Menuju konten utama

Audit BPK Jadi Alasan Yusril Tolak Status Tersangka Dahlan

Kuasa Hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra menolak penetapan kliennya sebagai tersangka di kasus korupsi mobil listrik karena belum ada penghitungan kerugian negara dari audit BPK RI.

Audit BPK Jadi Alasan Yusril Tolak Status Tersangka Dahlan
Penyidik Kejaksaan Agung memasang garis kejaksaan saat menyita sejumlah mobil listrik di pabrik perakitan PT. Sarimas Ahmadi Pratama, di Depok, Jawa Barat, pada Selasa (23/6/2015) silam. Antara foto/indrianto eko suwarso.

tirto.id - Kuasa Hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra menolak penetapan tersangka terhadap kliennya di kasus korupsi mobil listrik karena belum ada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengenai nilai kerugian negara di perkara ini.

Dia beralasan lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional untuk menghitung kerugian negara di audit pengelolaan keuangan pemerintah adalah BPK.

"Sehingga termohon (Kejaksaan Agung) sebelum menetapkan pemohon (Dahlan Iskan) menjadi tersangka harus terlebih dahulu mendapatkan bukti baru dari BPK RI yang diperuntukkan bagi pembuktian dalam pengadilan mengenai kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi program mobil listrik," kata Yusril di sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan Dahlan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (6/3/2017) seperti dilansir Antara.

Ia menjelaskan di kasus ini, Kejaksaan Agung belum memiliki dasar hasil audit BPK mengenai kerugian negara di kasus pengadaan mobil listrik yang kini membelit mantan Menteri BUMN tersebut.

Menurut Yusril, kerugian keuangan negara, yang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau inspektorat atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang tidak memiliki kewenangan konstitusional, tidak bisa menjadi dasar pembuktian hukum di penetapan Dahlan sebagai tersangka.

"Hal itu terkait adanya keadaan baru berupa ada perubahan dalam perundang-undangan yang tertuang dalam rumusan hukum kamar pidana pada angka 6 dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA RI) Nomor 04 Tahun 2016 tanggal 9 Desember 2016," kata Yusril.

Karena itu, berdasarkan SEMA itu, Yusril berpendapat penetapan status tersangka untuk Dahlan di kasus pengadaan mobil listrik semestinya memakai dasar audit BPK yang memiliki kewenangan konstitusional untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Sebaliknya, Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan Agung, Yulianto menyatakan penetapan Dahlan sebagai tersangka di kasus korupsi mobil listrik berdasarkan bukti-bukti yang kuat. Penetapan Dahlan sebagai tersangka di kasus ini juga tidak hanya berdasarkan salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas terdakwa Dasep Ahmadi.

"Jaksa dalam menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka tidak hanya berdasarkan atas putusan itu kami juga punya alat-alat bukti cukup yang dilalui serangkaian penyidikan umum di mana beliau sudah pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini," kata Yulianto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seusai sidang itu.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin hari ini menggelar sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan Dahlan. Dalam sidang tersebut, Kuasa Hukum Dahlan mengajukan tujuh petitum atau tuntutan yang dimohon oleh penggugat untuk dikabulkan oleh hakim.

Dahlan mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Kejaksaan Agung RI Cq. Jaksa Agung RI Cq. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Cq. Direktur Penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 16 mobil jenis Electric Mikrobus dan Electric Executive Bus pada PT BRI (Persero) Tbk, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT Pertamina (Persero).

Hakim Tunggal Made Sutrisna, yang memimpin sidang praperadilan itu, menyatakan sidang ini akan kembali digelar pada Selasa besok dengan agenda jawaban dari pihak termohon, Kejaksaan Agung. "Termohon minta waktu jawab dan akan disampaikan pada sidang besok."

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) menetapkan Dahlan sebagai tersangka pengadaan mobil listrik setelah menerima salinan putusan kasasi MA yang menghukum pihak swasta di pengadaan mobil tersebut, Dasep Ahmadi.

Dasep merupakan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama yang di tingkat pengadilan pertama divonis 7 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan membayar uang pengganti sebesar Rp17,1 miliar atau diganti hukuman 2 tahun penjara.

Mahkamah Agung menyebutkan dalam putusan kasasi Dasep Ahmadi bahwa pembuatan 16 mobil listrik itu tidak melalui tender sesuai ketentuan Kepres 54 Tahun 2010 tetapi dengan penunjukan langsung atas keputusan Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN.

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN KORUPSI DAHLAN ISKAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom