Menuju konten utama

Bagaimana Cina Menekan Corona COVID-19 dan Membantu Italia

Cina membantu Italia menangani Corona setelah sukses menekan Corona di negaranya sendiri.

Bagaimana Cina Menekan Corona COVID-19 dan Membantu Italia
Ilustrasi Wuhan. foto/istockphoto

tirto.id - Sebanyak 31 ton pasokan medis, termasuk masker dan respirator, tiba di Italia pada 12 Maret kemarin dari Bandara Shanghai Pudong, Cina. Dilaporkan CGTN, sebuah media yang dibiayai pemerintahan Cina, bersama pasokan tersebut dikirim pula sembilan orang ahli untuk membantu negara tersebut menghadapi pandemi Corona atau COVID-19.

Dilansir dari SMCP, bantuan itu hadir setelah sehari sebelumnya Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio memohon bantuan.

Di Maio bilang, Italia “sedang memantau dan belajar betul-betul” dari keberhasilan Cina menghadapi Corona serta tetap berharap Cina dapat membantu “kebutuhan mendesak” yang mereka perlukan saat ini.

Italia jadi negara paling terdampak Corona setelah Cina, sejak virus ini terkonfirmasi muncul pada 21 Februari lalu. Angka kematian di negara ini jadi yang tertinggi di dunia. Pada Minggu, 15 Maret, Italia melaporkan 368 kematian baru akibat Corona. Total kematian di sana mencapai 1.809, dengan angka kasus positif bertambah dari 21.157 pada Sabtu menjadi 24.747 pada Minggu.

Wabah ini bikin kewalahan seluruh rumah sakit, dan membuat suplai bahan pokok seperti masker dan alat pelindung diri (APD) kehabisan stok.

Keseriusan Cina membantu Italia semakin tegas setelah Senin kemarin, Presiden Xi Jinping mengatakan akan menambah suplai bantuan. Hal ini ia lakukan setelah menerima telepon dari Perdana Menteri Giuseppe Conte pada Senin Malam.

“Cina mengerti kebutuhan mendesak yang dirasakan Italia, dan akan mengirimkan lebih banyak ahli medis dan melakukan yang terbaik untuk membantu menyuplai bantuan medis dan keperluan lain,” kata Xi Jinping, dirilis dari CCTV.

Kebijakan Cina

Cina, tempat virus ini pertama kali hadir, sebenarnya mengalami keterpurukan, tapi sudah berhasil mengontrol situasi. Keberhasilan itu ditunjukkan dengan kunjungan Presiden Xi Jinping Selasa pekan lalu ke kota asal Corona, Wuhan.

Cina mengonfirmasi ada 24 kasus positif Corona, per Rabu 11 Maret lalu. Angka ini turun drastis dibandingkan dengan dua bulan pertama penyebaran COVID-19. Hingga Senin pekan lalu, jumlah kasus infeksi Corona di Cina sebanyak 81.020 kasus dengan 3.217 kematian dan 67.843 orang sembuh.

Angka kesembuhan dari Corona di Wuhan terus naik sejak akhir Februari kemarin. Pada Sabtu 29 Februari, pemerintah Cina hanya mencatat 99 kasus baru, turun dari 2 ribuan kasus baru yang tercatat pekan sebelumnya. Bahkan dari 24 kasus yang tercatat pada Rabu, 11 Maret lalu, sekitar 40 persennya berasal dari luar negeri. Senin kemarin, Cina menyatakan 13 provinsi sudah bebas dari pandemi Corona.

Semua bermula dengan keputusan mengunci Wuhan oleh otoritas Cina. Tepat pukul 10 pagi 23 Januari, lebih dari 60 juta orang di Hubei, provinsi tempat Wuhan berada, dikarantina dan dikenakan larangan perjalanan.

Hari kedua lockdown, sebuah rumah sakit baru khusus untuk penanganan Corona dibangun di Wuhan, yang kelak bernama Rumah Sakit Houshenshan, dengan kapasitas seribu dipan yang didesain khusus untuk pasien COVID-19.

Tak cukup karena penyebaran virus yang amat cepat, rumah sakit khusus kedua dibangun dengan kapasitas 1.600 dipan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengapresiasi keputusan mengunci Wuhan. Usaha untuk mengontrol penyebaran virus “bukanlah jalan (usaha) satu arah,” kata dokter Tedros Adhanom Ghebreyesus dari WHO, seperti dikutip dari The New York Times. Usaha ini dianggap bahkan telah menyelamatkan ribuan orang dari infeksi.

Uji Klinis Obat Terus Berlanjut

Meski Cina berhasil menekan angka positif COVID-19 di negaranya dan bikin ribuan orang sembuh, obat untuk membunuh Corona masih belum ditemukan dan masih terus diupayakan. Menurut data dari Clinical Trial Registry China, sejauh ini telah ada 293 uji klinis pada beragam obat yang diduga bisa melawan COVID-19.

Di antara obat-obat itu, Remdesivir, obat antivirus yang diproduksi oleh perusahaan farmasa Gilead, Amerika Serikat, adalah yang dinilai paling baik khasiatnya untuk melawan COVID-19.

“Hanya ada satu obat saat ini yang kami pikir mungkin memiliki khasiat nyata dan itu adalah Remdesivir,” kata Asisten Direktur Jenderal WHO Bruce Aylward pada konferensi pers di Beijing setelah mengunjungi Wuhan.

Selain Remdesivir, dokter di China juga memasukkan beberapa obat lain ke dalam uji klinis, termasuk kloroquin fosfat, obat anti-malaria, setelah menemukan "kemanjuran" obat-obat itu dalam penanganan COVID-19.

Obat anti-HIV seperti Lopinavir atau Arbidor juga dimasukkan dalam diagnosis dan rencana pengobatan Cina. Namun, belum ada obat yang bisa dipakai pasien secara universal karena proses pengukuhan vaksinnya masih terus berlangsung.

Bruce juga memuji keseriusan Cina menangani penyebaran COVID-19.

“Tak perlu dipertanyakan pendekatan berani Cina untuk menghentikan penyebaran virs [COVID-19] yang amat cepat telah mengubah haluan yang harusnya dengan cepat meningkat dan menjadi epidemi mematikan,” kata Bruce dengan mantap.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aulia Adam
Editor: Rio Apinino