Menuju konten utama

Asal-Usul Off The Wall dari Vans

Akhirnya Vans menjelaskan makna Off The Wall yang selama ini dianggap misterius.

Asal-Usul Off The Wall dari Vans
Proses pembuatan sepatu Vans pada tahun 1966. Foto/footwearnews.com

tirto.id - Tanggal 16 Maret mendatang akan menjadi penanda usia 51 tahun berdirinya salah satu merk sepatu paling berpengaruh di dunia. Bertempat di jalan 704E Broadway, Anaheim, California, Paul Van Doren dan tiga rekannya membuka toko pertama yang kelak akan dikenal sebagai Vans.

Perusahaan Van Doren Rubber menjadi unik saat itu karena menjadi perusahaan sepatu yang menjual produknya langsung setelah dibuat di pabrik. Pagi itu, saat pertama kali toko dibuka, 12 orang membeli sepatu dari Van Doren, sepatu yang disebut sebagai The Vans #44, yang saat ini disebut sebagai Vans Authentic.

Steve Van Doren, putra dari Paul Van Doren, pada 2008 lalu menyebut bahwa Vans menjadi besar karena keberuntungan yang tidak terduga. Pada mulanya, salah seorang karyawan Van Doren melihat desain sepatu yang dibuat oleh anak SMA, ia menyarankan agar desain itu dibuat dan dikembangkan oleh perusahaan tersebut. Saat itu sebuah perusahaan film tengah mencari sepatu untuk properti film Fast Times at Ridgemont High yang dibintangi oleh Sean Penn.

“Lantas [sepatu itu] menjadi fenomena,” kata Van Doren. “Kami membuatnya dalam berbagai warna dan kombinasi yang bisa kami pikirkan.”

Sepatu yang dipakai Sean Penn adalah Vans tipe slip on bergambar kotak-kotak catur dengan kotak berlogo Off The Wall. Sepatu itu menjadi fenomenal kembali karena dipakai oleh bintang-bintang rock besar seperti Iron Maiden, Foo Fighters dan The Ting Tings. Banyak kelompok anak muda dari berbagai komunitas seperti seniman, pekerja kreatif, hingga anak band menggunakan sepatu Vans. Namun, Vans menjadi sangat besar karena banyak atlet papan luncur (skateboard) profesional yang menggunakan sepatu ini sebagai pilihan mereka.

Vans tentu menjadi salah satu merek sepatu paling penting yang ada di sneaker culture. Tampilannya yang sederhana, enak dipakai, dan nyaris sangat murah membuat sepatu ini banyak disukai. Bagi para kolektor Vans menjadi sepatu penting karena banyak seniman atau perusahaan street wear yang berkolaborasi dengan mereka. Dalam beberapa tahun terakhir keuntungan mereka meningkat, pada 2015 memperoleh keuntungan dua miliar dolar, dan disebut-sebut sebagai merek yang paling banyak digunakan oleh milenial.

Beberapa pesohor terkenal seperti Samuel L. Jackson dan Kanye West disebut menjadi penggemar Vans. Kanye sendiri menyebut ia kadang memakai Yezzy (sepatu yang dibuat kolaborasi bersama Adidas), kadang merasa ingin memakai Vans.

Ia menjadi perhatian publik ketika menggunakan Vans Half Cab sampai-sampai dirumorkan akan pindah kerja sama dengan perusahaan itu. Samuel L. Jackson malah pernah dibuatkan desain khusus Vans slip on saat ia membintangi film Snakes on The Plane yang mendorong penjualan slip on setelahnya.

Infografik Sejarah Vans

Fashion dengan pengaruh subkultur skateboard menjadi sesuatu yang dianggap keren: celana gombrong, hoodie, dompet berantai, topi truk, kaos kegedean. Vans menjadi salah satu merk yang hadir paling awal merespons ini. Mereka menggunakan bahan karet untuk membuat sepatu yang nyaman dipakai saat bermain skateboard. Penampilan yang bagus, sederhana, dan tidak rumit membuat Vans bisa digunakan untuk segala suasana.

Salah seorang atlet skateboard legendaris, Steve Caballero, menjadi ikon penting yang dikenal karena Vans membuat sepatu khusus yang didesain untuknya dikenal sebagai Half Cab. Steve Van Doren mengaku bahwa usaha untuk mengembangkan Vans lahir dari mendengarkan masukan anak-anak muda tentang apa yang keren dan apa yang bagus.

