Menuju konten utama

Arti Kata Ghosting & Bedanya dengan Silent Treatment dalam Hubungan

Arti kata ghosting dan apa perbedaaannya dengan silent treatment dalam sebuah hubungan.

Arti Kata Ghosting & Bedanya dengan Silent Treatment dalam Hubungan
Ilustrasi Ghosting. foto/Istockphoto

tirto.id - Arti kata ghosting merujuk pada sebuah perilaku atau tindakan memutus komunikasi secara tiba-tiba dengan seseorang tanpa ada pemberitahuan atau penjelasan apapun pada orang tersebut.

Arti kata ghosting menurut Oxford Dictionary adalah praktik mengakhiri hubungan pribadi dengan seseorang dengan tiba-tiba menghentikan semua komunikasi tanpa penjelasan.

Menurut Wendy Walsh, seorang profesor psikologi, ada sejumlah tingkatan ghosting, khususnya dalam hubungan asmara mulai dari yang ringan sampai berat jika merujuk pada hubungan asmara.

Ghosting ringan adalah ketika seseorang yang tidak terlalu dekat dengan Anda tidak membalas pesan atau telepon Anda.

Ghosting sedang adalah saat Anda bertemu orang baru dan sudah beberapa kali bertemu namun tiba-tiba menghilang.

Sedangkan ghosting berat adalah saat hubungan sudah sangat intim namun tiba-tiba salah satu pihak menghilang tanpa sebab.

Sebuah studi mengungkap bahwa penolakan sosial dari siapa pun bisa mengaktifkan rasa sakit di otak yang sama parahnya dengan sakit fisik. Artinya, ada kesamaan sakit fisik dan sakit di otak.

Arti Kata Ghosting dan dari mana istilah ghosting muncul?

Laman Verywellmind menuliskan, istilah "ghosting" menjadi salah satu topik populer sekitar tujuh tahun yang lalu bersamaan dengan maraknya kencan online. Ghosting akhirnya masuk dalam kamus Merriam-Webster pada 2017.

Menariknya, istilah itu sebenarnya digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa penulis dan cendekiawan budaya pop bahkan telah menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan tulisan "ghost" dalam musik hip-hop

Saat ini, ghosting, atau tiba-tiba menghilang dari kehidupan seseorang tanpa perlu menelepon, email, atau SMS, telah menjadi fenomena umum di dunia kencan modern, dan juga di lingkungan sosial bahkan profesional lainnya.

Hal ini juga dikuatkan oleh studi SAGE Journals pada 2018, yang menunjukkan sekitar 25 persen orang telah menjadi hantu (ghosts) dalam beberapa hubungan mereka.

Munculnya komunikasi elektronik dan aplikasi kencan populer seperti, Tinder dan Bumble tampaknya juga membuat seseorang lebih mudah untuk membuat dan memutuskan koneksi cepat dengan seseorang yang baru saja temuinya.

Dalam definisi sederhana, ghosting bisa pula diartikan “ditinggal ketika Anda sedang merasa sayang-sayangnya”.

Dalam kasus ghosting, seperti diungkap Jennice Vilhauer dalam tulisannya di Psychology Today, orang yang diputuskan dengan cara “dihantui” akan mengalami perasaan batin yang lebih dari itu bahkan merasa sangat tersiksa. "Ghosting itu salah satu bentuk siksaan paling kejam dalam hubungan kencan."

Orang-orang yang memilih untuk menjadi hantu atau melakukan ghosting biasanya karena berbagai alasan yang dapat bervariasi dalam kompleksitas.

Menurut Vilhauer, salah satu alasan terjadi ghosting, karena salah satu pihak ingin menghindari ketidaknyamanan emosional sendiri. Namun, pelaku ghosting tak berpikir bagaimana perasaan lawannya.

Ghosting adalah bentuk lanjutan dari sikap mendiamkan pasangan atau silent treatment. Dan tindakan ini adalah “kekejaman emosional”.

Penyebab seseorang melakukan ghosting

Orang-orang yang memilih untuk menjadi hantu atau melakukan ghosting biasanya karena berbagai alasan yang dapat bervariasi dalam kompleksitas.

