Menuju konten utama

Aturan Fintech dari OJK Paling Lambat Terbit Maret 2018

OJK harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech.

Aturan Fintech dari OJK Paling Lambat Terbit Maret 2018
Ilustrasi Fintech. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mencari formula yang tepat untuk mengawasi layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech). Pesatnya perkembangan fintech belakangan ini membuat OJK harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan regulasi yang mengatur tentang itu.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menilai aturan yang terlalu keras malah berpotensi menghambat perkembangan industri fintech. Oleh karena itu, Nurhaida mengklaim kalau sampai saat ini OJK masih terus memantau isu-isu terkini yang berkaitan dengan fintech untuk kemudian menjadi acuan dari regulasi yang bakal dikeluarkan.

“Target draf aturannya [keluar] di akhir tahun ini. Tapi kami inginnya komprehensif. Jadi kita lihat perkembangannya, kalau masih ada isu-isu yang perlu disorot, mungkin saja [target draf] bisa mundur ke Maret 2018,” ucap Nurhaida di Hotel JS Luwansa, Jakarta pada Selasa (28/11/2017).

Adapun Nurhaida beralasan kalau OJK memang memerlukan waktu yang relatif tidak sebentar karena ada banyak kajian mengenai fintech yang harus ditelaah. “Karena ini kan berkembang dan merupakan hal baru,” ujar Nurhaida.

Lebih lanjut, Nurhaida tidak menampik apabila ternyata ada banyak instansi yang tertarik dalam mengembangkan fintech. Dengan dibuatnya aturan dari OJK tersebut, Nurhaida berharap masing-masing institusi bisa lebih bersinergi dalam mengembangkan fintech.

“Selain mencoba melihat dari industri, seperti apa pertumbuhannya, kemudian OJK sendiri juga mencoba benchmarking beberapa tempat atau negara yang industri fintech-nya lebih maju,” kata Nurhaida lagi.

Berdasarkan data yang dimiliki Nurhaida, setidaknya sampai saat ini sudah ada 24 perusahaan fintech P2P (Peer to Peer) Lending yang terdaftar di OJK. Di luar itu, Nurhaida menyebutkan masih ada 170 perusahaan fintech P2P Lending yang dalam tahap pengembangan.

“Karena kalau kita lihat, fintech itu umumnya berangkat dari teknologi. Sehingga mungkin selama ini mereka tidak terlalu memperhatikan ketentuan-ketentuan di sektor keuangan,” ungkap Nurhaida.

Dengan menghimpun sejumlah perusahaan fintech yang ada, Nurhaida mengklaim upaya tersebut membawa dampak yang relatif baik. Selain membuka peluang bagi OJK dalam menyosialisasikan ketentuan yang berlaku di sektor jasa keuangan, OJK pun dapat memahami kondisi riil industri fintech.

Masih dalam kesempatan yang sama, Nurhaida sempat mengatakan bahwa asas kehati-hatian yang selama ini dijunjung dalam pengawasan industri perbankan, juga harus diterapkan pada industri fintech. Akan tetapi, Nurhaida menekankan perlu juga adanya aspek keadilan yang diterapkan di dalamnya.

“Di situlah perlunya kita mencari keseimbangannya. Antara mengatur sejauh mana dan bagaimana keamanannya terjaga, proteksi dan perlindungan konsumen juga ada, namun kemudian industrinya ini bisa berkembang,” jelas Nurhaida.

Baca juga artikel terkait FINTECH atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari