Menuju konten utama

Bacaan Doa Buka Puasa Yang Benar: Dibaca Setelah Berbuka Puasa

Doa buka puasa diucapkan ketika makanan atau minuman telah disantap saat berbuka. Berikut bacaannya.

Bacaan Doa Buka Puasa Yang Benar: Dibaca Setelah Berbuka Puasa
Ilustrasi Perempuan Berkerudung. foto/istockphoto

tirto.id - Bacaan doa buka puasa adalah salah satu amalan yang dilakukan saat berbuka puasa. Apakah itu? Bagaimana bunyi bacaannya?

Salah satu kenikmatan yang dirasakan oleh orang berpuasa Ramadan yaitu ketika dirinya berada di waktu berbuka. Di saat itulah larangan selama berpuasa menjadi boleh dilakukan.

Mulai dari makan, minum, hingga berhubungan badan suami istri menjadi halal kembali hingga datangnya waktu puasa keesokan harinya.

Doa Buka Puasa

Terkait buka puasa, Islam menuntunkan kepada umatnya yang berpuasa untuk membaca doa. Doa berbuka puasa yang sering diperdengarkan di Indonesia, umumnya antara lafal dalam hadits riwayat sahabat Mu'adz bn Zuhrah dan Abdullah bin Umar. Bunyi kedua tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Dari Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca doa buka puasa berikut:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ : ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Dzahabadh dhamâ’u wabtalatl-‘urûqu wa tsabata-l-ajru insyâ-allâh”

Artinya: “Rasulullah ketika berbuka, Beliau berdoa: ‘Telah hilang rasa haus dan urat-urat telah basah serta pahala tetap, insyaallah,” (HR. Abu Daud).

2. Dari Mu'adz bin Zuhrah mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca doa buka puasa berikut:

كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Allâhumma laka shumtu wa ‘alâ rizqika aftharthu”

Artinya: “Rasulullah ketika Berbuka, beliau berdoa: ‘Ya Allah hanya untuk-Mu kami berpuasa dan atas rezeki yang Engkau berikan kami berbuka,” (HR. Abu Daud).

Menurut laman NU Online, ada sebagian umat Islam yang menggabungkan kedua doa tersebut sebagai doa buka puasa. Namun dalam kitab Fath al-Mu'in disebutkan, doa berbuka puasa yang baik seperti pada lafal doal dari hadits riwayat Mu'adz bin Zuhrah. Sementara lafal doa buka puasa dari riwayat Abdullah bin Umar ditambahkan saat seseorang berbuka menggunakan air.

Karena umumnya berbuka puasa tidak hanya makanan saja tanpa minuman, maka sebagian orang lantas mengamalkannya secara bersamaan. Ada yang membaca doa "Allahumma laka sumtu ...", lalu dilanjutkan dengan "dzahabadh dhamaa'u...". Dengan begitu, dari sisi pelafalan menjadi seperti berikut ketika digabungkan doanya:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمأُ وابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأجْرُ إِنْ شاءَ اللَّهُ تَعالى

"Allâhumma laka shumtu wa ‘alâ rizqika afthartu dzahaba-dh-dhama’u wabtalatil ‘urûqu wa tsabatal ajru insyâ-allâh ta‘âlâ"

Artinya, “Ya Allah, untuk-Mulah aku berpuasa, atas rezekimulah aku berbuka. Telah sirna rasa dahaga, urat-urat telah basah, dan (semoga) pahala telah ditetapkan, insyaaallah.”

Dari doa-doa tersebut dapat dipilih menurut yang diyakini paling kuat status derajat haditsnya.

Doa dibaca sebelum atau sesudah berbuka puasa

Masalah lain yang berkaitan dengan doa buka puasa terkait dengan pelaksanaan. Sebagian orang masih bingung apakah dibaca sebelum makan - minum, atau setelahnya. Terkait hal ini ada penjelasannya tersendiri.

Membaca doa berbuka puasa yang benar yaitu dilakukan setelah menyantap hidangan atau minum air ketika waktu maghrib tiba.

Pijakannya berangkat dari dalil yang diriwayatkan Abdullah bin Umar yang secara tekstual menunjukkan pelafalannya dilakukan setelah usai berbuka puasa. Sebelum minum atau bersantap, cukup membaca "Bismillah" dan setelah itu baru membaca doa buka puasa.

Menurut laman Al Manhaj, saat seseorang membaca doa tersebut setelah berbuka puasa maka menjadi tanda bahwa orang tersebut telah membatalkan puasa waktu waktunya yaitu ketika matahari terbenam. Oleh sebab itu, doa ini tidak dibaca sebelum makan mau pun minum saat hendak berbuka.

Lalu, sebelum makan atau minum mengikuti ketentuan umum seperti yang disabdakan Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wassalam.

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)“ (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858).

Keutamaan Puasa

Seorang muslim menjalani aturan ketat menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar shadiq (subuh) hingga terbenam matahari (magrib). Di balik aturan ketat tersebut, puasa, terutama pada bulan Ramadan, punya keutamaan tersendiri.

Keutamaan puasa yang pertama adalah kedudukannya yang istimewa. Diriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. bersabda, "Allah Azza wa Jalla berfirman, 'Puasa adalah milik-Ku, dan Aku sendirilah yang mengganjarnya, orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku.'."

Nilai ibadah puasa tidak ditetapkan seperti ibadah-ibadah lain misalnya salat. Allah sendiri yang akan membalas puasa seseorang. Hanya Allah yang tahu, apakah seseorang benar-benar berpuasa atau tidak. Hanya Allah pula yang bisa menilai, apakah puasa seseorang hanya sekadar menahan lapar dan haus, ataukah menghalangi diri untuk terjebak dalam nafsu duniawi berlebihan.

Keistimewaan puasa yang kedua adalah upaya melatih diri dari hasrat duniawi. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Sesungguhnya setan itu menyusup dalam aliran darah anak Adam, maka persempitlah jalan masuknya dengan lapar (puasa).”

Puasa bagi orang Islam adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim.

Terkait hal ini Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan tentang menahan hawa nafsu dan orang yang berpuasa.

"Orang yang berpuasa adalah orang yang selalu berbanding lurus sikapnya untuk berbuat kebajikan bagi orang banyak. Amal shaleh harus lahir dari orang yang berpuasa," jelasnya.

Berikut adalah video Haedar Nashir yang berjudul "Amal Shaleh Harus Lahir dari Orang yang Berpuasa".

Baca juga artikel terkait DOA BUKA PUASA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani
Penyelaras: Yulaika Ramadhani