Menurut Vilhauer, salah satu alasan terjadi ghosting, karena salah satu pihak ingin menghindari ketidaknyamanan emosional sendiri. Namun, pelaku ghosting tak berpikir bagaimana perasaan lawannya. Ghosting adalah bentuk lanjutan dari sikap diam pasangan. Dan tindakan ini adalah “kekejaman emosional”.

Berikut beberapa penyebab atau alasan lain seseorang melakukan ghosting menurut Healthline

1. Takut.

Ketakutan akan hal yang tidak diketahui sudah tertanam dalam diri manusia. Anda mungkin memutuskan untuk mengakhiri sebuah hubungan dengan cara ghosting karena takut reaksi pasangan jika putus.

2. Penghindaran konflik.

Manusia secara naluriah bersosialisasi, dan mengganggu hubungan sosial apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup Anda. Akibatnya, Anda mungkin merasa lebih nyaman tidak pernah bertemu dengan seseorang lagi daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang bisa terjadi saat putus.

3. Kurangnya konsekuensi.

Jika Anda baru saja bertemu seseorang, Anda mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena Anda mungkin tidak memiliki teman atau banyak kesamaan. Ini mungkin tidak terlihat seperti masalah besar jika Anda keluar begitu saja dari kehidupan mereka.

4. Lebih mencintai diri sendiri.

Jika suatu hubungan berdampak negatif pada kualitas hidup Anda, memutuskan kontak terkadang tampak seperti satu-satunya cara untuk mencari kesejahteraan atau kebahagiaan Anda sendiri tanpa putus cinta atau berpisah.

Apa perbedaan ghosting dengan silent treatment?

Ada aspek yang sama antara kedua istilah ini yaitu memutus komunikasi secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Psikolog Jennice Vilhauer menyebut ghosting sebagai sebuah bentuk akhir dari silent treatment, hukuman diam, yang mirip dengan kekejaman emosional (rasa sakit yang ditimbulkannya dapat diobati dengan Tylenol, menurut beberapa penelitian).

Dilansir dari Medical News Today, pada banyak kasus pelaku silent treatment bahkan menolak mengakui keberadaan pasangannya. Kalimat sederhananya "mendiamkan pasangan."

Diam setelah mengalami sebuah konflik memang wajar, apalagi sebagai reaksi spontan dan sebagai maksud meredakan konflik. Namun, silent treatment bisa jadi akar dari sebuah hubungan yang tidak sehat.

Dilansir dari Life Hack, "silent treatment" ini bisa dikatakan sebagai metode untuk memberi hukuman secara psikologis dengan mengabaikan orang lain, baik dalam hubungan pacaran, keluarga, maupun pertemanan, yang seolah memperlihatkan sikap tidak peduli pada seseorang dan bahkan hal yang lebih buruk dari itu.

Tindakan ini juga biasanya dilakukan hanya sekadar untuk memberi pelajaran kepada pasangan atas kesalahannya atau tidak menghargai dan tidak ingin tahu tentang perasaan pasangan.

Hal ini membuat seseorang mengambil alih situasi untuk melakukan play victim atau berpura-pura tidak tahu tentang masalah yang terjadi, sehingga menganggap perasaan pasangan tidak masuk akal, yang kemudian berdampak pada perasaan yang menjadi tidak menentu.

Meskipun pada akhirnya setiap orang menerima perlakuan tersebut dengan perasaan yang berbeda, namun hal itu tidak menutup kemungkinan akan membuat seseorang mengalami depresi, marah dan frustasi, serta perasaan gelisah, terisolasi dan merasa ditolak dengan adanya rasa bersalah, kesepian, dan putus asa.

Bahkan, perilaku ini memungkinkan juga terbentuknya rasa pengkhianatan yang muncul karena merasa tidak dihargai, tidak dicintai, tidak layak dan tidak penting.

"Silent treatment" juga akan membuat pasangan menderita sakit secara psikis, seperti memikirkan secara terus menerus atas tindakan yang diberikan, termasuk merasa bersalah atas pengabaian yang telah dilakukan.

Selain itu, "silent treatment" juga akan memengaruhi lapisan otak, anterior cingulate, yang berfungsi untuk mendeteksi rasa sakit yang diterima dan menimbulkan rasa tidak nyaman seperti sakit kepala, insomnia, gangguan kecemasan dan kelelahan.

