Menuju konten utama

Asal Usul Nama Minangkabau dan Sejarah Suku Minang

Asal usul nama Minangkabau dan sejarah suku Minang di Sumatera Barat.

Asal Usul Nama Minangkabau dan Sejarah Suku Minang
Pengunjung menikmati kawasan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) di Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, Sabtu (26/11). PDIKM merupakan sebuah museum diresmikan tahun 1990 dengan gedung utama berbentuk rumah gadang yang menyimpan berbagai macam informasi dan koleksi mengenai kebudayaan Minangkabau baik berupa dokumentasi audio maupun visual. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/pd/16

tirto.id - Provinsi Sumatera Barat didominasi oleh penduduk dari suku Minang. Sebanyak 4.846.909 jiwa penduduk Sumatera Barat beretnis Minang. Namun, tahukah Anda dari mana sebenarnya asal usul penyebutan suku Minang?

Suku Minang terletak di Sumatera Barat, sebagai satu provinsi yang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera.

Sumatera Barat dikenal dengan makanan yang banyak memiliki cita rasa bumbu dan rempah-rempah Indonesia, salah satunya rendang.

Menurut isi Buku Kecil Sejarah Situs-situs Budaya Minangkabau di Jorong Batur, umumnya sejarah Minangkabau hanya dapat diketahui dari Tambo.

Tambo merupakan hiyakat ataupun cerita yang menjelaskan tentang asal-usul nenek moyang orang Minangkabau, hingga tersusunnya berbagai peraturan yang tersusun hingga saat ini.

Namun begitu, muncul sebuah penilaian bahwa hanya sekitar 2 persen isi cerita dalam tambo yang adalah fakta sejarah. Hal ini disebabkan karena isi tambo dipenuhi dengan interpretasi umum, maupun pribadi.

Jenis tambo sangatlah variatif, di antaranya tambo tulisan, lisan, asli, saduran, dan terjemahan.

Sementara itu, tambo yang tersebar di Sumatera dinamakan dengan Tambo Layang. Tambo Layang telah berumur sekitar 200 tahun. Tambo jenis ini, berisi tentang tulisan Arab Melayu.

Meski adanya ketiadaan sejarah Minangkabau yang tidak pasti, masyarakat Minangkabau percaya bahwa asal-usul nenek-moyang mereka berasal dari puncak gunung merapi di Sumatera Barat.

Asal Mula Nama Minangkabau

Merujuk pada artikel yang ditulis oleh Rusdi Chaprian, sejarah bermula pada masa kerajaan Adityawarman. Adityawarman adalah seorang raja yang pernah memerintah di Pagaruyungan, pusat Kerajaan Minangkabau.

Tidak hanya itu, dirinya juga merupakan raja pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat. Kemudian pada abad ke-17, provinsi ini mulai lebih terbuka dengan provinsi lainnya, khususnya Aceh.

Sebelumnya, masyarakat Minangkabau didominasi oleh aga Budha, namun demikian akhirnya masyarakat Minangkabau didominasi oleh agama Islam.

Sementara itu, kata Minang yang dipakai pada desa ini berawal dari adanya isu yang beredar bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang oleh Kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa. Atas kerajaan tersebut, maka terjadilah peristiwa adu kerbau.

Peristiwa adu kerbau ini, akhirnya dimenangi oleh kerbau minang. Kemenangan tersebut, memunculkan kata minang dan kabau.

Sehingga selanjutnya, kedua kata tersebut dijadikan nama desa Minangkabau. Sebagai pengingat dari kemenangan peristiwa adu kerbau antara Kerajaan Paguruyung dan Kerajaan Majapahit, masyarakat Minangkabau mendirikan rangkiang atau rumah loteng yang atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau.

Beberapa tulisan sejarah mengatakan, transportasi masyarakat Minangkabau pada saat itu adalah kerbau. Hal ini didorong dengan adanya pernyataan bahwa agama yang dipercaya saat itu mengajarkan untuk menyayangi binatang seperti, gajah, kerbau, dan lembu.

Runtuhnya kerajaan Paguruyungan, dan adanya pengaruh dari Belanda di Perang Padri, membuat daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari Pax Netherlandica atau politik kolonial Belanda, yang berupaya menyatukan wilayah jajahan Belanda.

Wilayah, Suku dan Bahasa Sumatera Barat

Selain suku Minangkabau, di Sumatera Barat juga terdapat suku lainnya seperti, suku Mandailing, dan suku Batak. Munculnya suku-suku tersebut berawal ketika adanya Perang Paderi, pada abad ke-18.

Kemudian, saat ini Sumatera Barat atau Minangkabau terdiri dari 19 kota dan kabupaten. Suku Minangkabau hingga sekarang tetap memegang teguh ungkapan “Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” atau Adat yang didasari oleh hukum Islam, dan mengacu kepada Kitabullah.

Baca juga artikel terkait MINANGKABAU atau tulisan lainnya dari Ega Krisnawati

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ega Krisnawati
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Dhita Koesno