Menuju konten utama

Bagaimana Ciri-ciri dan Gejala Stunting pada Anak?

WHO mengkategorikan anak-anak stunting sebagai mereka yang tinggi badannya lebih rendah dari rata-rata untuk usianya.

Bagaimana Ciri-ciri dan Gejala Stunting pada Anak?
Anggota Ikatan Konselor Laktasi Klaten mengukur postur tinggi bocah dan memberikan sosialiasi pemberian gizi bayi untuk mencegah kegagalan tumbuh kembang anak (stunting) saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Klaten, Jawa Tengah, Minggu (22/4/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya

tirto.id - Orang tua perlu mengenal gejala stunting pada anak sedini mungkin. Stanting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita sehingga terlalu pendek untuk usianya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkategorikan anak-anak stunting sebagai mereka yang tinggi badannya lebih rendah dari rata-rata untuk usianya, dan setidaknya dua deviasi standar di bawah Median Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Dilansir dari laman WHO, stunting dapat terjadi pada awal kehidupan anak terutama pada 1.000 hari pertama sejak konsepsi sampai usia dua tahun. Tidak menutup kemungkinan, bayi yang masih dalam rahim dapat mengalami gangguan pertumbuhan.

Stunting dipengaruhi oleh gizi buruk dalam rahim dan masa kanak-kanak, serta infeksi yang sering terjadi sebelum atau sesudah lahir. Perlu diketahui, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.

Anak stunting biasanya memiliki performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar. Selain itu, anak mengalami pertumbuhan yang melambat, tanda pubertas terlambat, pertumbuhan gigi terlambat, dan wajah tampak lebih muda dari usianya. Di usia 8-10 tahun, anak stunting akan menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye contact, demikian sebagaimana dilansir dari laman Indonesia Baik.

Penelitian menunjukkan, anak stunting mungkin tidak pernah mencapai tinggi potensi penuh dan memiliki perkembangan kognitif buruk sehingga menyebabkan kinerja pendidikan kurang optimal dan penurunan kapasitas intelektual, perkembangan motorik.

Balita di bawah usia dua tahun yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.

Selain faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting di antaranya, praktik pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.

Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

National Center for Biotechnology Information melaporkan stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat secara global. Pada tahun 2017, sekitar 151 juta (22 persen) balita mengalami stunting, lebih dari separuh anak dengan stunting berasal dari Asia. Sedangkan Indonesia menempati peringkat kelima dengan beban stunting tertinggi pada anak balita.

Indonesia dianggap memiliki prevalensi stunting yang tinggi (30-39 persen). namun prevalensi stunting telah menurun secara perlahan dalam sepuluh tahun terakhir, dari 42 persen menjadi 36 persen.

Baca juga artikel terkait STUNTING atau tulisan lainnya dari Sarah Rahma Agustin

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Sarah Rahma Agustin
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Alexander Haryanto