Di sisi lain, perilaku mendiamkan tak jarang juga digunakan untuk memanipulasi pasangannya hingga untuk membangun kekuasaan atas pasangan.

Dilansir dari Verywellmind, perilaku mengabaikan dapat mengaktifkan suatu area otak yang juga aktif ketika mengalami rasa sakit fisik.

Silent treatment juga dapat digunakan sebagai tindakan 'menuntut.' Sikap ini mau tak mau mengharuskan seseorang untuk patuh selama beberapa hari agar pasangannya berhenti mengabaikannya.

Tindakan ini tentu salah karena merupakan salah satu bentuk pelecehan emosional. Akibatnya, seseorang yang sering mengalami silent treatment dari pasangan memiliki harga diri yang rendah dan merasa tidak berdaya dalam hubungan.

Laman Pairedlife menuliskan, yang terpenting dalam permasalahan ini bukan lah diam, mengabaikan atau menyalahkan orang lain, tetapi memberikan ruang untuk saling intropeksi diri, saling mendengarkan dan memaafkan, serta menciptakan komunikasi yang efektif bukan hanya mementingkan kemauan sendiri.

Cara move on setelah di-ghosting

Move on dari ghosting tidak terlihat sama untuk semua orang, dan cara Anda melanjutkan hidup usai menjadi korban ghosting bisa berbeda jika pelakunya adalah pasangan, teman, atau rekan kerja yang romantis.

Berikut beberapa cara untuk membantu diri Anda sendiri menghadapi dan menerima perasaan Anda usai menjadi korban ghosting,

1. Tetapkan batasan terlebih dahulu.

Kejujuran dan transparansi dapat membantu Anda dan orang lain untuk memastikan tidak ada garis yang terlampaui tanpa disadari. Pastikan untuk membicarakan batasan terlebih dahulu sebelum memulai sebuah hubungan dengan orang lain.

2. Beri orang itu batas waktu.

Belum mendengar kabar dari mereka selama beberapa minggu atau beberapa bulan dan Anda lelah menunggu? Beri mereka ultimatum. Misalnya, Anda dapat mengirimi mereka pesan yang meminta mereka untuk menelepon atau mengirim SMS minggu depan, atau Anda akan menganggap bahwa hubungan telah berakhir.

Ini bisa tampak kasar, tetapi bisa membuat Anda menutup diri dan memulihkan perasaan kehilangan kendali atau kekuasaan.

3. Jangan menyalahkan diri sendiri.

Anda tidak memiliki bukti atau konteks untuk menyimpulkan mengapa orang lain meninggalkan hubungan tersebut, jadi jangan merendahkan diri sendiri dan membuat diri Anda semakin terluka secara emosional.

4. Jangan menghukum perasaan Anda dengan melakukan hal buruk.

Jangan mematikan rasa sakit dengan obat-obatan, alkohol, atau minuman keras lainnya. Mungkin saat Anda melakukan hal-hal tersebut Anda bisa merasa lebih nyaman, tetapi ingatlah bahwa perasaan lebih nyaman karena mengonsumsi alkohol berlebih dan obat-obatan terlarang hanya bersifat sementara.

Anda bahkan mungkin akan mendapati diri Anda menghadapi perasaan sulit di kemudian hari pada waktu yang lebih tidak nyaman, seperti dalam hubungan Anda selanjutnya.

5. Habiskan waktu bersama teman atau keluarga.

Carilah persahabatan dengan orang-orang yang Anda percayai dan dengan siapa Anda berbagi perasaan cinta yang hangat. Mengalami hubungan yang positif dan sehat tentu akan membuat Anda merasa lebih baik dan bisa lebih cepat move on.

6. Cari bantuan profesional.

Jangan takut untuk menghubungi terapis atau konselor yang dapat membantu Anda mengartikulasikan perasaan kompleks yang mungkin Anda miliki. Mereka juga dapat memberi Anda strategi penanggulangan lebih lanjut untuk memastikan Anda keluar dari masalah dan perasaan menyakitkan yang Anda alami.

Baca juga artikel terkait GHOSTING atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Humaniora
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Agung DH
Penyelaras: Yulaika Ramadhani