Menuju konten utama

ASI Menguntungkan Keluarga dan Negara

Selain kaya manfaat kesehatan, menyusui juga memberi manfaat ekonomi.

ASI Menguntungkan Keluarga dan Negara
Menyusui di ruang publik. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Air Susu Ibu (ASI) ternyata tak hanya bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayi. Pilihan ini juga berdampak besar jika ditilik secara ekonomis, baik bagi keluarga maupun negara.

Berapa banyak potensi ekonomi yang didapat dari memberi ASI?

Ambillah perhitungan sederhana. Jika anak Anda disusui ASI, Anda tak perlu merogoh kocek buat membeli susu formula. Tim Riset Tirto membuatkan gambaran kasarnya. Berdasarkan sumber BPS, sejak 2008 hingga 2016, rata-rata per tahunnya terdapat penambahan 3,6 juta penduduk. Dengan kata lain, ada 3,6 juta bayi lahir per tahun.

Bayi 0-6 bulan rata-rata membutuhkan sekitar 800 cc susu formula per hari. Jika dikonversi dalam ukuran kg dan dikalikan selama enam bulan. Maka total berat susu formula yang dibutuhkan adalah 29,5 kg. Biaya yang harus dikeluarkan selama enam bulan untuk membeli susu formula dengan harga relatif terjangkau, merek SGM seharga Rp75.000, adalah Rp2.211.300. Tentu angka itu lebih besar jika bayi Anda minum susu lebih banyak.

Kebutuhan susu bayi berusia 6-12 bulan, karena sudah mulai makan makanan padat, biasanya berkurang menjadi sekitar 540cc susu formula per hari. Jika dikonversi dalam ukuran kg dan dikalikan enam bulan, total berat susu formula yang dibutuhkan adalah 19,76 kg. Dengan mengacu harga merk yang sama, maka dalam 6 bulan, seorang bayi butuh biaya untuk susu formula sebanyak Rp1.482.300.

Jika ditotalkan, dalam setahun seorang bayi membutuhkan biaya untuk susu formula sebesar Rp3.692.600. Dikalikan rata-rata kelahiran bayi dalam setahun, potensi ekonomi dari memberikan ASI untuk masyarakat Indonesia per tahun adalah Rp13,3 triliun.

Dampak Ekonomi dari Penghindaran Penyakit

Potensi ekonomi dari menyusui di Inggris sempat diteliti oleh S Pokhrel dkk. Peneliti meyakini, bahwa peningkatan tren menyusui menghemat pengeluaran negara secara signifikan. Untuk menghitungnya, mereka mengidentifikasi penyakit yang bisa dihindari dengan menyusui. Mulai dari pengurangan infeksi saluran pencernaan dan pernapasan, peradangan telinga pada bayi, enterocolitis nekrotikan (infeksi pembengkakan perut) pada bayi prematur, dan kanker payudara pada ibu.

Baca juga: Risiko Masa Depan Bayi Prematur

Inggris mengeluarkan biaya untuk mengobati empat penyakit pada anak di atas sebesar £89 juta per tahun. Lalu, biaya yang harus ditanggung seumur hidup untuk merawat ibu dengan kanker payudara diperkirakan mencapai £ 959 juta. Gerakan untuk menyusui secara eksklusif dari semula 1 minggu menjadi 4 bulan dapat mengurangi kejadian penyakit menular pada anak dan menghemat £11 juta per tahun.

Jika gerakan menyusui diperpanjang waktunya menjadi 7-18 bulan. Maka akan mengurangi kejadian kanker payudara pada ibu dan menghemat £31 juta di tahun 2009-2010. Inggris nampaknya lebih melek manfaat menyusui, sebab, jumlah ibu menyusui di Inggris meningkat tajam dalam 20 tahun terakhir, dari 62 persen di tahun 1990 menjadi 81 persen pada 2010. Meski demikian, durasi pemberian ASI eksklusif tetap rendah. Hanya meningkat sedikit selama 5 tahun, dari yang 21 persen di tahun 2005 menjadi 23 persen pada 2010.

Baca juga: Inisiasi Menyusui Dini yang Tak Boleh Diabaikan

Tren Menyusui di Indonesia

Idealnya, ASI diberikan secara eksklusif tanpa ada tambahan makanan atau cairan lain kepada bayi selama 6 bulan. Namun, persentase pola menyusui eksklusif pada bayi umur 5 bulan di Indonesia hanya sebesar 15,3 persen. Persentase terbesar adalah menyusui parsial, yakni dengan memberikan tambahan lain seperti susu formula, sebanyak 83,2 persen. Sisanya, sebanyak 1,5 persen merupakan persentase menyusui predominan, yakni memberikan ASI dengan tambahan air.

Baca juga: Saat Susu Formula Menggerogoti ASI

Di Indonesia, manfaat ekonomi dari menyusui pernah diteliti oleh Suyatno dari Universitas Diponegoro, pada 2010. Ia menemukan bahwa pemberian ASI secara eksklusif di pedesaan berpengaruh terhadap belanja pangan bayi. Terdapat pengurangan belanja pangan bayi mencapai Rp53.415 per bulan. Namun, pemberian ASI secara eksklusif tidak berpengaruh signifikan pada kejadian ISPA dan status gizi bayi usia 4 bulan.

Pengeluaran periksa kesehatan bayi, antara kelompok sampel yang diberi dan tidak diberi ASI secara eksklusif hanya selisih sekitar Rp3.000 per bulan. Selain belanja pangan dan periksa kesehatan, pemberian ASI eksklusif juga menghemat pengeluaran untuk peralatan makan sebanyak Rp13.383. Secara keseluruhan, pemberian ASI secara eksklusif berpengaruh signifikan pada total pengeluaran rumah tangga di pedesaan mencapai minimal Rp64.438 per bulan, pada 2010.

Infografik Asi

Namun, dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, FABM, seorang dokter ahli laktasi memberikan angka manfaat ekonomi yang lebih besar. Pada 2015, UNICEF pernah menghitung, biaya membeli susu formula di Indonesia per bulan mencapai Rp 1.689.120. Maka, pengeluaran untuk satu orang bayi selama 6 bulan masa ASI eksklusif setidaknya mencapai lebih dari Rp 10 juta.

“Jika upah minimum di Indonesia paling rendah Rp1,3 juta jelas tidak mencukupi. Untuk yang upah Rp3,6 juta saja sudah hampir setengahnya cuma beli susu formula,” kata dokter Utami kepada Tirto.

Jika gerakan menyusui gencar dilakukan, angka kematian ibu dan anak juga dapat ditekan. Pemberian ASI dapat mengurangi risiko 15 kali kematian akibat pneumonia (paru-paru basah) pada bayi, mengurangi 11 kali risiko kematian bayi akibat diare, dan menghindarkan Rp1,8 triliun angka kerugian produktivitas per tahunnya.

Baca juga: Jangan Lewatkan Menyusui Langsung

Akibat pneumonia dan diare saja, Indonesia bisa kehilangan 5.700 anak per tahun dan mengeluarkan biaya kesehatan sebanyak $270 juta atau sekitar Rp3,5 triliun untuk perawatan. Tak hanya itu, sebanyak 1.279 kematian ibu akibat kanker payudara per tahunnya juga dapat dicegah dan menghindarkan Rp59 miliar kerugian dari kehilangan produktivitas seumur hidup.

“Asia Tenggara kehilangan $1 triliun per tahunnya akibat angka menyusui rendah, dan lebih dari 80 persennya terjadi di Indonesia,” urai dokter Utami.

Baca juga artikel terkait ASI atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani