Menuju konten utama

Aviofobia, Kecemasan yang Menyerang saat Naik Pesawat

Cemas dan khawatir melanda mereka yang memiliki aviofobia. Terkadang, rasa tersebut berubah menjadi serangan panik yang dapat mengganggu kenyamanan perjalanan.

Ilustrasi aviophobia. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Nicole Ettinger jarang merasa tenang apabila sedang naik pesawat. Jantungnya selalu berdebar. Ettinger tak bisa berhenti memikirkan hal-hal buruk yang bakal menimpa dirinya. “Saya selalu waspada akan kemungkinan terjadinya ledakan bom karena teroris, sayap pesawat yang jatuh, kerusakan mesin, pilot yang pingsan, atau munculnya petir,” tulisnya dalam sebuah kolom di The Telegraph.

Ketakutan tersebut tak hanya ia rasakan saat berada di atas pesawat. Ettinger sering mengalami kesulitan tidur sehari sebelum jadwal keberangkatan. Ia bahkan pernah merasa mual dan ingin muntah saat hendak naik pesawat di bandara. Kakinya pun bergetar karena takut.

Setali tiga uang dengan Ettinger, Paul Abercrombie juga takut terbang. Abercrombie mengatakan berbagai macam mimpi menakutkan telah ia alami saat tidur di pesawat. “Parade horor itu mulai sesaat setelah saya memejamkan mata. Saya mimpi sayap pesawat patah seperti dahan pohon, mesin meledak, serta tornado besar dan gila yang berputar-putar,” tulisnya di Washington Post.

Untuk mengatasi rasa khawatir, ia pernah mencoba menenggak minuman beralkohol. Tapi, cara ini tak berhasil. “Minuman itu justru membuat saya dehidrasi dan merasa lebih panik karena tak bisa mengoperasikan pintu darurat jika pesawat mesti mendarat di air,” terangnya. Ia lantas mencoba cara lain, yakni mengonsumsi obat penenang. Tapi, Abercrombie justru mengalami serangan kepanikan di tengah perjalanan sehingga harus menggunakan masker oksigen.

Bagi Henry Wismayer, rasa khawatir yang menyergapnya saat naik pesawat tak muncul secara tiba-tiba. Ia mengatakan bahwa rasa tersebut timbul karena pengalaman menaiki pesawat yang mengalami guncangan pada 2007. “Saat berada di atas Pegunungan Alpen di Perancis, badai mengguncang pesawat yang saya tumpangi selama satu setengah jam,” tulisnya di Vice.

Tak hanya sekali, Wismayer bercerita bahwa dirinya mengalami peristiwa tak mengenakkan lain yang membuatnya takut terbang. “Beberapa bulan kemudian, saya naik pesawat kembali ke Maroko ketika kilat putih yang menyilaukan menerangi jendela. Pilot berkata kalau itu adalah kilatan petir,” katanya. Lewat pengeras suara, pilot menjelaskan bahwa tak ada yang perlu dirisaukan. Tapi, kejadian itu membuat wajah Wismayer menjadi pucat.

Makin Panik akibat Serangan Teroris

Anda takut terbang? Anda tidak sendirian. BBC menyebutkan bahwa sutradara film Grand Budapest Hotel Wes Anderson dan penyanyi David Bowie adalah tokoh publik yang lebih suka bepergian dengan kapal dan kereta api dibandingkan pesawat karena takut terbang.

Ketakutan yang dialami seseorang ketika menaiki pesawat atau helikopter, menurut Randi E. McCabe dalam “Aviophobia (Fear of Flying)” (2015), disebut sebagai aviofobia. Mereka yang takut terbang merasa khawatir pesawatnya mengalami kecelakaan, cemas sebab tak bisa mengontrol keadaan dan ketinggian, atau merasa terjebak. McCabe mengatakan bahwa rasa khawatir dan cemas tersebut bisa meningkat menjadi serangan kepanikan atau panic attack.

