Menuju konten utama

Bagaimana Andrea Pirlo Hidupkan Lagi Karakter & Antusiasme Juventus

Andrea Pirlo meramu taktik dengan mempelajari para manajer yang dulu pernah melatihnya. Berbeda dari era Maurizio Sarri, tapi masih perlu pembuktian lagi. 

Bagaimana Andrea Pirlo Hidupkan Lagi Karakter & Antusiasme Juventus
Pelatih Juventus Andrea Pirlo, kiri, dan Cristiano Ronaldo dari Juventus, kanan, di lapangan selama pertandingan sepak bola Serie A Italia antara Juventus dan Sampdoria di stadion Allianz di Turin, Italia, Minggu, 20 September 2020. (Marco Alpozzi / LaPresse melalui AP)

tirto.id - Juventus berhasil meraih kemenangan 2-0 atas Dinamo Kiev dalam laga perdananya di Liga Champions musim ini pada Selasa (20/10/2020). Pada pertandingan itu Pelatih Juventus Andrea Pirlo bersua lagi dengan Mircea Lucescu—pelatih yang dulu memberinya kesempatan debut di Serie A. Kala itu, Pirlo masih berusia 16 tahun.

Dalam sesi wawancara eksklusif bersama UEFA, Pirlo menyatakan merasa beruntung pernah dilatih oleh manajer-manajer hebat, seperti Marcello Lippi, Carlo Ancelotti, Antonio Conte, hinggs Massimiliano Allegri. Tapi, sebelum nama-nama besar itu, pelatih yang paling pertama dipujinya adalah Lucescu.

“Lucescu adalah salah satu pelatih pertamaku saat di Brescia. Dia adalah maestro,” kata Pirlo.

Juga dalam biografinya I Think Therefore I Play (2016), Pirlo mengisahkan betapa penting peran Lucescu di awal karier sepak bolanya. Pirlo dipromosikan ke tim senior Brescia saat usianya baru 15 tahun. Semuda itu Pirlo musti berhadapan dengan tekanan besar di tim senior. Ketika latihan, Pirlo kerap mendapatkan tekel keras dari para pemain senior yang usianya dua kali lebih tua.

Itu karena mereka menganggap Pirlo bergaya layaknya pemain bintang. Terlebih dengan kemampuan dan ketenangannya mengontrol bola. Padahal, Pirlo hanya bermain seperti yang diinstruksikan oleh Lucescu—tetap bermain seperti saat masih membela tim junior.

Lucescu percaya kepada Pirlo, meski banyak pemain senior yang tidak senang dengan keberadaannya.

Dalam sesi latihan lain, Pirlo berhasil melewati seorang pemain senior tiga kali berturut-turut. Di kali keempat, si senior yang agaknya kesal itu melakukan tekel keras dengan mengincar pergelangan kaki Pirlo. Melihat hal itu, Lucescu justru meminta Pirlo tetap main dengan gayanya sendiri.

“Berikan bola ke Pirlo. Dia tahu bagaimana menjaganya,” kata Lucescu kepada seluruh pemainnya. Begitulah Lucescu berjasa membentuk ketenangan dan mental bermain Pirlo.

Inspirasi Ancelotti dan Conte

Kini, sebagai manajer Juventus, Pirlo juga mengambil inspirasi taktik dari mereka yang dulu melatihnya. Dalam tesis My Football yang ditulisnya sebagai syarat mendapatkan lisensi kepelatihan, Pirlo menyebut Carlo Ancelotti sebagai inspirasinya. Ancelotti pernah melatihnya semasa bermain untuk AC Milan selama delapan tahun.

Sebelum bergabung dengan AC Milan, Pirlo bermain di posisi gelandang serang dan berperan sebagai pemain nomor 10. Ancelotti lalu menggeser posisinya menjadi gelandang tengah dengan area bermain di depan bek tengah. Menurut Ancelotti, dengan mempertimbangkan kecerdasan serta kemampuan umpan silang dan terobosan yang mumpuni, Pirlo lebih dari mampu mengemban tugas itu.

Langkah itu merupakan upaya adaptasi Ancelotti terhadap taktik sepak bola modern yang tidak lagi memaku posisi gelandang untuk pemain berkekuatan fisik. Dalam sepak bola modern, pemain gelandang—terutama gelandang tengah—harus bisa bermain dalam beberapa peran, seperti membangun serangan, bertahan, pressing, hingga mencetak gol.

Selama delapan tahun bersama, Pirlo dan Ancelotti berhasil menyabet delapan gelar juara. Di antaranya juara Serie A pada musim 2003/2004 dan dua gelar Liga Champions pada musim 2002/2003 dan 2006/2007.

Dari Ancelotti, Pirlo belajar bagaimana menentukan pemain untuk peran gelandang tengah bagi Juventus. Dalam My Football—yang mendapatkan nilai 107 dari nilai maksimal 110, Pirlo secara spesifik menyebut tiga manajer yang berhasil memodernisasi peran gelandang tengah, yaitu Ancelotti, Pep Guardiola, dan Zinedine Zidane.

Kesuksesan Pirlo dalam memaksimalkan pemain gelandang terlihat kala Juventus berhadapan dengan Sampdoria di laga Serie A dan Dinamo Kiev di Liga Champions. Dia berhasil menunjukkan bagaimana gelandang tengah berperan dalam penguasaan bola dan fleksibilitas taktik. Dalam dua laga itu, para pemain tengah Juventus terlihat lebih kuat dalam penguasaan bola ketimbang saat dilatih oleh Maurizio Sarri di musim sebelumnya.

Pasukan I Bianconeri berhasil mencatatkan persentase umpan sukses sebesar 90 persen di laga melawan Sampdoria dan 85 persen saat berhadapan dengan anak buah Lucescu.

Selain Ancelotti, nama Antonio Conte juga disebut dalam tesis My Football. Pirlo dilatih Conte kala membela Juventus. Sejak pertandingan pertamanya sebagai pelatih Juventus, Pirlo melakukan apa yang selalu dilakukan Conte dulu: memasang tiga bek di lini tengah barisan pertahanan.

Bek tengah Juventus tidak hanya bertugas merebut bola dari pemain lawan, melainkan juga membantu serangan. Dalam fase build-up, misalnya, bek tengah bisa melakukan umpan langsung ke lini depan. Untungnya, Pirlo memiliki bek tengah seperti Bonucci dan Chiellini yang fasih memberikan umpan penetrasi, meski keduanya tidak lagi muda.

Pada pengujung Serie A musim lalu, Pirlo pernah memuji skuad Inter Milan yang diasuh Conte. Dia kagum pada cara Conte membawa Inter memperkecil jarak dengan Juventus. Obsesi Conte pada kemenangan di setiap laga adalah inspirasinya. Dia juga menghargai Conte sebagai pelatih terbaiknya.

“Berkat dialah aku mulai mempertimbangkan opsi berkarier sebagai pelatih,” kata Pirlo sebagaimana dikutip Four Four Two dari La Gazzetta dello Sport.

Pirlo menerakan dalam tesisnya bahwa dia menginginkan sepak bola menyerang seperti Conte. Saat awal menukangi Juventus, Pirlo juga mengungkapkan keinginannya membangkitkan kembali karakteristik permainan yang diusung semasa Conte melatih.

"Aku ingin membawa kembali antusiasme yang hilang selama musim terakhir. Saya menekankan dua hal kepada para pemain, kalian harus selalu menguasai bola dan rebut bola dengan cepat," kata Pirlo seperti dikutip Goal.

Laga melawan Sampdoria lagi-lagi bisa jadi contoh bagaimana Pirlo membuktikan omongannya. Juventus langsung menerapkan counter press setiap kali pemain lawan mencuri bola mereka. Di beberapa pertandingan lainnya, Ramsey yang diplot sebagai pemain nomor 10 berperan penting dalam taktik ini.

Infografik Andrea Pirlo

Infografik Andrea Pirlo. tirto.id/Quita

Angin Segar di Ruang Ganti

Di awal penujukkannya sebagai manajer si Nyonya Tua, banyak pihak meragukan Pirlo. Pengalamannya yang minim sebagai manajer jadi alasan utama keraguan itu. Meski berhasil memenangkan pertandingan perdananya di Liga Champions, kritik terhadapnya tetap berdatangan karena Juventus hanya bisa meraih dua kemenangan dari lima pertandingan di Serie A.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa kedatangan Pirlo memang membawa angin segar bagi seluruh pemain mengingat kondisi ruang ganti Juve di bawah Maurizio Sarri cukup bermasalah.

Marcello Lippi, pelatih yang membawa Italia juara dunia pada 2006 bersama Pirlo, meyakini mantan anak didiknya itu akan sukses melatih Juventus. Lippi membandingkan Pirlo dengan Zidane yang juga tidak banyak melakukan banyak perubahan saat melatih Real Madrid. Meski begitu, para pemainnya merasa nyaman dilatih oleh salah satu legenda klub.

Kedekatan Pirlo dengan para pemain senior—seperti Bonucci, Chiellini, dan Buffon—memudahkannya membangun komunikasi yang baik dengan seluruh tim. Bonucci mengatakan bahwa sosok Pirlo mirip seperti Allegri yang berwibawa. Bonucci yakin Pirlo akan membawa perubahan di tim.

Bonucci merasa cukup puas dengan taktik baru Pirlo di lini pertahanan. Jika Sarri menggerakkan barisan beknya sebagai satu grup, Pirlo memberi kebebasan kepada setiap bek untuk bergerak. Mereka lebih sering terlibat duel satu lawan satu dan lebih agresif merebut bola.

Para pemain gelandang di tengah pun bermain dengan agresifitas serupa. Untungnya, Pirlo memiliki barisan gelandang yang juga pandai mengoper bola sehingga mampu memaksimalkan penguasaan bola. Dua pendekatan permainan itulah yang membedakannya dari Sarri di musim lalu.

Meski begitu, Bonucci mengakui masih terlalu dini untuk mengatakan benar atau tidaknya pilihan taktik Pirlo. Tapi, yang jelas saat ini semua berjalan dengan lebih baik dan para pemain percaya pada Pirlo.

"Pirlo punya pengaruh yang sama seperti saat dia masih bermain. Anda paham bahwa Anda bisa memercayakan bola kepadanya. Begitu pun sekarang saat dia menjadi seorang pelatih. Kepercayaan kepadanya tetap sama,” kata Bonucci seperti dikutip Goal.

Di atas kertas, Pirlo punya bekal pengalaman dilatih oleh deretan manajer papan atas yang mempengaruhi pemikirannya dan tesis dengan nilai hampir sempurna. Maka, patut dinantikan sejauh mana Pirlo mampu membawa Juventus di akhir musim nanti.

Baca juga artikel terkait JUVENTUS atau tulisan lainnya dari Rangga Naviul W

tirto.id - Olahraga
Penulis: Rangga Naviul W
Editor: Fadrik Aziz Firdausi