Menuju konten utama

ASN Tak Netral saat Pilkada, Penyakit Lama yang Rutin Kambuh

Ada calon petahana di 224 dari 270 daerah berpotensi menaikkan angka pelanggaran netralitas aparatur sipil negara.

ASN Tak Netral saat Pilkada, Penyakit Lama yang Rutin Kambuh
Petugas kesehatan mengangkat pemilih yang pingsan saat simulasi Pemilihan Kepala Daerah di Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (14/9/2020). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.

tirto.id - Pemerintah Indonesia kembali menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 2020 di 270 daerah. Pemilihan umum daerah serentak tahun ini merupakan gelombang keempat sejak dimulai lima tahun silam dan bergulir terus hingga tiga gelombang ke depan.

Setelah tahun 2027, pemilihan daerah dijadwalkan berlangsung serentak nasional dari seluruh kabupaten/kota hingga provinsi. Terdapat masalah laten setiap pemilihan yakni netralitas aparatur sipil negara.

Ibarat lingkaran, pelanggaran netralitas terus berulang. Padahal sesuai aturan, ASN dilarang ikut dukung-mendukung calon kepala daerah. Keberpihakannya hanya boleh dilakukan di kotak suara pada saat pencoblosan.

Larangan ini tercantum dalam Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara. Untuk memastikan jalannya netralitas, terdapat lembaga yang khusus memantau netralitas ASN saat hajatan politik yakni Komisi Aparatur Sipil Negara sesuai pasal 31 UU 5/2014.

Hasil pemantauan KASN pada 2018 menyebutkan penyebab pelanggaran netralitas abdi negara. Setidaknya ada tujuh penyebab mengapa ASN tak netral yakni:

  1. Adanya motif mendapatkan/mempertahankan jabatan/materi/proyek;
  2. Hubungan kekeluargaan/kekerabatan dengan calon;
  3. Kurangnya pemahaman aturan tentang netralitas;
  4. Intervensi/tekanan dari atasan;
  5. Kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral;
  6. Ketidaknetralan ASN dianggap hal lumrah;
  7. Sanksi lemah.
Dari waktu ke waktu penyebab lunturnya integritas ASN saat pilkada kurang lebih berasal dari tujuh poin di atas.

Berulangnya pelanggaran menunjukkan tren kenaikan. Berikut data KASN terkait pelanggaran netralias ASN dari pilkada serentak gelombang satu hingga empat:

  • 2015: 269 daerah, 29 pelanggaran
  • 2017: 101 daerah, 52 pelanggaran
  • 2018: 171 daerah, 491 pelanggaran
  • 2020: 270 daerah, 694 pelanggaran (per 30 September)
Untuk mencegah pelanggaran, pemerintah telah membuat pedoman netralitas ASN di pilkada serentak 2020. Lima pimpinan lembaga negara telah menekan surat keputusan bersama yakni Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokras; Menteri Dalam Negeri; Kepala Badan Kepegawaian Nasional; Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara; dan Badan Pengawas Pemilu.

Dari 16 jenis netralitas dalam pedoman itu, paling banyak pelanggaran adalah keterlibatan dalam kampanye media sosial. Sesuai pedoman, ASN dilarang mengunggah, komentar, meneruskan atau menyukai konten berisi kampanye atau sosialisasi calon.

Ketua KASN, Agus Pramusinto mengatakan telah menjatuhkan sanksi terhadap 492 dari 694 pegawai negeri tersebut periode Januari-30 September 2020.

Selain itu, KASN mencatat aparat birokrasi juga terlibat pendekatan ke partai politik dan bakal calon kepala daerah, menyelenggarakan kegiatan yang berpihak pada salah satu bakal calon, menghadiri deklarasi pasangan bakal calon, serta membuat keputusan yang menguntungkan calon tertentu.

Jabatan yang diemban para pelanggar umumnya pimpinan tinggi, fungsional, pelaksana, administrator, hingga camat serta lurah.

Agus menambahkan, asas netralitas menjadi bagian dari etika dan perilaku yang wajib diterapkan oleh seluruh ASN sebagai penyelenggara negara.

Keterlibatan Petahana

Pelanggaran netralitas tersebut memicu penurunan kualitas pelayanan publik serta rawan terjadi praktik korupsi di kalangan ASN.

"Pelanggaran terhadap asas netralitas akan menjadi pintu masuk munculnya berbagai gangguan dan pelanggaran hukum lainnya," ujar Agus.

Tingginya pelanggaran pada pilkada 2020 ini juga ditengarai akibat dominasi petahana. Terdapat calon petahana di 224 dari 270 daerah.

Ketua Badan Pengawas Pemilu Indonesia, Abhan Misbah menyebut, petahana berpotensi menyeret anak buahnya untuk mendukungnya. Jaringan birokasi bisa menggerakkan anggaran dan program pemerintah ke calon pemilih.

“Dengan cara ini semua tentunya akan mempermudah petahana dalam kampanyenya," kata Abhan.

Mengenai netralitas ini, Presiden Jokowi telah meminta seluruh pegawai negeri dari institusi sipil hingga militer untuk menaati.

"Kita ingin dalam posisi yang sulit seperti ini demokrasi semakin dewasa, demokrasi kita semakin matang. Oleh sebab itu yang pertama saya minta kepada aparat birokrasi, TNI dan Polri terus bersikap netral dan tidak memihak pada satu pasangan calon tertentu," katanya.

Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Berbagai pelanggaran terus terjadi. Jokowi menyarankan untuk memutus mata rantai pelanggaran dengan tindakan tegas dalam setiap pelanggaran.

Saran lain dari lembaga sipil pemantau transparansi publik Pusat Telaah dan Informasi Regional, hak pilih dan dipilih ASN agar ditinjau ulang dan menguatkan KASN untuk memastikan rekomendasi sanksi berjalan efektif.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2020 atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Politik
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino