Menuju konten utama

Aswanto Dicopot, Koalisi Laporkan Pimpinan DPR ke Ombudsman

Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan Pimpinan DPR, Puan Maharani dkk ke Ombudsman RI terkait pencopotan hakim MK Aswanto.

Aswanto Dicopot, Koalisi Laporkan Pimpinan DPR ke Ombudsman
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto mendengarkan keterangan dari ahli pemohon saat sidang Uji Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Kamis (20/10/2022). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan dari dua ahli pemohon. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.

tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan melaporkan pimpinan DPR yakni Puan Maharani, Lodewijk Paulus, Sufmi Dasco, Rachmad Gobel, dan Muhaimin Iskandar kepada Ombudsman RI atas dugaan maladministrasi pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto.

“Laporan dugaan maladministrasi tersebut merujuk pada tindakan serampangan lembaga legislatif yang berusaha untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi,” kata Kurnia Ramadhana, seorang perwakilan koalisi, dalam keterangan tertulis, Jumat, 21 Oktober 2022.

Dugaan maladministrasi yang dimaksud bermula dari kekeliruan DPR dalam menafsirkan surat pimpinan Mahkamah Konstitusi Nomor 3010/KP.10/07/2022 tanggal 21 Juli 2022 perihal Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020.

Surat tersebut hanya sekadar pemberitahuan dampak putusan Mahkamah Konstitusi terkait masa jabatan hakim konstitusi yang tidak mengenal periodisasi, tapi pimpinan DPR malah membenarkan keputusan Komisi III DPR RI yang intinya tidak memperpanjang masa jabatan Hakim Konstitusi Aswanto dan mengangkat Guntur Hamzah sebagai penggantinya dalam forum rapat paripurna pada 29 September 2022.

“Keputusan DPR melalui forum paripurna jelas melanggar hukum. Betapa tidak, Pasal 23 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi terang-benderang menjabarkan alasan-alasan pemberhentian hakim konstitusi secara hormat maupun tidak dengan hormat,” terang Kurnia.

Jika diperdalam, Aswanto tidak memenuhi satu pun unsur tersebut. Tak hanya itu, Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga dilanggar oleh anggota parlemen. Karena proses pemberhentian hakim konstitusi dilakukan atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan pimpinan DPR.

Tindakan pimpinan DPR melalui forum rapat paripurna pun bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Administrasi Pemerintahan yang mewajibkan pejabat publik untuk taat pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam hal ini asas kepastian hukum dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan.

Ditambah lagi dengan pernyataan Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan alasan pemberhentian Aswanto karena dianggap kerap menganulir produk legislasi DPR.

“Ombudsman harus segera memanggil pimpinan DPR untuk menjelaskan lebih lanjut pemberhentian Aswanto. Kedua, jika ditemukan maladministrasi, maka Ombudsman harus merekomendasikan pimpinan DPR untuk segera membatalkan keputusan forum paripurna yang memberhentikan Aswanto,” jelas Kurnia.

DPR Bikin Kisruh

Dalam sidang rapat paripurna ke-7 masa sidang I tahun 2022-2023, 29 September 2022, Dasco mengatakan persetujuan pergantian hakim Aswanto telah disetujui 5 fraksi, 1 fraksi setuju dengan catatan sesuai mekanisme, 1 fraksi menolak dan 2 fraksi tidak hadir.

Pergantian Aswanto pun menimbulkan pertanyaan publik. Sejumlah mantan hakim konstitusi pun bertemu untuk membahas soal pergantian tersebut. Peneliti dari Formappi Lucius Karus tidak memungkiri bahwa alasan DPR terlihat masuk akal karena Aswanto tidak sejalan dengan kepentingan DPR yang berdalih bahwa Aswanto menyalahgunakan status 'independensi hakim' saat menguji undang-undang.

Baca juga artikel terkait PENCOPOTAN ASWANTO atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Politik
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri