Menuju konten utama

Asosiasi Pekerja- Konsumen Tolak Revisi Aturan Tembakau, Kenapa?

FSP RTMM-SPSI menolak revisi PP 109/2012 dilakukan pemerintah.

Asosiasi Pekerja- Konsumen Tolak Revisi Aturan Tembakau, Kenapa?
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (15/9/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww.

tirto.id - Pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Langkah tersebut pun menuai pro dan kontra.

Sejumlah pihak menilai aturan tersebut sudah mengatur secara komprehensif urusan pertembakauan baik dari sisi kesehatan maupun kepentingan industri. Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS menilai jika revisi itu dilakukan akan semakin menekan industri hasil tembakau sebagai sawah ladang dan sumber mata pencaharian sebagian besar anggota.

"PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat dan tidak perlu direvisi. Jika dilakukan revisi, para pekerja akan semakin tertekan. RTMM akan mempertahankan keadilan bagi anggota kami,” ujar Sudarto dalam diskusi di Yogyakarta, dikutip Kamis (20/1/2023).

Dia mengklaim seringkali pekerja di industri rokok menjadi pihak yang terpinggirkan dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mengancam mata pencaharian mereka. Padahal menurut dia setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak.

“Dalam membuat kebijakan, kami mengingatkan pemerintah untuk melakukan mitigasi bagi pihak-pihak yang terdampak. Tapi, sampai sekarang kami tidak pernah tahu mitigasinya seperti apa. Proses revisi PP 109/2012 ini bertentangan dengan Undang-Undang karena tidak mengakomodir kepentingan pihak yang terlibat,” tegas Sudarto.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pakta Konsumen, Ari Fatanen, mengamini pernyataan RTMM. Menurutnya, PP 109/2012 yang berlaku saat ini sudah tepat, utamanya karena sudah memuat ketentuan yang mengatur terkait perokok anak. Alih-alih revisi, Ari menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi yang harus diperkuat pemerintah guna mencegah perokok anak.

“Yang dibutuhkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya adalah Gerakan Bersama untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada anak berusia 18 tahun ke bawah terkait aktivitas merokok. Jadi, revisi regulasi pasti tidak akan langsung efektif tanpa adanya sosialisasi dan edukasi yang tepat,” terang Ari.

Dalam hal penyusunan regulasi, Ari mengklaim konsumen tidak pernah dilibatkan, padahal mereka adalah salah satu pihak terdampak. Konsumen rokok secara jelas turut menyumbang terhadap pemasukan negara dan pembiayaan pembangunan melalui pembayaran cukai. Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah melibatkan konsumen dalam setiap penyusunan kebijakan, termasuk soal tembakau.

Dari perspektif akademisi dan pengamat kebijakan, Agustinus Moruk Taek, menjelaskan PP 109/2012 sudah komprehensif. Aturan ini telah mengakomodir seluruh aspek terkait, termasuk larangan akses untuk anak berusia 18 tahun ke bawah.

“Revisi bukan solusi. Regulasi ini masih relevan digunakan. Buktinya, berdasarkan data BPS, jumlah perokok anak mengalami penurunan selama empat tahun terakhir,” ucapnya tegas.

Menurutnya, tugas besar terkait dengan PP 109 ini adalah penegakan dan evaluasi implementasi. Agustinus menjelaskan pekerja rumah pemerintah yaitu regulasi.

"Jadi, untuk PP 109/2012 ini, kita harus sama-sama kawal implementasinya, bukan merevisi," bebernya.

Agustinus juga melihat usulan revisi PP 109/2012 tidak berdasarkan data yang valid, sehingga mendiskriminasi salah satu pihak. Padahal dia menilai aturan ini menyangkut kepentingan multisektoral.

Menurutnya, kebijakan yang menyangkut multisektor tidak hanya harus mengutamakan aspek manfaat akan tetapi juga keadilan hukum.

Sebelumnya, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan Kemenko Perekonomian Moch Edy Yusuf mengatakan, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tidak bisa serta-merta dijalankan. Sebab dampaknya akan menekan ekosistem industri, apalagi dengan kuatnya intervensi asing dalam mendorong revisi jadi alasan.

Menurut Edy, rencana revisi PP 109/2012 perlu dikaji secara komprehensif. Sebagai negara berdaulat, ia konsisten menjalankan amanah agar pemerintah tidak mudah diintervensi oleh pihak manapun, apalagi menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan perekonomian nasional. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan tembakau, lanjut Edy, harus memperhatikan seluruh elemen masyarakat yang terdampak.

“Tembakau ini perlu mendapatkan perhatian karena mencakup kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya petani tembakau. Pemerintah juga telah mendeklarasikan tembakau sebagai salah satu komoditas strategis nasional dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014,” ujar Edy Yusuf.

Baca juga artikel terkait REVISI PP 1092012 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin