkanya cenderung stabil dengan selisih yang cukup kecil.

Selisih antara kuartal I/2019 jika dibandingkan kuartal I/2018 sebesar 5,06 persen, tercatat kenaikan sebesar 0,01 persen. Jika membandingkan kuartal II pada kedua tahun yang sama, selisih angka menjadi minus 0,22 persen.

Komponen pengeluaran pemerintah turut menjadi kontributor penting dalam catatan minus perekonomian kuartal II ini, menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan.

Ia menyoroti program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dinilai tidak berjalan maksimal karena terkendala masalah birokrasi dan administrasi. Program PEN juga dinilai kurang melibatkan pemerintah daerah.

Penurunan Ekonomi di ASEAN

Dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN, selisih atau perubahan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang bukan yang terburuk. Namun, menurut Trading Economics, Indonesia termasuk negara dengan penurunan pertumbuhan ekonomi dengan selisih dua digit pada kuartal II/2020.

Trading Economics mencatat enam negara di ASEAN mengalami penurunan ekonomi pada kuartal II/2020 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebanyak tiga diantaranya, mengalami penurunan di atas 10 persen.

Penurunan terkecil dicatatkan Malaysia sebesar 3,80 persen dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2020 sebesar 0,70 persen. Thailand dan Vietnam masing-masing mengalami penurunan ekonomi sebesar 4,70 persen dan 6,37 persen.

Indonesia berada di urutan ketiga dengan penurunan ekonomi sebesar minus 10,37 persen. Abdul Manap menyebut penurunan ekonomi Indonesia di level dua digit tersebut tidak mengagetkan mengingat tidak adanya sektor yang menjadi backbone bagi perekonomian dalam negeri.

"Masalahnya di Indonesia itu tidak ada salah sektor pun yang menjadi sektor leading kita,” ujar Abdul kepada Tirto via telepon, Jumat (7/8/2020).

Singapura yang sudah lebih awal mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal II juga mengalami penurunan ekonomi sebesar 12,80 persen. Penurunan ini turut dipengaruhi karakteristik perekonomian Singapura yang mengandalkan perdagangan luar negeri dan keuangan internasional.

Negeri Singa ini memang secara teknis sudah memasuki resesi ketika pengumuman angka awal pertumbuhan ekonomi kuartal II lalu. Pada kuartal II/2020, perekonomian Singapura mengalami kontraksi sebesar 12,60 persen. Sebelumnya, pada kuartal I pertumbuhan ekonomi Singapura juga menurun menjadi minus 0,3 persen.

Catatan singkat, resesi merupakan suatu kondisi saat pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kontraksi pada dua periode berturut-turut.

Filipina menjadi negara dengan penurunan ekonomi terbesar pada kuartal II/2020. Berdasarkan selisih pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 terhadap periode yang sama tahun 2019, tercatat penurunan ekonomi sebesar 22 persen.

Filipina secara teknis mengalami resesi setelah pada kuartal I juga mengalami kontraksi sebesar 0,7 persen. Catatan kontraksi perekonomian pada dua kuartal berturut-turut turut dipengaruhi penerapan lockdown yang ketat di negara tersebut.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Hanif Gusman

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Hanif Gusman
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara