Menuju konten utama

Bagaimana CIA Merekrut Ilmuwan Asing Secara Rahasia

Agen CIA menyamar, menghadiri konferensi akademik internasional, dan mengorek informasi penting dari ilmuwan asal negara lain. Lebih afdol lagi jika bisa membujuknya untuk membelot ke AS.

Bagaimana CIA Merekrut Ilmuwan Asing Secara Rahasia
Lobby kantor pusat CIA. FOTO/REUTERS

tirto.id - Panggil saja dia R.

R adalah mantan agen rahasia Badan Intelijen Asing (Central Intelligence Agency/CIA) Amerika Serikat yang sepanjang kariernya sering ditugaskan ke luar negeri. Kepada Daniel Golden ia menceritakan pengalamannya merekrut ilmuwan asing dengan cara berpartisipasi di konferensi akademik dengan memakai identitas palsu. Kisah uniknya dinarasikan Golden dalam bukunya Spy School: How the CIA, FBI, and Foreign Intelligence Secretly Exploit America’s Universities.

R mula-mula membuat daftar konferensi akademik yang akan datang, memilih satu di antaranya, dan mengincar ilmuwan asing yang pernah menghadiri konferensi sebelumnya dan diperkirakan akan datang lagi di konferensi mendatang. R akan menunjuk trainee dari CIA dan Dewan Keamanan Nasional AS (NSA) untuk mengembangkan profil target: di mana almamaternya, siapa instrukturnya, dan seterusnya. Ia lalu menghubungi kantor pusat untuk meminta ongkos perjalanan pulang-pergi menuju tempat konferensi dilaksanakan.

R biasanya menyamar sebagai pebisnis yang bergerak di bidang riset atau teknologi. Ia menciptakan nama perusahaan fiktif beserta catatan tagihan, nomor telepon, dan catatan kartu kreditnya. R juga membuat website abal-abal—tapi dalam tampilan yang cukup meyakinkan, dan kartu nama berisi identitas samaran. Ia punya tujuh nama samaran yang bisa dipilih sesuka hati tiap kali menjalankan misi.

R bukan ilmuwan. Ia tak mampu mengikuti percakapan tentang teori baru di bidang fisika nuklir atau temuan mengejutkan di ranah neurosains. Tapi ia paham jika rata-rata ilmuwan di konferensi akademik punya sifat introvert dan "canggung secara sosial". Langkah pertamanya cukup bermodal keberanian menyapa target potensial dengan pernyataan ringan di luar topik ilmiah, misalnya menyinggung betapa sesaknya ruangan konferensi.

“Kau hanya perlu mendaftarkan wajahmu dalam pikiran mereka.” katanya, sebagaimana ditulis ulang Golden di laporan panjang Guardian.

Baca juga:

R melakukan perjumpaan singkat tapi berkesan itu hingga berkali-kali. “Target sedang dalam pengejaran” adalah jargon CIA, yang juga disampaikan R ke rekannya tiap kali menemukan ilmuwan yang punya potensi besar untuk dipekerjakan AS. Dalam rangka keamanan negara, ilmuwan-ilmuwan yang dijadikan target biasanya berasal dari negara pembangun kekuatan nuklir seperti Iran, Pakistan, atau bahkan Korea Utara.

R paham jika ilmuwan-ilmuawan “nerd” itu bisa jatuh ke dalam perangkap meski hanya dengan pujian sederhana—hal yang barangkali ia jarang dapatkan di lingkungan kerja maupun lingkungan sosialnya. Misalnya, R yang sudah mempelajari profil targetnya dengan rinci, akan menyebutkan artikel ilmiah bikinan sang target yang dipuji amat bagus namun R lupa nama penulisnya. Ilmuwan tersebut akan segera menyahut “Oh, itu aku yang bikin,” sambil tersipu malu sekaligus bangga.

Beberapa hari kemudian, R mengundang si ilmuwan untuk makan siang atau malam bersama dan berkata bahwa perusahaannya tertarik untuk menggunakan jasa si ilmuwan. R mengungkapkan jika tiap ilmuwan yang diajak kerja sama selalu fokus pada lembaga mana yang akan mendanai penelitian lanjutannya. Target R juga menanyakan berapa nilai proyeknya. Dalam pengalaman R, ilmuwan dari beberapa negara punya tarif yang berbeda-beda.

“$1.000-5.000 untuk ilmuwan Pakistan. Korea lebih tinggi lagi.”

Setelah CIA membayar target, CIA otomatis telah berkuasa atasnya. Informasi-informasi terkait proyek penting, seringnya soal nuklir, yang ilmuwan tersebut garap di negaranya lambat-laun akan dibeberkan ke R. Ilmuwan dari negara-negara yang selama ini dikenal sebagai musuh AS akan menutup rapat-rapat mulutnya. Jika hubungan antara ia dan R ketahuan, karier—atau bahkan kehidupan personal—mereka di negeri asal akan terancam.

Baca juga:

CIA seringkali disalahartikan punya wewenang serupa Biro Investigasi Federal (FBI) yang bisa melakukan aksi kontra-terorisme secara langsung. Tugas CIA yang sesungguhnya hanyalah mengumpulkan informasi, terutama di luar negeri, untuk kemudian dianalisis dan dievaluasi sebagai bahan bagi pembuat kebijakan sebenarnya, yakni presiden, elite pemerintahan AS, NSA atau militer AS. CIA bukan pelaksana kebijakan, melainkan gerombolan agen yang lihai mendapat informasi penting, khususnya dari negara pesaing AS di bidang teknologi militer.

CIA, ungkap Golden, telah menghabiskan dana jutaan dolar untuk merancang konferensi ilmiah di banyak negara dengan dua tujuan besar: mencari informasi penting terkait proyek teknologi-militer di negara tempat ilmuwan yang bersangkutan tinggal, atau jika bisa, menarik sang ilmuwan bekerja untuk pemerintah AS. Jika tujuan kedua tercapai, CIA akan menerbangkan sang ilmuwan secara rahasia ke AS dan menjaminnya dengan status kewarganegaraan dan penghidupan baru. Istri dan anak si ilmuwan juga bisa turut ditarik ke AS dan dijanjikan beasiswa hingga perguruan tinggi.

CIA memantau konferensi ilmiah di seluruh dunia dan mengidentifikasi hal-hal yang menarik di dalamnya. Misalkan ada sebuah konferensi internasional di Pakistan mengenai teknologi sentrifugasi, CIA akan mengirim agennya sendiri untuk menyamar atau meminta seorang profesor untuk pergi dan melaporkannya kembali. Jika ada ilmuwan nuklir Iran menghadiri konferensi tersebut, CIA akan merencanakan proses rekrutmen rahasia pada pertemuan berikutnya di tahun depan.

Ilmuwan Pembelot Asal Iran jadi Idaman

Di masa-masa terdahulu, CIA sering menargetkan ilmuwan nuklir asal Iran di konferensi internasional karena datang langsung ke Iran tergolong mustahil. Banyak kemudian mau membelot ke AS. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk menunda perkembangan nuklir dan uranium Iran, yang bagi AS bahaya sebab bisa dimanfaatkan untuk senjata. Di bawah pemerintahan George W. Bush, AS menggelontorkan dana super besar untuk tujuan tersebut, kata David Albright dari Institute for Science and International Security kepada Golden, lapor Guardian.

Infografik CIA

Pertama, AS akan mengadakan konferensi tentang fisika nuklir di negara yang netral agar ilmuwan Iran turut berpartisipasi. Agen CIA bisa menyamar jadi siapa saja: mahasiswa, konsultan teknik, atau penjaga stan promosi. Tugas pertama mereka adalah membuat si penjaga menjauh dari si ilmuwan. Caranya beragam. Salah satu yang paling legendaris adalah menaruh racun di makanan/minuman penjaga agar mereka terkena diare dan kemudian sibuk di toilet. Racunnya tipe ringan saja, agar kecurigaan penjaga tertuju ke makanan yang dikonsumsi di pesawat terbang.

Menurut keterangan Ronen Bergman, penulis buku The Secret War With Iran: The 30-Year Clandestine Struggle Against the World’s Most Dangerous Terrorist Power dan mantan jurnalis senior Israel yang pernah bekerja untuk agen inteljen Mossad, agen CIA hanya butuh waktu bersama target selama beberapa menit saja untuk memengaruhi si ilmuwan asal Iran.

Baca juga:

CIA akan sangat diuntungkan jika ilmuwannya tipikal pembelot yang sudah muak bekerja di Iran. Jika agen CIA kebetulan bertemu dengan tipe ilmuwan yang agak idealis, CIA akan melancarkan ancaman dan intimidasi berdasarkan informasi personal si ilmuwan. Terkait riwayat penyakitnya, misalnya. Intinya untuk menunjukkan bahwa CIA telah mengetahui semuanya tentang si ilmuwan—meski kadang bohong belaka, kata Bergman pada Golden.

Kadang prosesnya tak bisa sekali jalan. Meski si target sudah bersedia membelot, kadang ia berubah pikiran saat sudah di kamar hotel atau kembali di naungan penjaga. Agen CIA akan berusaha merekrutnya ulang di konferensi yang sama atau berbeda, di tahun depan. Jika si ilmuwan membulatkan keputusan untuk pergi ke AS, CIA akan segera menyiapkan visa, dokumen penerbangan, dan satu tiket pesawat dari agen penerbangan langganan—yang juga diajak kerja sama dalam misi rahasia tersebut.

Pada tahun 2015 muncul kesepakatan antara AS dan Iran untuk membatasi pengembangan nuklir sebagai pengganti pencabutan sanksi internasional. Sejak saat itu aktivitas agen rahasia CIA dalam rangka merekrut para pembelot dari Negeri Para Mullah berkurang drastis. Dua tahun berselang, Trump naik panggung, dan baru-baru ini ia menolak untuk melanjutkan kesepakatan tersebut. Tak hanya itu, ia juga menyebut pemerintah Iran sebagai “rezim fanatik”.

CIA selalu bekerja untuk presiden. Sikap keras Trump, kata Golden, otomatis memunculkan rencana untuk menghidupkan lagi misi perekrutan rahasia CIA.

Baca juga artikel terkait INTELIJEN atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Politik
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf