Menuju konten utama

Atasi Macet dengan Puncak II: Salah Sasaran & Mengundang Bencana

Rencana Ditjen Perhubungan Darat Kemenhub mengatasi kemacetan dengan membuka jalur Puncak II dan II dinilai salah sasaran.

Atasi Macet dengan Puncak II: Salah Sasaran & Mengundang Bencana
Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di Jalan Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/10/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj/18.

tirto.id - Demi mengatasi macet di Jalur Puncak, Jawa Barat, pemerintah berencana membangun jalur alternatif di kawasan Bogor yang diberi nama Jalur Puncak II dan III. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menilai kehadiran jalur baru ini sangat diperlukan karena strategi mengurai kemacetan seperti rekayasa jalur yang sering dilakukan polisi sudah tak mempan.

Budi yakin kehadiran Puncak II dan III dapat mengurai kemacetan di kawasan Puncak. Budi menganggap bahwa penanganan kemacetan ini membutuhkan terobosan infrastruktur sebagai solusi jangka panjang.

“Penanganan (macet) jalur puncak memang sekarang sudah harus lebih dibanding dengan pola-pola yang dilakukan saat ini dari kepolisian hanya sekedar buka tutup. Kemudian kami harus melihat kepada pembangunan infrastruktur lain di sekitar Puncak,” ucap Budi saat ditemui di Hotel Merlyn Park, Rabu (31/7/2019).

Ia menambahkan “memang menurut saya perlu ada jalan baru. Jangka panjang itu membuka Puncak II Puncak III itu yang dari Citeureup sama Jonggol.”

Namun, Budi masih mau melaporkan usulan ini kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Selain jalur puncak II dan III, Budi juga terpikir untuk membuat angkutan khusus di jalur Puncak, sehingga masyarakat cukup memarkirkan kendaraannya di area bawah Puncak.

“Tapi kami nunggu arahan Pak Menteri [Budi Karya] karena survei ini akan dilaporkan ke Pak Menteri,” ucap Budi.

Ketua Institut Studi Transportasi (instan) Darmaningtyas menilai solusi pemerintah tidak akan menyelesaikan kemacetan di Jalur Puncak. Menurut dia, jika pun suatu saat solusi bisa berhasil, maka sifatnya sementara karena akan segera terbangun kemacetan baru.

“Ini tidak menyelesaikan masalah, membangun jalur baru itu, kan, mengundang kendaraan pribadi. Kan belum ada bukti membangun jalan baru mengatasi kemacetan. Yang ada itu pasti akan melahirkan kemacetan baru,” kata Darmaningtyas saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (2/8/2019).

Darmaningtyas menduga pemerintah lupa bahwa saat ini pertumbuhan kendaraan pribadi terus terjadi. Bila hal ini diabaikan, ia yakin solusi menambah jalan baru bisa jadi percuma.

Sebaliknya, Darmaningtyas lebih setuju jika pemerintah mengembangkan transportasi publik yang dapat melayani perjalanan menuju puncak. “Itu (Puncak II) salah sasaran. Seharusnya mendorong transportasi publik,” ucap Darmaningtyas.

Darmaningtyas menambahkan bila pemerintah membangun jalur baru, maka sudah pasti dapat mengurangi daerah resapan di dataran tinggi. Ia justru khawatir bila keterbatasan lahan ini malah dapat memperburuk persoalan banjir dan polusi udara karena kurangnya lahan hijau.

Sementara itu, Dosen Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna mengatakan pembangunan jalur Puncak II penuh risiko. Ia mengatakan perubahan pada lahan yang sebagian hutan lindung dikhawatirkan dapat memicu bencana.

“Puncak I saja sudah rawan longsor. Puncak II juga kawasan rawan bencana. Itu kawasan sebagian kawasan lindung. Enggak semua bisa dibuka. Kalau itu dibuka kemungkinan ada perubahan pemanfaatan ruang bisa berbahaya,” ucap Yayat saat dihubungi reporter Tirto.

Menurut Yayat, pemerintah lebih baik membenahi jalur puncak utama. Bila pemerintah mampu membereskan Pedagang Kaki Lima (PKL) di sekitar area Puncak, ia yakin hal ini bisa membantu kelancaran jalan.

Lagi pula, Yayat mengingatkan membangun jalur puncak II tidak mudah karena sebagian besar tanahnya sudah dikuasai oleh pengembang.

Selain masalah status hukum tanah, Yayat juga mengingatkan kewenangan membereskan kemacetan ini masih simpang siur bilamana pemerintah pusat atau daerah yang sebenarnya harus bertindak.

“Pertama tata dulu penyelesaian Puncak utama. Puncak II perlu kajian mendalam dan wewenang siapa. Dia statusnya apa kalau belum jadi jalan nasional. Ya enggak bisa,” ucap Yayat.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memang belum mau membangun Jalur Puncak II dalam waktu dekat. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sedang mau berfokus menata jalur puncak utama.

Saat ini, kata dia, pemerintah sudah menemukan tanah untuk merelokasi PKL sehingga dapat membuat jalan lebih lebar. Di samping PKL, Basuki mengatakan pemerintah telah berupaya melebarkan sejumlah ruas jalan dan jembatan sebagai antisipasi kemacetan di Jalur Puncak.

“Kami utamakan dulu perbaiki yang sekarang. Sekarang, kan, sudah mulai dilebar-lebarkan. Jembatan juga sudah dilebarkan,” ucap Basuki kepada wartawan saat ditemui di auditorium PUPR, Jumat (2/8/2019).

“Kalau sudah selesai baru kami pikirkan puncak II,” tambah Basuki.

Baca juga artikel terkait KEMACETAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz