Menuju konten utama

AS Jatuhkan Sanksi pada Warga Korut terkait Pelanggaran HAM

Menkeu AS menilai selama ini militer Korea Utara yang beroperasi di luar telah berbuat semena-mena dan memaksa warga Korea Utara untuk kembali ke negaranya.

AS Jatuhkan Sanksi pada Warga Korut terkait Pelanggaran HAM
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memimpin rapat perang untuk peluncuran rudal jarak menengah ke dekat wilayah AS di Pasifik, Guam. FOTO/KCNA

tirto.id - Sebanyak tujuh warga negara Korea Utara dan tiga entitasnya dijatuhkan sanksi oleh Amerika Serikat terkait pelanggaran HAM berupa pembunuhan, penyiksaan, kerja paksa, dan perburuan pencari suaka di luar negeri.

Menteri Keuangan (Menkeu) AS Steven Mnuchin memberikan pernyataan pada Jumat (27/10/2017) bahwa pemerintah AS telah menargetkan sanksi kepada sejumlah pihak di Korea Utara.

“Sanksi hari ini menargetkan pejabat militer dan rezim Korea Utara,” kata Mnuchin, seperti dikutip Antara.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga menargetkan sanksi pada fasilitator keuangan Korea Utara.

“Kami juga menargetkan fasilitator keuangan Korea Utara yang berusaha menjaga rezim tetap berjalan dengan mata uang asing yang diperoleh melalui kerja paksa,” jelasnya.

Mnuchin mengatakan bahwa AS sangat prihatin terhadap militer Korea Utara yang menghukum segala bentuk perbedaan pendapat.

“Kami sangat prihatin dengan militer Korea Utara, yang beroperasi sebagai polisi rahasia, menghukum segala bentuk perbedaan pendapat,” tambahnya dalam pernyataan.

Meski begitu, sanksi baru disetujui terhadap direktur dan wakil direktur Komando Keamanan Militer, wakil menteri pertama Kementerian Keamanan Rakyat dan menteri tenaga kerja. Selain itu ada juga Konsul Jenderal Korea Utara di Shenyang, Cina dan seorang diplomat di kedutaan besarnya di Vietnam.

Mnuchin juga mengungkapkan bahwa selama ini militer Korea Utara yang beroperasi di luar telah berbuat semena-mena dan memaksa warga Korea Utara untuk kembali ke negaranya.

“Selanjutnya, militer beroperasi di luar Korea Utara untuk memburu pencari suaka, secara brutal menahan dan mengembalikan penduduk Korea Utara secara paksa,” bebernya.

Pernyataan tersebut menuduh Ku Sung Sop, konsul jenderal di Shenyang, dan Kim Min Chol, diplomat di Vietnam, telah berpartisipasi dalam pemulangan pencari suaka secara paksa.

Sementara itu, Scott Busby, asisten sekretaris negara bagian AS untuk negara demokrasi, HAM dan tenaga kerja mengatakan pada sebuah berita bahwa kasus Korea Utara dengan Cina tengah menegang.

Lanjut Scott, ia membebaskan Cina dalam hal bagaimana mereka bereaksi, tapi ia tak menampik bahwa pemerintah Cina mungkin akan mengusirnya dari negara tersebut.

Selain itu, ia juga menambahkan bahwa pelanggaran pemerintah Korut mencakup pembunuhan di luar proses hukum, penyiksaan, pemerkosaan dan aborsi paksa.

Ada pun tujuan dari sanksi tersebut adalah untuk mengirim pesan terutama kepada para manajer kamp penjara dan pejabat tingkat menengah bahwa orang-orang tersebut akan bertanggung jawab.

Pemerintah AS berusaha membatasi pendapatan yang diterima Korut dari ekspor tenaga kerja sebagai bagian dari usaha untuk mencekik dana yang membantu biaya program nuklir dan rudal negara tersebut. Menurut Pyongyang, pembiayaan ditujukan untuk mengembangkan senjata agar mampu memukul AS.

Namun demikian, Korea Utara selalu menyangkal tuduhan pelanggaran hak secara luas, Reuters.

Pernyataan Departemen Keuangan tersebut juga mengatakan bahwa Ch'olhyo'n Overseas Construction Company yang mendapat sanksi bersama dengan Komando Keamanan Militer dan Biro Konstruksi Eksternal, telah beroperasi di Aljazair dan dilaporkan memperoleh uang asing untuk Korea Utara.

“Karyawan Ch'olhyo'n dipekerjakan dalam kondisi seperti budak, termasuk memiliki gaji dan paspor yang ditahan oleh petugas keamanan [Korea Utara] yang ditugaskan sebagai pengawas lokasi, ransum makanan, kondisi kehidupan yang buruk, dan pembatasan berat atas kebebasan bergerak mereka,” kata pernyataan Departemen Keuangan.

Selain itu, kata pernyataan tersebut mengatakan Biro Konstruksi Eksternal telah beroperasi di negara-negara Arab seperti Kuwait, Oman, Qatar dan Uni Emirat Arab.

Baca juga artikel terkait KONFLIK KOREA atau tulisan lainnya dari Nicholas Ryan

tirto.id - Politik
Reporter: Nicholas Ryan
Penulis: Nicholas Ryan
Editor: Yuliana Ratnasari