McCabe menjelaskan bahwa pengalaman mengerikan saat naik pesawat seperti merasakan turbulensi ekstrem atau badai besar bisa membuat seseorang menjadi aviofobik. Selain itu, pemberitaan di media tentang kecelakaan pesawat dan terorisme juga menjadi faktor penyebab munculnya aviofobia. Para pengidap aviofobia biasanya memilih tak menggunakan moda transportasi udara untuk menghindari rasa takut. Hal ini, menurut McCabe, bisa memengaruhi hubungan dalam keluarga dan pekerjaan seseorang.

Seperti yang dilaporkan CNN, lebih dari 38 persen orang di seluruh dunia mengalami aviofobia. Sementara itu, sekitar 2-3 persen orang yang tinggal di negara berkembang memiliki ketakutan terbang, demikian laporan laporan Economist. Dilansir dari Time, sekitar 2,5-6,5 persen warga Amerika Serikat takut terbang.

Economist melaporkan gejala fisik berupa meningkatnya tekanan darah, serangan kepanikan, hiperventilasi, dan gangguan lambung muncul saat orang ketakutan naik pesawat. Tak hanya itu, gejala psikis seperti takut mati, tak dapat berpikir jernih, disorientasi, linglung, dan gugup juga melanda mereka yang memiliki aviofobia.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/08/20/aviophobia--mild--fuad.jpg" width="859" height="1527" alt="Infografik Avio Phobia" /

Robert Bor, psikolog sekaligus pilot dan penulis buku Overcome Your Fear of Flying (2009) punya pendapat menarik. Serangan 11 September 2001 menjadi penanda penting perkembangan aviofobia. Seperti yang dilaporkan The Guardian, Bor mengatakan bahwa peristiwa 9/11 merupakan kejadian pertama dalam sejarah ketika khalayak ramai dapat melihat kecelakaan pesawat secara langsung.

“Gambar itu ikonik dan punya dampak. Kita berpikir bahwa orang di dalam pesawat masih hidup di satu detik kemudian meninggal di waktu yang lain. Saya pikir hal itulah yang ada dalam pikiran kebanyakan orang. Lalu ada pula kecelakaan pesawat asal Malaysia yang memancing pertanyaan dan rasa khawatir orang-orang yang takut terbang,” katanya. Kecelakaan pesawat yang dimaksud Bor adalah hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 dan MH17 yang meledak karena hantaman rudal milisi Ukraina.

Menurut Bor, orang yang takut terbang seringkali telah mengarang cerita dalam kepalanya seputar perjalanan yang tak berlangsung sesuai rencana. Mereka juga mencari tanda-tanda di sekitar untuk membenarkan kisah tersebut.

“Jadi, jika mereka melihat pramugari terlihat serius, mereka akan mengira kalau pesawat sedang dalam masalah. Walhasil, mereka pun linglung dan menghasilkan kesimpulan yang keliru.” katanya.

Seperti yang dilaporkan BBC, psikolog klinis University of Vermont Matthew Price mengatakan ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi rasa takut saat menaiki pesawat terbang. Ia merekomendasikan latihan pernapasan dengan cara menarik dan menghela napas pelan-pelan lewat mulut sambil mengulang-ulang kata seperti “tenang”. Menurutnya, cara ini bisa mengurangi rasa khawatir atau cemas selama berada di pesawat.

Selain itu, Price menjelaskan bahwa tindakan seperti hipnoterapi, psikoterapi, atau cognitive behavioural theraphy bisa diberikan pada mereka yang mengalami aviofobia. Ketiganya dapat dipakai untuk mengidentifikasi siklus yang terjadi ketika muncul rasa khawatir, bagaimana rasa takut itu terbentuk dan mengakibatkan panik, serta cara mengatasinya.

Baca juga artikel terkait PESAWAT atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Windu Jusuf