“Sebenarnya anak-anak gaul yang memberitahu kami harus bagaimana, saat mereka pergi ke sekolah dan melihat apa yang dipakai anak-anak lain,” katanya.

Vans bukan sekedar sepatu, ia menjadi gaya hidup. Pada satu titik, kolektor memburu dan mengoleksi proyek-proyek kolaborasinya, seperti bersama Supreme, Golf Wang, Taka Hayashi, Pendleton, dan masih banyak lainnya.

“Beberapa brand dikenal karena asosiasi mereka dengan gaya hidup. Kami lebih West Coast daripada East Coast, yang punya tendensi lebih kuat daripada Converse. Kami lebih olahraga solo daripada olahraga tim yang dimasuki merek atletik besar seperti Nike. Kami lebih rock dan punk ketimbang hip-hop, di mana brand lain masuk. Tapi yang jelas kami adalah skateboarding,” kata Van Doren.

Vans punya akar panjang dalam kancah skateboard. Mereka ada di seluruh bagian California Selatan pada awal 1970an. Lantas pada 1975, Vans #95 dibuat yang saat ini dikenal sebagai Vans Era dan didesain oleh legenda skateboard dunia Tony Alva dan Stacy Peralta. Dengan berbagai warna kombinasi Era menjadi satu sepatu paling penting di antara atlit dan penggemar skateboard. Fenomena Vans menyebar pada akhir 70an di mana saat itu gerai sepatu ini ada di 70 titik di California.

Namun, kesuksesan ini membuat Vans tidak fokus dalam berbisnis. Pada 1980an mereka membuat desain sepatu untuk baseball, basket, gulat hingga penari breakdance sebagai usaha untuk berkompetisi dengan perusahaan sepatu lain. Hingga pada akhirnya dana mereka kehabisan untuk promosi yang tidak diikuti dengan lakunya produk. Pada 1983 Vans mengumumkan kebangkrutan. Saat kembali fokus pada akar mereka di jalanan dan skateboard, dalam rentang waktu tiga tahun Vans bisa melunasi seluruh hutangnya.

Vans memulai pembangunan pabrik di negara asing sejak 1994, memberikan ruang untuk jenis sepatu dan kolaborasi baru. Lantas pada 1998 merek membuka untuk pertama kalinya, studio skate indoor seluas 46 ribu kaki di Orang County. Capaian ini terus berkembang hingga pada 2000 dan 2001 Vans disebut sebagai perusahaan kecil terbaik Amerika. Untuk mengingat kejayaan ini, pada 2001 Vans memproduseri film Dogtown and Z-Boys, bersama Stacy Peralta. Film ini menjelaskan bagaimana akar Skateboard menjadi penting bagi Vans dan subkultur anak muda Amerika.

Salah satu misteri yang banyak ditanyakan oleh para penggemar Vans adalah makna dari Off The Wall yang jadi ciri khas mereka. Jika Anda sempat menonton Dogtown and Z-Boys, Anda mungkin ingat fragmen cerita di mana beberapa anak bermain di kolam kosong yang airnya dikeringkan. Salah seorang dari mereka memanfaatkan kolam itu untuk bermain skateboard. Ada adegan penting dalam film itu, yakni saat skateboarder memanfaatkan momentum untuk “menghempaskan diri lepas dari tembok” atau "Off The Wall."

Sayangnya, tidak banyak yang tahu adegan film dokumenter buatan Stacy Peralta ini. Vans sendiri telah menggunakan frasa “Off The Wall” sejak akhir 60an, sementara gaya skate Off The Wall baru muncul pada 1970an. Brand President vans, Doug palladini, menyebut bahwa Off The Wall kini bukan lagi tentang subkultur skateboard. Ia telah berkembang menjadi cara pandang dan pola pikir. Vans kini berusaha menjadi ikon anak muda global, dan Off The Wall pun mengalami pergeseran makna.

Palladini menyebut bahwa Vans dengan mentalitas Off The Wall kini berusaha untuk tak lagi tunduk pada trend. “Kami terbuka pada siapapun, tapi kami tidak mengikuti siapapun,” katanya. Vans berusaha menyerahkan kepada para penggunanya untuk mengambil kembali makna Off The Wall.

Baca juga artikel terkait SEPATU atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani