Menuju konten utama

Asosiasi Driver Online Tagih Janji Jokowi Selamatkan Ojek Online

"Tapi, sayangnya tidak ditindaklanjuti dengan meregulasi keberadaan ojek online ini."

Asosiasi Driver Online Tagih Janji Jokowi Selamatkan Ojek Online
Ratusan pengemudi ojek online melakukan aksi di depan Kantor Kemenhub, menuntut pemerintah mengakui keberadaan ojek online, Jakarta, (15/5). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id -

Asosiasi Driver Online (ADO) menagih janji dan sikap nyata dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sebelumnya sempat menyelamatkan ojek online pada 2015 lalu.

Hal ini disampaikan Ketua Umum ADO Christiansen F. W Wagey kepada Tirto pada Minggu (21/10/2018).

"Jokowi saat itu memanggil perwakilan ojek online dan beberapa dari angkutan. Ini adalah sebuah keniscayaan tidak bisa ditolak perkembangan munculnya ojek online. Tapi, sayangnya [Jokowi] tidak menindaklanjuti dengan meregulasi keberadaan ojek online ini," ujar Christiansen.

Ia mengingatkan bahwa ojek online sudah sempat akan dimatikan oleh Ignatius Jonan pada 2015 lalu, saat masih menjabat sebagai Menteri Perhubungan. Christiansen berharap menjelang berakhirnya periode lima tahun jabatan Jokowi-JK, lahirnya regulasi terpusat mengenai ojek online dapat diakomodir oleh presiden.

"Kami membutuhkan regulasi terpusat (dari pemerintah pusat) dan kami sudah menyuarakan dari awal," ujarnya.

Regulasi spesifik mengenai ojek online, menurutnya tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah membutuhkan adanya regulasi turunan dari regulasi yang lebih tinggi.

Lagi pula, ia mengatakan bahwa keberadaan ojek online yang sudah menyebar di hampir seluruh daerah Indonesia lahir secara terpusat dari dua aplikator. Bukan masing-masing daerah provinsi yang melahirkan aplikator ojek online.

Adanya mandat dari Pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), yang isinya berbunyi bahwa kepala daerah mempunyai tugas untuk memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, menurutnya tidak bisa mengakomodir kebutuhan dari para konsumen, driver ojek online, maupun aplikator.

"Kalau ada peraturan gubernur atau walikota itu tidak bisa mengakomodir bisnis ini sebagaimana mestinya. Peraturan itu kebanyakan justru mengembalikan kepada lingkungan," ucapnya.

Ia juga berharap pihak pemerintah daerah menerapkan konsep ojek pangkalan kepada ojek online.

"Karena hanya diperbolehkan beroperasi di wilayah tertentu saja, seperti hanya di seputar perumahan. Kan enggak seperti itu, ini kan pakai sistem satelit, jadi mau kemana saja kan bisa. Saya menduga para walikota atau para kepala daerah ini tidak memahami sebenarnya konsep transportasi ojek online ini, makanya pengaturannya seperti itu," ungkapnya.

Ia mengatakan kebanyakan daerah operasionalnya masih menerapkan aturan dengan konsep ojek pangkalan, seperti di Batam. Namun ada daerah yang sepenuhnya melarang adanya ojek online, contohnya di daerah Pati.

Selanjutnya, ia mengatakan perlunya regulasi terpusat karena tarif per kilometer ojek online yang diberikan aplikator sudah sangat rendah di tengah persaingan usaha yang semakin ketat. Hal itu membuat pendapatan para driver semakin merosot.

"Maret sudah ketemu Jokowi dan Jokowi sudah instruksikan menteri (perhubungan) untuk melakukan perbaikan tarif, tapi tidak ada realisasi oleh aplikator karena tidak ada regulasi. Pendapatan driver ojek online sudah sangat menurun tiap tahunnya dengan jam kerja yang bertambah," ujarnya.

Namun, ia tidak bisa menyebutkan spesifik penurunan pendapatan dan rata-rata pendapatan driver ojek online saat ini.

"Demo dimana-mana itu sebenarnya itu adalah salah satu efek dari kurangnya pendapatan driver ojek online," ujarnya.

Baca juga artikel terkait OJEK ONLINE atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yulaika Ramadhani